Hujan Datang Lebih Awal, Lampung Waspada Banjir dan Longsor
Cuaca buruk berupa hujan deras dan angin kencang diprediksi akan melanda wilayah Lampung hingga Februari 2022. Kewaspadaan terhadap ancaman bencana banjir dan longsor harus ditingkatkan.
Oleh
VINA OKTAVIA
·4 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Cuaca buruk berupa hujan deras dan angin kencang diprediksi akan melanda wilayah Lampung hingga Februari 2022. Kewaspadaan terhadap ancaman bencana banjir dan longsor harus ditingkatkan untuk meminimalkan risiko.
Koordinator Kelompok Data dan Informasi Stasiun Klimatologi Pesawaran Lampung Suparji mengatakan, tahun ini, musim hujan di wilayah Lampung datang lebih awal dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Di wilayah bagian barat Lampung, hujan dengan intensitas sedang hingga deras sudah terjadi sejak awal September 2021.
Hujan deras disertai angin kencang diprediksi akan semakin sering mengguyur wilayah Lampung hingga Februari 2022. Curah hujan yang turun diprediksi berkisar 20-100 mililiter. ”Puncak musim hujan diprediksi terjadi pada Januari-Februari 2022,” kata Suparji kepada Kompas, Minggu (7/11/2021).
Menurut dia, hujan deras berpotensi memicu berbagai bencana hindrometeorologis, antara lain banjir dan longsor. Di Kota Bandar Lampung, risiko banjir lebih besar karena kondisi drainase buruk. Sementara di Kabupaten Lampung Barat dan Tanggamus, risiko longsor lebih tinggi karena kontur wilayah berbukit.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lampung Rudi S Sugiarto menuturkan, pihaknya telah memetakan daerah rawan bencana di Lampung. Dari 15 kabupaten/kota di Lampung, ada tujuh daerah yang memiliki tingkat risiko bencana tinggi berdasarkan kondisi wilayahnya. Ketujuh daerah tersebut, yakni Lampung Barat, Pesisir Barat, Tanggamus, Pesawaran, Lampung Selatan, Lampung Timur, dan Bandar Lampung.
”Saat cuaca ekstrem, wilayah di Lampung menghadapi risiko ancaman bencana banjir, longsor, dan angin puting beliung,” kata Rudi.
Dia menjelaskan, wilayah barat Lampung cenderung lebih berisiko bencana banjir dan longsor. Sementara wilayah timur dan selatan Lampung berpotensi menghadapi bencana angin puting beliung.
Saat apel kesiapan antisipasi bencana, beberapa waktu lalu, kata Rudi, BPBD Lampung telah berkoordinasi dengan BPBD di tingkat kabupaten/kota. Untuk mengurangi risiko bencana banjir, BPBD diminta menggerakkan warga guna membersihkan sungai di daerah masing-masing. Selain membersihkan sampah, petugas juga perlu menyiapkan tanggul penahan banjir di sejumlah titik rawan.
Selain itu, petugas juga diminta menebang pohon yang sudah tua dan berpotensi roboh saat terjadi angin kencang. Tanggul penahan di sejumlah titik rawan longsor, seperti jalan lintas Krui-Liwa, juga akan diperkuat.
Selain itu, BPBD juga harus memastikan peralatan untuk evakuasi saat terjadi bencana sudah siap. Sejumlah perlengkapan penting, seperti perahu karet, tenda darurat, dan alat berat, harus berada di dekat lokasi yang rawan bencana.
Dia menambahkan, pihaknya juga telah berkoordinasi dengan Badan SAR Lampung dan BMKG Lampung. Informasi terkait kondisi cuaca dan potensi bencana harus disampaikan secara cepat pada masyarakat melalui gawai. Tim penolong juga harus segera tiba di lokasi bencana.
Sementara itu, Gubernur Lampung Arinal Djunaidi mengingatkan, petugas harus tetap menerapkan protokol kesehatan dalam penanganan bencana alam di tengah situasi pandemi Covid-19. Hal itu penting untuk mengurangi risiko penularan virus karena saat ini pandemi belum berakhir.
Selain itu, semua pihak diminta meningkatkan kesadaran dan deteksi dini dengan pemetaan wilayah rawan bencana sehingga upaya mitigasi bisa dilakukan dengan baik. BPBD juga diminta memastikan kesiapan sarana dan prasarana serta kesiapan SDM.
Perairan Lampung
Selain risiko bencana alam di wilayah daratan, cuaca buruk dan gelombang tinggi juga meningkatkan risiko kecelakaan laut di perairan Lampung. Selain mengancam keselamatan nelayan, wisatawan yang berkunjung ke pantai dan pulau-pulau kecil di Lampung juga berisiko mengalami kecelakaan laut.
Data prakiraan cuaca BMKG Maritim Lampung menyebutkan, gelombang tinggi disertai angin kencang berpotensi terjadi di beberapa wilayah, yakni di Teluk Lampung bagian selatan, Selat Sunda bagian barat, perairan barat Lampung, dan Samudra Hindia bagian barat. Kondisi itu diperkirakan masih akan terjadi selama tiga hari ke depan.
”Gelombang paling tinggi terpantau di wilayah Samudra Hindia Barat Lampung. Di kawasan itu, gelombang laut dapat berkisar 4-6 meter,” kata Koordinator Prakirawan BMKG Maritim Panjang Rifki Arif.
Sementara itu, gelombang di wilayah Teluk Lampung bagian selatan berkisar 1,25-2,5 meter. Adapun tinggi gelombang di perairan barat Lampung dan Selat Sunda bagian barat berkisar 2,5-4 meter.
Menurut dia, gelombang tinggi itu bisa membahayakan keselamatan nelayan dan warga yang sedang melakukan pelayaran dengan kapal kecil. Untuk itu, BMKG selalu memberikan informasi kondisi perairan setiap hari. Selain itu, BMKG juga mengadakan sekolah lapang nelayan untuk mengajari para nelayan dalam membaca informasi cuaca dan gelombang.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Bandar Lampung Kusairi mengatakan, selama ini nelayan mengandalkan informasi cuaca dari BMKG untuk memprediksi kondisi gelombang tinggi sebelum melaut. Selain itu, nelayan juga biasanya membaca tanda-tanda alam untuk memprediksi cuaca buruk.
”Kalau cuaca di tengah laut tiba-tiba sangat dingin, nelayan akan segera menggeser kapal ke dekat pulau atau teluk karena khawatir terjadi angin kencang dan gelombang tinggi,” katanya.
Menurut dia, cuaca buruk semakin mempersulit nelayan dalam mencari ikan. Sayangnya, hingga saat ini belum ada teknologi yang digunakan nelayan Lampung untuk mempermudah mendeteksi keberadaan ikan. Nelayan hanya mengandalkan pengalaman dan informasi dari sesama nelayan untuk menentukan daerah tangkapan ikan.