Dua Oknum Aparat di Nabire Jual Amunisi, Diduga akibat Minim Pengawasan
Pengawasan penggunaan amunisi di Papua masih lemah. Hal ini yang memicu dua oknum anggota Polres Nabire diduga menjual 80 butir amunisi demi kepentingan pribadi.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·2 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Pemeriksaan terhadap dua oknum anggota Polres Nabire berinisial Brigadir Dua AS dan Brigadir JP dalam kasus penjualan 80 butir amunisi terus berlanjut. Ditemukan fakta baru bahwa 80 butir amunisi itu diduga dikumpulkan pelaku dari sisa kegiatan pemulihan keamanan.
Hal itu disampaikan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Papua Komisaris Besar Faizal Ramadhani saat dihubungi dari Jayapura, Selasa (9/11/2021). Menurut dia, pemeriksaan terhadap kedua oknum itu dilakukan di Markas Polda Papua hingga kini.
Salah seorang pelaku mengaku mengumpulkan amunisi dari kegiatan pengamanan, misalnya saat penanganan kerusuhan di Kabupaten Dogiyai pada 16 Juli 2021 yang mengakibatkan 13 rumah dan 19 kios dibakar massa.
”Oknum anggota tidak mendapatkan amunisi dari luar Papua. Namun, ia mengumpulkan dari sejumlah kegiatan penanganan pemulihan keamanan seperti di Dogiyai,” ungkap Faizal.
Satgas Penegakan Hukum Nemangkawi menangkap Bripda AS di rumahnya pada 27 Oktober 2021 di Distrik Nabire. AS berperan menjual 80 butir amunisi senilai Rp 12,1 juta ke seorang warga yang diduga berafiliasi dengan kelompok kriminal bersenjata.
Dari hasil interogasi, AS mengaku mendapatkan pasokan amunisi ini dari rekannya, Brigadir JP. Pada hari yang sama, Satgas Penegakan Hukum Nemangkawi pun menangkap JP di kediamannya.
Faizal menuturkan, seharusnya amunisi yang tersisa dari kegiatan pemulihan gangguan keamanan dikembalikan ke satuannya. Kemungkinan oknum tersebut menyembunyikan amunisi itu untuk dijual kembali.
”Kasus ini menjadi evaluasi bagi kami untuk meningkatkan pengawasan penggunaan amunisi. Keduanya telah ditahan dan dijerat Pasal 1 Ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 terkait penyalahgunaan senjata api dan amunisi,” ucap Faizal.
Kepala Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Papua Komisaris Besar Fernando Sanches Napitupulu menambahkan, pihaknya akan menelusuri unsur pelanggaran disiplin yang dilakukan kedua anggota Polres Nabire tersebut. Hal itu dilakukan setelah pemeriksaan oleh penyidik Ditkrimum tuntas.
”Kami juga akan menelusuri adanya unsur kelalaian dari pimpinan keduanya sehingga pengawasan penggunaan amunisi diduga kurang optimal,” kata Fernando.
Kepala Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Wilayah Papua Frits Ramandey menyesalkan masih ada oknum aparat keamanan yang menyalahgunakan amunisi untuk kepentingan pribadi. Ia berpendapat, hal ini disebabkan lemahnya pengawasan penggunaan amunisi.
Ia mengatakan, perbuatan kedua oknum aparat tersebut berdampak buruk untuk situasi keamanan di Papua. Hak masyarakat untuk beraktivitas di tengah situasi keamanan yang kondusif tidak terjamin. Penjualan amunisi dan senjata itu berdampak pada terancamnya keselamatan aparat dan warga sipil.
”Dengan maraknya aksi penjualan amunisi dan senjata api, konflik di Papua tidak akan berakhir,” ujar Frits.