Terbukti Jual Beli Jabatan, Lima Penyuap Bupati Nganjuk Divonis 2 Tahun Penjara
Lima pejabat Pemkab Nganjuk divonis masing-masing dua tahun penjara karena terbukti jual beli jabatan. Para penyuap Bupati Nganjuk Novi Rahman ini juga didenda masing-masing Rp 100 juta subsider enam bulan penjara.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Lima pejabat daerah di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, divonis hukuman masing-masing dua tahun penjara karena dinilai terbukti melakukan jual beli jabatan. Para penyuap Bupati Nganjuk Novi Rahman ini dipidana denda masing-masing Rp 100 juta subsider enam bulan penjara.
Lima terdakwa tersebut adalah Camat Berbek Haryanto, Camat Pace Dupriono, Camat Loceret Bambang Subagio, Camat Tanjunganom Edie Srijanto, dan bekas Camat Sukomoro Tri Basuki Widodo. Vonis dibacakan oleh majelis hakim yang diketuai I Ketut Suarta dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Senin (8/11/2021).
”Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah. Menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun kepada terdakwa dan pidana denda sebesar Rp 100 juta, subsider enam bulan kurungan,” ujar Ketut Suarta.
Ketut Suarta menyatakan kelima terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan kedua, yakni Pasal 5 Ayat 1 UU Tipikor juncto Pasal 55 KUHP. Putusan majelis hakim tersebut sama persis dengan tuntutan jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Nganjuk.
Berdasarkan fakta persidangan yang diperoleh dari keterangan saksi-saksi, termasuk saksi ahli, pengakuan terdakwa sendiri, serta alat bukti, majelis hakim berkesimpulan perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 5 UU Tipikor. Tri Basuki Widodo, misalnya, terbukti memberikan uang Rp 20 juta dan Rp 700.000 kepada Novi Rahman melalui perantara.
Uang tersebut sebagai imbalan atas mutasi dan promosi jabatan yang diberikan Novi kepada terdakwa. Adapun Haryanto terbukti menawarkan jabatan Camat Loceret kepada Bambang Subagio yang sebelumnya menjabat Kepala Bagian Pemerintahan Pemkab Nganjuk.
Sebagai imbalan, Bambang diminta menyetorkan uang Rp 25 juta kepada Novi Rahman melalui ajudannya, Izza Muhtadi. Sementara itu, Dupriono menyerahkan uang Rp 50 juta sebagai imbalan atas pelantikannya menjadi Camat Pace.
Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah. Menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun kepada terdakwa dan pidana denda sebesar Rp 100 juta, subsider enam bulan kurungan. (I Ketut Suarta)
Pada Februari 2021, Bupati Nganjuk Novi Rahman mengadakan kegiatan mutasi dan promosi pejabat di lingkungan pemerintah daerah. Namun, kegiatan itu tidak sesuai prosedur karena tidak melalui seleksi kepegawaian yang benar. Bahkan, pengajuan pejabat yang akan dilantik kepada tim penilai dilakukan beberapa hari setelah pelantikan.
Ketut Suarta menambahkan, pihaknya mempertimbangkan beberapa hal yang memberatkan terdakwa dalam menjatuhkan hukuman. Hal yang memberatkan, terdakwa sebagai aparatur sipil negara dinilai tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme yang dilakukan oleh pemerintah pusat.
Adapun hal yang meringankan, para terdakwa belum pernah dihukum. Mereka juga bersikap baik dan sopan selama menjalani proses hukum. Selain itu, mereka masih memiliki tanggungan terhadap keluarga. Dalam putusannya, majelis hakim juga mempertimbangkan pembelaan atau pleidoi yang disampaikan oleh terdakwa dan penasihat hukumnya.
Menanggapi putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya tersebut, jaksa penuntut umum Andie Wicaksono mengatakan pihaknya memerlukan waktu untuk mempertimbangkannya. Jaksa penuntut umum Kejari Nganjuk tersebut tidak langsung menerima putusan meski materinya sama persis dengan tuntutan yang diajukan.
”Pikir-pikir dulu karena terdakwa juga melakukan hal yang sama. Kami mengantisipasi langkah hukum yang dilakukan oleh terdakwa,” ujar Andie.
Sementara itu, Adi Wibowo selaku kuasa hukum terdakwa Haryanto mengatakan kliennya keberatan dengan putusan majelis hakim. Pernyataan senada disampaikan Oktavianus selaku kuasa hukum terdakwa Dupriono, Bambang Subagio, Tri Basuki Widodo, dan Edie Srijanto.
Lima terpidana menjalani proses hukum setelah ditangkap oleh tim gabungan dari Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri dan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan, Minggu (9/5/2021). Mereka ditangkap bersama Bupati Nganjuk Novi Rahman dan ajudannya, M Izza Muhtadin.
Menerima hadiah
Novi Rahman ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan menerima hadiah atau janji berupa uang dari sejumlah camat dan kepala desa. Uang itu sebagai imbalan agar mereka mendapatkan promosi jabatan yang diinginkan. Dalam operasi tangkap tangan tersebut, barang bukti yang disita berupa uang Rp 647.900.000 dari brankas pribadi Novi.
Novi dan ajudannya, Izza Muhtadin, saat ini tengah menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya dalam berkas perkara terpisah. Selain menerima imbalan dari para camat, Novi juga didakwa menerima imbalan dari kepala desa saat melakukan pengisian seleksi perangkat desa.
Terdakwa selaku Bupati Nganjuk memaksa para kepala desa melakukan seleksi perangkat desa. Dalam proses seleksi itu mereka diminta menyerahkan uang masing-masing Rp 10 juta hingga Rp 15 juta. Dupriono, misalnya, selaku Camat Pace melaporkan bahwa perangkat desa di wilayahnya sanggup memberikan Rp 10 juta hingga Rp 15 juta per orang.
Selain itu, kepada Camat Prambon Kuwadi, terdakwa Novi meminta agar 35 jabatan perangkat desa diisi dengan kompensasi Rp 15 juta untuk jabatan kepala seksi, Rp 20 juta untuk kepala urusan, dan Rp 30 juta untuk jabatan sekretaris desa. Namun, para kepala desa tidak menyanggupi karena nilai uangnya dianggap terlalu besar.
Atas perbuatannya itu, Novi didakwa dengan dakwaan berlapis, yakni melanggar Pasal 12 Huruf e UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, ia didakwa melanggar Pasal 5 Ayat 1 Huruf a dan Pasal 11 UU Tipikor.