Itur Yuliastik Lestari Mengasah Daya Juang Generasi Muda
Itur Yuliastik Lestari (47) memberikan pendidikan lebih mendalam kepada para siswa yang datang untuk PKL di tempat usahanya. Hal ini dilakukan agar generasi muda saat ini lebih siap dan terampil di lapangan.
Itur Yuliastik Lestari merangkul generasi muda di Mertoyudan, Magaleng, untuk belajar berwirausaha sekaligus memberi pendidikan karakter untuk bisa mandiri. Tak kenal lelah, Itur terus membimbing mereka sambil berharap mereka bisa lebih siap saat harus memasuki dunia kerja.
Di tempat usaha milik Itur yang merupakan rumah produksi rempah Wedang Ndoro di Desa Sumberrejo, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, puluhan siswa silih berganti datang untuk menjalani pendidikan kerja lapangan (PKL). Mereka adalah siswa SMK dari berbagai jurusan, seperti akutansi, manajemen, dan teknologi pangan. Sebagian besar dari mereka adalah perempuan.
Itur adalah pemilik sekaligus pendiri CV Totalindo Gemilang, usaha yang bergerak di bidang minuman tradisional berbahan baku rempah, atau empon-empon. Usaha ini berdiri sejak 2018, tetapi sebenarnya Itur sudah menggeluti berbagai bidang usaha di sektor pertanian sejak 2008. Dari rangkaian pengalamannya menjalankan usaha tersebut, sejak tahun 2017 dia sering didatangi siswa dan menjadi tujuan kegiatan PKL.
Kepada para siswi, Itur selalu mengingatkan agar mereka tidak malu untuk melakukannya.
”Suatu saat perempuan akan menikah dan dinafkahi oleh suami. Tapi, bagaimanapun, perempuan harus mempersiapkan diri untuk menghadapi kondisi buruk saat suami sakit atau meninggal. Perempuan pun harus memiliki kemampuan, daya juang untuk hidup,” kata Itur saat ditemui pada Kamis (4/11/2021).
Kegelisahannya berawal ketika melihat siswa-siswa yang datang untuk PKL kelihatan sangat cekatan memainkan gawai, tetapi tidak bisa melakukan hal-hal sederhana, seperti memetik bayam. ”Mereka harus tahu bahwa masalah-masalah yang ditemui dalam hidup tidak cukup bisa diselesaikan dengan bertanya kepada Mbah Google,” ujarnya sembari tersenyum.
Pelaksanaan PKL bergantung pada sekolah mereka, biasanya dari tiga bulan hingga enam bulan. Semua materi pembelajaran tersebut diberikannya secara gratis, dan selama pelaksanaan PKL, para siswa diizinkan menginap di tempat usahanya, tanpa ditarik biaya apa pun.
Komitmennya untuk mendidik generasi muda, para peserta tersebut, dilakukan dengan menyusun kurikulum pembelajarannya sendiri. Dalam program pembelajaran inilah, siswa akan diberi berbagai materi, mulai dari teori tentang pengenalan diri dan manajemen hingga belajar melalui sejumlah kegiatan praktik langsung di lapangan, seperti praktik pengolahan bahan baku dan praktik masak dan bertahan hidup dengan bahan-bahan yang ada di alam. Itur mengajarkan semua proses produksi, termasuk mencangkul.
Pembelajaran selama PKL sengaja dikemas sebagai upaya pembentukan karakter dan mental para siswa agar nantinya lebih siap untuk bekerja di lapangan. Salah satu caranya ialah membagi peserta PKL dalam kelompok untuk bertanggung jawab pada pertanian di satu bidang tanah.
”Dari pelatihan inilah, mereka belajar untuk bekerja sama dengan rekannya satu kelompok, dan belajar bagaimana bersaing secara sehat, tidak berlaku curang dengan kelompok lainnya,” ujarnya.
Kebanyakan peserta PKL yang diterima Itur adalah siswa yang mengalami masalah, seperti korban kekerasan dalam rumah tangga, korban pelecehan seksual, atau ditelantarkan oleh keluarganya.
Dalam mendidik, Itur merasa kesiapan dan ketenangan psikologis menjadi dasar utama memulai aktivitas belajar ataupun bekerja. Untuk itulah, dia membantu para siswi memulihkan diri dari trauma. Salah satu bentuk pendampingan dan upaya pemulihan yang dilakukannya adalah dengan menyediakan diri menjadi teman curhat sekaligus memotivasi mereka.
Salah satu siswa PKL, misalnya, dikenalnya sebagai sosok yang pendiam dan kurang percaya diri. Setelah beberapa hari mengenal dan mengajaknya berkomunikasi, akhirnya Itur mengetahui bahwa kondisi tersebut bermula dari kondisi anak tersebut yang ditelantarkan ibu tirinya, kurang mendapat perhatian, dan sering tidak diberi makan.
Mengetahui cerita tersebut, Itur menghindari pendekatan dengan mengasihani. Sebaliknya, dia justru memberi motivasi dengan memuji. ”Waktu itu saya bilang, kamu hebat. Kamu luar biasa karena sudah bisa melalui pengalaman seperti itu,” ujarnya.
Kepada semua siswa PKL, dia pun mengajari mereka untuk memaafkan semua orang yang telah menyakiti dan berkontribusi pada masalah mereka di masa lalu. Dendam dan kemarahan, menurut dia, menjadi hal yang selalu menghambat pengembangan diri di masa depan.
Terkait hal ini, dia pun sering mencontohkan apa yang sudah dilakukannya, yaitu memaafkan semua sahabat, teman dekat, yang pernah menjadi mitra bisnis dan kemudian menipunya. ”Pada suatu titik, saya sudah menelepon dan memaafkan mereka semua. Pada saat itulah, saya merasakan kelegaan luar biasa dalam hati saya,” ujarnya.
Saat PKL sudah selesai, pembelajaran dan pengajaran kepada para siswa tidak lantas berhenti begitu saja. Hingga kini, Itur masih terus membuka diri dan berkomunikasi dengan semua siswa yang pernah menjalani program PKL di tempat usahanya.
Melalui sebuah grup percakapan, komunikasi Itur dan para siswi bisa berkembang ke berbagai hal. Dari mulai hal pribadi hingga saran pengembangan usaha. ”Selamanya mereka akan tetap menjadi anak didik dan sekaligus menjadi bagian dari keluarga saya,” ujarnya.
Pengalaman
Sedari kecil, Itur bercita-cita ingin berwirausaha. Hal itu dibuktikannya dengan mulai memproduksi dan menjual emping melinjo saat kelas dua SD dan membuka jasa pengetikan karya tulis saat SMA.
Tahun 1993, setelah lulus SMA, sebagai bagian dari upayanya untuk berwirausaha, dia pun menyadari harus terlebih dahulu belajar banyak hal, dengan bekerja, terjun ke berbagai sektor, dan merasakan bekerja di berbagai posisi dan jabatan. Pada tahap awal, kesungguhannya untuk belajar dibuktikannya dengan bekerja sebagai pelayan toko.
Tidak tahan dengan rutinitas bekerja sebagai bawahan, Itur mengaku tidak betah dan menangis setiap hari. Namun, karena nasihat dari ayahnya, akhirnya justru membuat dia kembali bersemangat.
”Kata ayah saya waktu itu, kalau memang ingin jadi orang besar, semestinya saya bisa memulainya dengan bertahan mengerjakan tugas-tugas kecil,” kenangnya.
Setelah itu, dia menekuni berbagai bidang pekerjaan lain dengan berpindah-pindah tempat. Dia juga menjalani keinginannya berwirausaha, dengan mencoba berbagai bidang, mulai dari berjualan mi ayam, membuka toko kelontong, hingga bermitra dengan pabrikan untuk menjalankan usaha di bidang pertanian.
Dalam rangkaian panjang pengalamannya bekerja inilah, Itur ditempa oleh beragam masalah, mulai dari ditipu oleh rekan, sahabat yang menjadi mitra kerja, hingga dirugikan karena dampak bencana atau cuaca.
Tahun 2008, dia menjadi koordinator aktivitas pertanian cabai, untuk memasok cabai bagi industri tertentu. Tidak cukup puas menjadi koordinator, Itur yang sama sekali tidak bisa bertani kemudian mencoba bertani di atas lahan sewaan. Aktivitas itu pun terus dijalankannya dengan menyewa lahan berpindah-pindah tempat.
Lalu, tahun 2012, setelah mengetahui manfaat dari sejumlah daun, dia pun mengembangkan bisnis membuat teh herbal. Kini, dia sudah berhasil mengembangkan enam jenis teh dari enam daun tanaman yang berbeda-beda.
Sembari menjalankan bisnis teh, Itur terus menjalankan usaha di sektor pertanian. Setelah beberapa kali terkena bencana, termasuk terdampak erupsi Merapi pada tahun 2010, Itur kembali merugi karena tanamannya diterjang angin puting beliung.
Di tengah situasi kalut dan sedih karena nyaris bangkrut inilah, tahun 2020, Itur justru dihubungi oleh bekas kakak kelasnya di sekolah, yang kemudian meminta dia untuk mengelola tanah milik keluarganya di Desa Sumberrejo, Kecamatan Mertoyudan. Luas tanah tersebut mencapai 3,2 hektar.
Saat pandemi itulah, Itur tergerak untuk membuat minuman tradisional berbahan rempah dan empon-empon. Pada tahap awal, dia langsung terpikir membuat wedang uwuh. Agar dapat menghasilkan produk yang benar-benar berbeda dan lebih berkualitas, Itur mencoba membeli, mencicipi aneka wedang yang diproduksi dari beberapa kota, dan mencoba memperbaiki rasa serta kualitas bahan-bahan yang dipakai.
Pengembangan ragam produk wedang terus dilakukan, hingga kini dia memiliki enam jenis wedang dan enam jenis teh daun. Produk unggulan yang paling laris dijual ialah wedang bledeg, yaitu wedang rempah dengan potongan cabai kering yang juga memberikan sensasi pedas di tenggorokan saat meminumnya.
Itur memiliki 10 karyawan tetap serta lebih dari 10 karyawan lepas, termasuk di antaranya dari siswa yang menjalani PKL. Dari usahanya ini, dia mendapatkan omzet berkisar Rp 45 juta hingga Rp 65 juta per bulan. Bersama karyawannya, dia memproduksi 2.000-3.000 sachet minuman herbal, yang biasanya langsung dikirim ke 35 distributor di seluruh Indonesia.
Ke depan, selain memproduksi minuman herbal, dia pun ingin memanfaatkan tanah seluas 3,2 hektar tanah milik rekannya tersebut untuk menjadi agrowisata tanaman herbal.
Menulis buku
Itur menuliskan semua pengalaman jatuh bangunnya dalam usaha pertanian dalam sebuah buku. Buku tersebut menjadi semacam diktat, yang di dalamnya terdapat foto-foto serta cerita tentang berbagai pengalamannya, mulai dari pengalaman mengatasi hama, saat pertama kali memetik panen, hingga pengalaman apa yang dilakukan saat tanaman terkena bencana, seperti angin puting beliung. Buku inilah yang menjadi buku wajib, buku pegangannya, saat diundang menjadi narasumber untuk pelatihan-pelatihan yang melibatkan petani.
Ke depan, dia berencana menuliskan pengalamannya merintis usaha minuman tradisional ke dalam sebuah buku. Dengan menerbitkan buku tersebut, dia berharap semua pengalamannya bisa menginspirasi orang lain untuk bangkit dan memulai usaha.
Baca Juga : Truman Simanjuntak Menggali Nilai Lewat Arkeologi
Banyak pengalaman yang dilaluinya, menurut dia, adalah pengalaman yang tidak menyenangkan dan merupakan bagian dari perjalanan yang sulit dilalui. Namun, Itur mengaku tidak menyesali semua pengalaman, dan merasa harus berterima kasih kepada semua orang yang telah menipu dan memberinya pengalaman yang tidak enak tersebut.
”Semua pengalaman buruk itulah yang menempa dan membawa saya pada posisi saat ini. Saya harus berterima kasih kepada semua orang yang menyakiti karena dari merekalah saya justru belajar banyak hal, dan terlatih mengubah musibah menjadi berkah,” ujarnya.
Itur Yuliastik Lestari
Lahir : Magelang, 8 Juli 1973
Pendidikan terakhir : SMA Negeri 1 Muntilan
Pekerjaan :
- Pemilik CV Totalindo Gemilang
- Ketua Kelompok Tani Sumber Urip Desa Sumberrejo