Penyelesaian konflik Orang Rimba dan PT PKM agar ditangani adil. Dua warga Orang Rimba telah menyerahkan diri karena melukai petugas perusahaan. Mereka menanti aparat menindak penganiaya warga komunitas itu.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Seorang anak di komunitas Orang Rimba wilayah Sungai Terab, Kabupaten Batanghari, Jambi, Rabu (10/3/2021).
JAMBI, KOMPAS — Proses penyelesaian konflik antara komunitas adat Orang Rimba dan PT Primatama Kreasi Mas, anak usaha grup Sinar Mas Agro Resources and Technology, terus berjalan. Orang Rimba yang semula mengungsi ke hutan akhirnya kembali keluar untuk berdialog dengan aparat dan bersama-sama menyelesaikan konflik.
Salah satu pimpinan adat di wilayah Air Hitam, Sarolangun, Tumenggung Melayu Tuha, Senin (8/11/2021), mengatakan telah meminta anggotanya yang melepaskan tembakan sehingga melukai petugas keamanan perusahaan itu untuk menyerahkan diri kepada aparat penegak hukum. Dua di antaranya telah menyerahkan diri pada Sabtu lalu.
Ia pun sekaligus meminta aparat penegak hukum bertindak adil serta berupaya melihat persoalan ini secara lebih dalam.
”Kami bersedia bertemu dengan rajo (wakil aparat), tolong kami jugo diperhatiko (diperhatikan). Kami mumpa nio karano sumber penghidupon sudah helang (Kami jadi begini karena sumber penghidupan sudah hilang),” katanya.
Konflik antara Orang Rimba dan perusahaan berawal ketika sejumlah induk (perempun) rimba yang sedang memungut brondolan (remah buah sawit yang terbuang di tanah) didatangi petugas keamanan perusahaan itu. Petugas merampas buah sawit yang sudah dikumpulkan para induk.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Salah seorang pimpinan rombong Orang Rimba menunjukkan wilayah yang semula hutan mereka kini berubah menjadi kebun sawit swasta. Foto diambil pada Februari 2019.
Tindakan petugas membuat induk ketakutan sehingga berteriak-teriak histeris. Teriakan para induk membuat warga kelompok itu berdatangan. Setibanya di sana, warga yang bermaksud melindungi induk-induk malah dipukuli petugas.
Demi melindungi diri, mereka melepaskan tembakan senjata tradisional yang biasanya digunakan untuk berburu babi ke arah petugas. Tembakannya mengenai tiga satpam hingga terluka.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Jambi Komisaris Besar Mulia Prianto menyebutkan, dari tiga warga yang melepaskan tembakan, dua di antaranya telah datang untuk menyerahkan diri kepada pihak kepolisian. Keduanya berinisial BSL dan BSYG.
Mereka berasal dari kelompok Orang Rimba di wilayah Lubuk Jering, Sarolangun. Keduanya lalu dimintai keterangan penyidik Polda Jambi dan Polres Sarolangun dengan didampingi relawan dari Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi.
Selama proses perundingan, sejumlah warga dari komunitas adat itu terus berdatangan untuk turut menyerahkan senapan tradisional mereka kepada aparat polisi. Manager Program KKI Warsi, Robert Aritonang, mengatakan, Orang Rimba telah menyadari untuk menghormati hukum positif, selain hukum adat yang selama ini mereka taati.
Meski demikian, pihaknya mendorong kepolisian, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat untuk bijak menyelesaikan persoalan itu secara menyeluruh. Aparat penegak hukum juga diharapkan bertindak adil. Tidak hanya memproses hukum warga rimba yang melukai petugas perusahaan, tetapi juga sebaliknya. Petugas yang menganiaya warga rimba, merusak pondok-pondok, dan merusak kendaraan mereka juga ditindak.
Kompas
Kondisi Orang Rimba yang tinggal dalam hunian darurat di sekitar Jalan Lintas Sumatera, Kabupaten Merangin, Jambi. Karena tak punya lahan lagi, mereka kini menumpang hidup di bawah kebun sawit atau karet swasta dan warga sekitar. Kondisi lingkungan dan sanitasi yang buruk kerap memicu berbagai jenis penyakit. Foto diambil pada Februari 2019.
Dalam kasus konflik ini, lanjutnya, harus dilihat Orang Rimba sebagai korban yang tergusur ruang hidupnya. ”Konflik ini adalah puncak dari kesengsaraan yang dialami mereka karena ruang hidupnya yang telah berganti menjadi kebun sawit,” ujarnya.
Konflik ini adalah puncak dari kesengsaraan yang dialami mereka karena ruang hidupnya yang telah berganti menjadi kebun sawit.
Selain itu, persoalan psikologis yang dialami Orang Rimba juga memerlukan pemulihan. Terutama traumatik yang dialami perempuan dan anak-anak.
Kondisi itu dapat berdampak buruk dan memengaruhi perkembangan dan masa depan Orang Rimba. ”Harus ada jaminan pemulihan keamanan dan jaminan kehidupan yang setara sebagai warga negara,” katanya.
Wulan Suling, Head of Corporate Communications Sinar Mas Agribusiness and Food, mengatakan, terkait konflik yang terjadi, pihaknya mengupayakan solusi terbaik. Di sisi internal dilakukan pembenahan khususnya pada petugas keamanan perusahaan. Pembenahan itu bertujuan agar petugas lebih mampu menangani konflik sehingga ke depan diharapkan konflik tak lagi terjadi.