Bocah 10 Tahun di Kota Tegal Jadi Korban Kekerasan Seksual Ayah Kandung
Seorang anak berusia 10 tahun asal Kota Tegal, Jateng, menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan ayah kandungnya. Pendampingan psikologis diperlukan karena anak tersebut trauma dan mengancam akan bunuh diri.
Oleh
KRISTI UTAMI
·4 menit baca
TEGAL, KOMPAS — S (10), warga Kota Tegal, Jawa Tengah, menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan ayah kandungnya. Perbuatan itu sudah dilakukan setidaknya lima kali. Korban yang kini duduk di bangku sekolah dasar tersebut trauma dan membutuhkan pendampingan psikologis.
Kekerasan seksual terhadap S pertama kali terungkap pada Kamis (28/10/2021). Kala itu, ibu korban, yakni EK (34), tak sengaja mendengar percakapan antara suaminya, M (34), dan korban. Dalam percakapan tersebut, M mengancam S agar tutup mulut. Kalau tidak, M akan melukai S dan membunuh EK. Setelah suaminya pergi, EK bertanya kepada S perihal ancaman tersebut.
”Anak saya bercerita bahwa ia telah berulang kali disetubuhi ayahnya. Seingatnya, lima kali. Tak hanya itu, suami saya juga selalu mengancam akan melukai anak saya dengan pisau atau palu kalau dia berteriak atau melapor ke saya,” kata EK di kantor Kepolisian Resor Tegal Kota, Selasa (9/11/2021).
Menurut penuturan S, M selalu melakukan perbuatan bejatnya di rumah mereka ketika EK sedang berjualan. Setiap hari, EK yang merupakan tulang punggung keluarga tersebut berjualan makanan di pasar dari pukul 05.00 sampai pukul 08.00. Adapun M seorang pengangguran.
Setelah mendapatkan cerita dari anaknya, EK mengajak anak semata wayangnya itu pergi dari rumah. Dalam perjalanan menuju rumah orangtua EK, S meminta ibunya agar melaporkan kejahatan yang dilakukan ayahnya tersebut ke polisi.
EK kemudian meminta saran kepada kakaknya terkait dengan rencana pelaporan tersebut. Atas saran kakaknya, EK membawa S ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan visum. Sayangnya, sejumlah rumah sakit mengaku tidak bisa melakukan pemeriksaan visum karena S dan ibunya datang terlalu sore.
Keesokan harinya, mereka kembali mendatangi rumah sakit. Namun, mereka tidak bisa dilayani lantaran belum memiliki surat pengantar dari kepolisian. Kemudian, mereka bergegas ke Polres Tegal Kota untuk meminta surat pengantar. Akhirnya pemeriksaan visum dan laporan polisi selesai dilakukan pada Jumat (29/10/2021) siang.
Sepuluh hari berlalu, pelaku belum juga dipanggil. Pelaku bahkan masih berkeliaran mencari S dan ibunya. Hal itu membuat EK resah. Dia berharap suaminya segera ditangkap dan dihukum seberat-beratnya.
”Sejak kejadian itu, kami tidak tenang. Bahkan, anak saya sempat beberapa kali mengancam mau bunuh diri dengan cara melompat ke sumur. Ia mengaku takut karena kerap mimpi perihal ayahnya,” ujar EK.
Selama ini EK dan S didampingi oleh kuasa hukum mereka, Boy Denny. Setelah mendapat aduan dari kliennya bahwa pelaku masih berkeliaran dengan bebas, Boy memutuskan untuk mendatangi kantor Polres Tegal Kota guna menanyakan perihal kelanjutan kasus kliennya.
”Jadi, kami selaku kuasa hukum datang ke sini ingin menanyakan perkembangan kasus ini. Kasihan si anak, trauma, tidak bisa keluar rumah karena bapaknya masih berkeliaran, cari-cari dia terus,” tutur Boy.
Dikonfirmasi secara terpisah, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Tegal Kota Ajun Komisaris Vonny Farizky mengaku sudah menindaklanjuti laporan dari EK. Pihaknya juga menyebut sudah menangkap pelaku. ”Langsung kami lakukan penyelidikan. (Pelaku) sudah diamankan,” kata Vonny.
Pendampingan psikologis
Aktivis perlindungan perempuan dan anak sekaligus pembina Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak ”Puspa” Kota Tegal, Hamidah Abdurrachman, mengaku prihatin atas kejadian yang menimpa S. Hamidah meminta supaya polisi bergerak cepat menangani kasus tersebut.
”Di samping penanganan kasus, pendampingan psikologis terhadap anak yang menjadi korban kekerasan seksual tersebut juga harus dilakukan. Korban harus terlindungi dan merasa nayaman,” ucapnya.
Menurut Hamidah, pihaknya akan segera menghubungi keluarga korban. Jika diperlukan, pihaknya akan mengevakuasi korban ke Rumah Aman Kota Tegal. Di tempat tersebut korban akan didampingi psikolog dan diberikan terapi psikologi.
Sekitar dua bulan lalu, Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Puspa Kota Tegal juga menangani kasus kekerasan seksual di dalam keluarga. Kala itu, seorang perempuan dicabuli ayah kandungnya hingga hamil.
Hamidah mengemukakan, selama pandemi, ancaman kekerasan seksual di lingkungan keluarga meningkat. Sebab, orangtua yang tak bekerja lebih banyak tinggal di rumah bersama anak. Momen itu yang sering kali dimanfaatkan predator seksual melancarkan aksinya.