Transportasi Penggerak Hidup Warga Jawa Timur
Surabaya Raya dan Malang Raya menjadi simpul utama transportasi Jawa Timur sekaligus hubungan sosial budaya yang saling menguatkan warga dengan kesamaan latar belakang kebudayaan Arek.

Tambahan 8 unit Suroboyo Bus untuk melayani rute Terminal Intermoda Joyoboyo - Jalan Majen Jono Soewojo di Surabaya, Jawa Timur, Senin (23/8/2021).
“Kalau mau ke Malang naik apa, Cak?, ” tanya seorang pemuda, calon jurnalis Kompas kepada kernet angkutan umum di tepi Jalan Raya Wonokromo, Surabaya, Jawa Timur, suatu malam di akhir 2004.
“Gampang, lha banyak pilihan, bisa naik Bison atau sampeyan maunya Tentrem, Restu, Menggala, atau naik Penataran,” kata si kernet.
Sempat bingung tetapi setelah tanya sana sini Kompas akhirnya paham maksud si kernet. Bison yang dimaksud bukan bukan hewan melainkan merek mobil penumpang umum (MPU) jenis minibus. Tentrem, Restu, Menggala nama perusahaan otobus dengan pelayanan trayek dari Terminal Purabaya (Sidoarjo) sampai Terminal Arjosari (Malang). Penataran kompleks candi di Blitar yang diabadikan menjadi nama kereta api relasi Surabaya-Malang-Blitar.
Lima belas tahun kemudian, mobilitas warga Surabaya-Malang kian mesra dan kuat dengan jalan tol. Sebelum ada tol, waktu tempuh dari jantung Kota Surabaya ke pusat Kota Malang yang terpisah hampir 100 kilometer (Km) dengan angkutan umum bukan KA setidaknya 2,5 jam lewat jalan raya yang melintasi Sidoarjo dan Pasuruan. Kena macet, waktu tempuh bisa berkali-kali lipat.
Baca juga: Surabaya Kota Kampung yang Menjaga Ciri Khasnya

Ruas jalan tol Pandaaan-Malang merupakan salah satu ruas tol yang menjadi konsensi PT Jasa Marga (Persero) Tbk.
Hampir tiga tahun ini, dengan pengoperasian tol, perjalanan warga Arek (Surabaya-Malang) menghebat meski mayoritas dengan mobil atau bukan dengan angkutan umum. Beperjalanan lewat tol memangkas jarak dan waktu, pas dengan karakter prasarana bebas hambatan kecuali ada kecelakaan.
Kendati demikian, kalangan penglaju Surabaya-Malang masih mengandalkan bus dan KA untuk mobilitas ekonomi dan pendidikan. Lihatlah sekumpulan orang yang menunggu lalu naik Restu dan Tentrem di emper pertokoan Singosari, Malang, Selasa (2/11/2021) jelang pukul 05.00 WIB. Pemandangan serupa juga terlihat di akses keluar bus di Purabaya atau di tepi-tepi jalan raya yang dilintasi angkutan umum sepanjang Surabaya-Malang.
Bus ekonomi bertarif Rp 15.000 per penumpang bermula dari Arjosari Malang melewati jalan raya Singosari-Pandaan lalu masuk tol Pandaan sampai keluar di Waru dekat dengan Purabaya. Bus patas bertarif Rp 35.000 per penumpang dari Arjosari tidak melewati jalan raya Singosari-Pandaan karena sudah masuk tol Singosari sampai keluar di Waru dan berakhir di Purabaya.
Baca juga : Program Bus Listrik Diperluas ke Sejumlah Kota di Indonesia

Suasana pintu keluar Tol Pandaan-Malang Seksi III di Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, 28 Desember 2019, dengan latar belakang Gunung Arjuno di kejauhan.
Gerbangkertasusila
Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak mengatakan, bus dan KA menjadi tulang punggung transportasi umum dalam provinsi berpopulasi 40 juta jiwa ini. Relasi terkuat yakni Surabaya dengan sekitarnya atau aglomerasi Gerbangkertasusila (Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Lamongan) dan Surabaya-Malang.
Emil mengatakan, Surabaya Raya (Surabaya-Sidoarjo-Gresik) menjadi kawasan utama atau ring 1 ekonomi Jatim dengan standar upah minimum bagi buruh sudah setara Jabodetabek (Jakarta-Bogor-Tangerang-Depok-Bekasi). Industri di kawasan megapolitan ini cenderung lebih padat modal dan teknologi sehingga pengembangan transportasi pendukung lebih mengedepankan konektivitas.
“Perlu peningkatan konektivitas Surabaya terutama dengan kawasan industri karena Surabaya menjadi pusat sumber daya manusia,” kata Emil. Di Surabaya, jaringan jalan tol ke Sidoarjo-Gresik dan seterusnya baru berada di sisi barat dengan potensi kemacetan. Jakarta sebagai tolok ukur sudah memiliki tiga lapis jalan lingkar terutama tol.
Baca juga: Merindu Denyut Budaya Balai Pemuda

Jalan Tol Krian-Legundi-Bunder-Manyar yang menghubungkan Sidoarjo dan Gresik di Jawa Timur pada Kamis (21/11/2019) saat masih dalam pembangunan.
Peningkatan konektivitas bisa ditempuh setelah ada landasan yakni Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi di Kawasan Gerbangkertasusila, Kawasan Bromo-Tengger-Semeru, serta Kawasan Selingkar Wilis dan Lintas Selatan. Aturan itu memberi lampu hijau untuk pembangunan tol dalam kota di sisi timur atau Surabaya Eastern Ring Road.
Melalui aturan tadi, Jatim dengan KfW, konsorsium perbankan pembangunan Jerman, sedang mengupayakan peningkatan kapasitas perkeretaapian. Sampai kini, jaringan KA Gerbangkertasusila dalam koridor utara-selatan yakni Gresik-Pasar Turi-Surabaya Kota-Gubeng-Wonokromo-Sidoarjo. Ada sumbatan terutama di pusat kota yakni Pasar Turi-Surabaya Kota-Gubeng yang masih satu jalur sehingga perlu dijadikan dua jalur.
Peningkatan menjadi dua jalur dan elektrifikasi Wonokromo-Waru atau sampai Sidoarjo bahkan Porong perlu diwujudkan. Dengan begitu akan mengurangi beban kemacetan akibat penggunaan kendaraan pribadi Surabaya-Sidoarjo melalui jalur tengah.

Jalan Raya Porong yang terendam banjir, Sidoarjo, Sabtu (19/1/2019). Banjir membuat jalan Raya Porong tidak bisa dilalui dan pengendara dilewati jalan lingkar.
Situasi ideal ini bisa terwujud tetapi menuntut Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali mengatasi puluhan pelintasan sebidang mengingat nantinya setiap 15 menit kereta melintas. Pelintasan strategis menjadi jalan layang atau terowongan sedangkan yang tidak penting apalagi ilegal harus segera ditutup.
Baca juga : Jawa Timur Matangkan Proyek Trem Otonom Surabaya Raya
Untuk koridor timur-barat menghubungan Kampus Universitas Negeri Surabaya (barat) di Lidah Wetan dengan Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember di Sukolilo dan Kampus Universitas Airlangga (timur) di Mulyorejo dengan pembangunan LRT. Saat ini koridor timur-barat sudah dilayani dengan Suroboyo Bus. Jatim juga menjajaki pembangunan trem otonom Surabaya-Bangkalan melalui Jembatan Suramadu (Surabaya-Madura) atau penyeberangan Ujung-Kamal.
Menurut Statistik Komuter Gerbangkertasusila 2017 oleh BPS, penglaju harian di aglomerasi ini sekitar 425.000 jiwa. Mayoritas menuju Surabaya yakni 175.000 jiwa atau 42 persen. Saat ini, penglaju harian di Gerbangkertasusila diperkirakan sudah dua kali lipat atau 850.000 jiwa dimana 350.000 jiwa di antaranya tujuan Surabaya.

Pesepeda melintasi Jalan Darmo yang ditutup untuk umum, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (5/7/2020) saat Covid-19 melanda.
Pergerakan manusia yang amat banyak itulah perlu diakomodasi dengan penyediaan angkutan massal yang prima. Mobilitas dengan kendaraan pribadi yang terus bertambah seiring peningkatan populasi melahirkan kemacetan dan persoalan sosial terutama penurunan produktivitas SDM.
Kepala Dinas Perhubungan Surabaya Irvan Wahyudrajad mengatakan, berbagai opsi pengembangan transportasi umum bus dan kereta di ibu kota Jatim tersebut terus dijajaki. Pelayanan Suroboyo Bus ditingkatkan serta diperkuat dengan jaringan pengumpan (feeder) minibus dan trunk bus lewat skema pembelian layanan (buy the service) dari Kementerian Perhubungan.
Suroboyo Bus yang telah beroperasi melayani rute Purabaya-Rajawali, Unesa-ITS, MERR, dan Terminal Intermoda Joyoboyo-Jono Soewoyo. Adapun pengumpan sedang disiapkan sebanyak 1.200 kendaraan untuk melayani 71 trayek yang terkoneksi dengan halte-halte Suroboyo Bus. Selain itu, 150 bus BTS yang akan diterima sampai tahun depan akan melayani sembilan rute yang juga terkoneksi dengan Suroboyo Bus.
“Penguatan dan peningkatan transportasi di Surabaya akan meningkatkan produktivitas kerja warga yang bermobilitas,” kata Irvan.
Baca juga : Jelang Lebaran, Stasiun dan Terminal Bus di Malang Lengang

Suasana Stasiun Malang, Jawa Timur, terlihat dari atas viaduct di Jalan Patimura, Klojen, Kota Malang, Jawa Timur, Selasa (2/11/2021).
Surabaya-Malang
Jalur Surabaya-Malang pun ramai penglaju. Hadi Supeno, Kepala Satuan Pelaksana Terminal Arjosari mengatakan, bus menjadi angkutan umum andalan penglaju tujuan Surabaya. Sebelum serangan pandemi Covid-19 atau Januari 2020, kedatangan penumpang dari Surabaya tercatat 26.033 orang dengan 858 perjalanan bus pergi pulang atau rit. Keberangkatan 37.824 orang dengan 2.164 rit.
Namun, pandemi sejak Maret 2020 mengakibatkan penumpang bus anjlok 90 persen. Juni 2020 atau selepas Lebaran, penumpang turun cuma 652 orang dengan 558 rit sedangkan keberangkatan 1.503 orang dengan 495 rit. Penumpang meningkat seiring situasi pandemi melandai dua bulan terakhir. Kurun Oktober 2021, penumpang berangkat 8.659 orang dengan 2.261 rit sedangkan yang turun 5.615 orang dengan 2.261 rit.
Manajer Hubungan Masyarakat PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 8 Surabaya Lukman Arif mengatakan, para penglaju juga memanfaatkan moda perkeretaapian. KA Tumapel melayani Surabaya-Malang. KA Penataran melayani Surabaya-Malang-Blitar dan di tujuan berganti nama menjadi KA Rapih Dhoho. Dari Blitar, Rapih Dhoho melintasi melalui Tulungagung-Kediri-Kertosono-Jombang-Mojokerto dan berakhir Surabaya.

Suasana gedung baru di Stasiun Malang, Jawa Timur, masih terlihat lenggang oleh penumpang, Selasa (2/11/2021). Gedung yang memiliki kapasitas 2.500 orang penumpang ini dioperasikan secara resmi, Mei lalu.
Dalam situasi normal sehari, Penataran bertarif Rp 12.000 per penumpang menempuh delapan kali perjalanan pergi pulang. Tumapel bertarif Rp 10.000 per penumpang hanya dua kali pergi pulang. Ada juga KA Arjuno Express yang sementara ini terhenti karena dampak pandemi serta KA jarak jauh dari dan ke Malang yang melalui Surabaya.
KAI mencatat, sepanjang September 2021 ada 3.578 penumpang KA lokal dari Malang ke Surabaya. Bulan berikutnya jumlah melonjak menjadi 22.048 orang. “Untuk penumpang dari Surabaya ke Malang jumlahnya setara karena mayoritas penglaju sedangkan dalam masa pandemi okupansi masih dibatasi maksimal 70 persen dari kapasitas,” ujar Lukman.
Lihat juga : Surabaya Tambah Keberangkatan Kereta Api Jarak Jauh
Sejarawan Universitas Negeri Malang Dwi Cahyono mengatakan, relasi Surabaya-Malang terekat terlebih dahulu melalui perkeraapian di masa kolonial. Pada awalnya, Belanda membangun rel Surabaya-Pasuruan melalui Bangil. Namun, pada 1860, Belanda memperpanjang rel dari Bangil sampai ke Malang. Di kota ini terdapat Stasiun Malang Kota Baru dan Malang Kota Lama.
Dwi menerangkan, Kota Baru untuk stasiun penumpang karena posisi berdekatan dengan permukiman warga Belanda di kawasan Rampal dan sekitarnya. Saat Thomas Karsten merancang perencanaan kota (Bouwplan II), Kota Baru berubah menghadap ke barat atau Jalan Trunojoyo. Kota Lama untuk barang karena di sekitarnya banyak pergudangan. Seiring waktu, berkembang perkebunan di Kabupaten Malang. Posisi Kota Malang sebagai pengepul dan menjual hasil pertanian sehingga Belanda membangun jalur lori dan trem.

Stasiun Malang Kotalama Foto: Diambil dari Website KAI
Tak Dipungkiri, perkotaan di Jawa Timur membutuhkan konektivitas tinggi. Sudah saatnya warga mendapatkan pelayanan transportasi umum yang kian layak dan kian banyak pilihan.