Gugatan pada Korporasi Terkait Karhutla di Jambi Ditolak, Walhi Banding
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jambi menolak gugatan Walhi dengan alasan tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara. Hakim juga menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 4,53 juta.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
Kompas
Asap membubung di konsesi hak pemanfaatan hutan PT Putra Duta Indah Wood, Pematang Raman, Kecamatan Kumpeh Ilir, Kabupaten Muaro Jambi, Selasa (14/10/2015). Lebih dari 100 personel pemadam gabungan yang dikerahkan ke lokasi belum mampu mengendalikan asap kebakaran yang terus keluar dari balik permukaan gambut kering. Areal terbakar diperkirakan 350 hektar.
JAMBI, KOMPAS — Wahana Lingkungan Hidup Indonesia mengajukan banding gugatan pertanggungjawaban mutlak terhadap dua korporasi di Jambi. Gugatan itu sebelumnya telah ditolak Pengadilan Negeri Jambi.
Kuasa hukum Walhi, Ramos Hutabarat, mengatakan, pihaknya pada April lalu menggugat pertanggungjawaban mutlak (strick liability) dua korporasi yang arealnya mengalami kebakaran parah pada 2015, 2017, dan 2019. Hingga kini Walhi menilai belum ada upaya serius pemulihan lingkungan yang rusak. Namun, gugatan itu ditolak Majelis Hakim Pengadilan Negeri pada putusan sela 28 Oktober lalu. Pihaknya baru mendapatkan hasil putusan itu pekan lalu.
”Kami sangat kecewa atas putusan tersebut karena tidak sesuai dengan isi gugatan. Karena itu, kami menyampaikan gugatan banding,” kata Ramos, Sabtu (6/11/2021).
Ramos melihat ada ketidaksesuaian antara materi yang digugat dan poin penolakan. Pihaknya menggugat tanggung jawab mutlak perusahaan untuk pemulihan lingkungan mencapai total Rp 200 miliar. Nilai itu terdiri dari Rp 101 miliar untuk perusahaan tergugat I dan Rp 98 miliar untuk perusahaan tergugat II. Selain itu, tuntutan untuk pemulihan bersama kedua perusahaan pada wilayah yang beririsan senilai Rp 800 juta.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Kayu hasil pembalakan dialirkan melewati kanal sebuah konsesi hak pengusahaan hutan di wilayah Kumpeh, Muaro Jambi, Selasa (8/10/2019). Tim patroli udara Satuan Tugas Karhutla dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana mendapati pembalakan marak di saat areal hutan terbakar sangat luas.
Sebagai pemegang izin konsesi hutan negara, katanya, perusahaan harusnya memenuhi tanggung jawab mencegah kebakaran hutan dan lahan. Apalagi arealnya merupakan gambut yang sangat memerlukan kondisi basah. Karena itu, upaya pembasahan (rewetting) mutlak diperlukan. Fakta di lapangan, kedua perusahaan tidak serius melakukannya sehingga potensi kebakaran terus terjadi.
Namun, lanjut Ramos, majelis hakim menolak gugatan pihaknya dengan alasan tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara tersebut. Bahkan, hakim menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 4,53 juta.
Putusan tersebut dikhawatirkan melemahkan semangat pemulihan lingkungan yang rusak. (Abdullah)
Yandri Rony dari Humas Pengadilan Negeri Jambi Rony membenarkan perihal putusan sela tersebut. Ia menjelaskan, gugatan itu belum masuk pada materi pokok. Namun, pihak penggugat mengajukan gugatannya untuk membatalkan surat keputusan yang dibuat oleh pejabat pemerintah.
”Jika terkait itu, berarti merupakan wewenang Pengadilan Tata Usaha Negara. Pengadilan Negeri Jambi tidak berwenang mengadilinya,” katanya. Karena itu, lanjut Yandri, Walhi harus mengajukan gugatannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Namun, menurut Ramos, gugatan pihaknya tidak satu pun mempersoalkan perihal surat keputusan. Pihaknya hanya menggugat pertanggungjawaban mutlak atas kerusakan lingkungan yang disebabkan kebakaran dalam konsesi korporasi. ”Untuk hal ini masuk ke dalam ranah hukum perdata,” jelasnya.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Tim pos jaga karhutla ditempatkan di wilayah paling rawan kebakaran di Kumpeh, Muaro Jambi, Jambi, Sabtu (12/6/2021). Tim terdiri dari TNI, Polri, Dinas Kehutanan, serta Badan Penanggulangan Benacana Daerah di Jambi.
Terkait isi putusan hakim, kuasa hukum PT Putra Duta Indah Wood, salah satu perusahaan yang didugat oleh Walhi, Rosmery Panggabean, menyatakan, pihaknya mengapresiasi putusan majelis hakim. Selain itu, perusahaan berkomitmen terus mengupayakan pemulihan lingkungan yang rusak akibat kebakaran.
Di tempat berbeda, Direktur Walhi Jambi Abdullah menilai putusan tersebut dikhawatirkan melemahkan semangat pemulihan lingkungan yang rusak. Padahal, musibah kebakaran dan kabut asap pada 2015 telah menimbulkan trauma bagi masyarakat. Bahkan, pada saat itu korban sakit dan jiwa bertumbangan akibat terpapar asap kebakaran.
Adapun berdasarkan data Bidang Penataan Lingkungan Hidup Provinsi Jambi yang dikutip Jurnal Sains Sosio Humaniora Nomor 2, Desember 2020, luas kebakaran hutan dalam areal PT Pesona Belantara Persada (PBP) selaku tergugat I mencapai luas 18.212 hektar, sedangkan kebakaran pada areal konsesi Putra Duta Indah Wood (PDIW) selaku tergugat II seluas 16.327 hektar. Sementara, berdasarkan analisis Walhi, kebakaran pada areal kedua korporasi tahun 2019 seluas 20.850 (areal tergugat I) dan 20.693 hektar (areal tergugat II).