Jalan Berliku Reaktivasi Trem Surabaya-Malang
Manajemen dan dukungan publik yang buruk menjadi sangkakala kematian trem di Surabaya dan Malang. Ambisi menghidupkan kembali trem terbentur pembiayaan dan persaingan dengan moda transportasi lain dan kendaraan pribadi.

Perbandingan Jalan Veteran di kawasan Jembatan Merah di zaman dulu saat masih ada lintasan trem dengan kondisi saat ini di Surabaya, Selasa (13/6/2017). Kawasan tersebut belum banyak berubah dari dulu. Masih didominasi gedung zaman kolonial.
Kenangan semasa remaja yang akrab dengan trem uap dan listrik masih melekat di benak, Sri Lestari (70), warga Surabaya, Jawa Timur. Moda transportasi yang pernah menjadi angkutan primadona atau andalan masyarakat Surabaya itu pupus pada 1978.
”Sampai 1967, waktu saya masih SMP, dari rumah ke sekolah naik trem uap atau trem listrik rutenya Wonokromo ke Kebonrojo,” kata Sri Lestari di Sidoarjo, Rabu (3/11/2021).
Stasiun trem Wonokromo masih berdiri, tetapi nyaris ambruk di area Terminal Joyoboyo. Halte Kebonrojo sudah berubah beberapa kali dan menjadi tempat penumpang menunggu angkutan dekat Kantor Pos Pusat Surabaya.

Rancangan desain proyek trem Surabaya, Jawa Timur.
Kala itu, Sri Lestari membeli tiket trem secara abonemen. Dengan cara itu, tiket bisa digunakan sampai sebulan untuk trem uap dan listrik.
”Naik trem hemat waktu dan ongkosnya lebih murah daripada bemo (roda tiga) atau bus kota yang masih jarang,” katanya. Tarif trem ketika itu 15 sen untuk kelas I, sedangkan 10 sen untuk kelas II.
Kurun 1970-1978 menjadi periode gelap dan kematian trem Surabaya. Tanda-tanda pengoperasian trem menuju kepunahan sudah terlihat karena tidak mendapat dukungan penuh dari rakyat pengguna. Banyak penumpang naik turun seenaknya dan tidak membayar. Itulah yang membuat Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA), sekarang PT Kereta Api Indonesia (KAI), selaku pengelola, merugi dan akhirnya menutup operasi trem.
”Padahal, naik trem selalu penuh, desak-desakan, tetapi menjadi pilihan bagi saya karena paling memudahkan untuk ke sekolah waktu itu,” ujarnya.

Bekas bangunan dipo trem uap yang dulu dioperasikan perusahaan kereta api swasta Jawa Timur Oost-Java Stoomtram maatschappij (OJS) masih berdiri kokoh, Sabtu (6/2/2016) pagi di Wonokromo, Surabaya, Jawa Timur.
Baca juga : Jawa Timur Matangkan Proyek Trem Otonom Surabaya Raya
Asa kebangkitan trem dari kematian sempat terpercik di masa Menteri Sosial Tri Rismaharini memimpin Surabaya kurun September 2010-Desember 2020. Saat menjabat Wali Kota Surabaya, Risma mengupayakan perbaikan dan pembangunan stasiun, depo, dan halte trem. Salah satunya lewat perobohan bangunan untuk halte trem di Jalan Simpang Dukuh dan Jalan Gubernur Suryo.
Pemerintah Kota Surabaya telah mendapatkan peta jaringan jalur trem peninggalan masa kolonial yang di masa modern terkubur jalan aspal. Bahkan, Jalan Raya Gubeng yang ambles pada Desember 2018 mencuatkan fakta pernah ada jalur trem listrik di sepanjang prasarana itu.
Namun, pengoperasian kembali trem membutuhkan biaya Rp 4,5 triliun yang setara setengah APBD Kota Surabaya. Biaya jumbo di mana pusat tidak membantu jelas membahayakan Surabaya jika memaksakan diri menghidupkan trem. Surabaya terpaksa menyerah.
”Proyek trem belum bisa dihidupkan lagi karena ada program yang sudah berjalan, seperti Suroboyo Bus, dan program transportasi lainnya yang segera diaplikasi dan perlu pengembangan,” kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi.
Baca juga : Trem Surabaya Tertunda Lagi

Suroboyo Bus melintasi Jalan Raya Darmo, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (4/11/2021). Suroboyo Bus itu melayani rute Purabaya-Rajawali yang merupakan trayek perdana sejak 7 April 2018.
Jaringan trem Surabaya merupakan bagian jejaring rel kereta dan trem di Jatim peninggalan Hindia-Belanda. Di Nusantara, jaringan rel awalnya dibangun di Semarang-Vorstenlanden pada Juni 1864 oleh perusahaan swasta Nederlansch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM). Keberhasilan itu mendorong Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda membangun jaringan kereta api negara melalui Staatsspoorwegen (SS) mulai April 1875 dengan rute Surabaya-Pasuruan-Malang di wilayah Jatim.
Setelah itu, berlomba-lomba sejumlah perusahaan swasta ”nimbrung”, di antaranya, membangun jaringan trem. Oost-Java Stoomtram Maatschappij (OJS) membangun jaringan rel kereta dan trem di Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, dan Jombang. Pembangunan jaringan trem juga melebar ke Pulau Madura, Malang, Trenggalek, dan Madiun. Jalur trem untuk penumpang di perkotaan diteruskan ke kawasan perkebunan untuk dilewati oleh lori atau kereta barang pengangkut komoditas andalan Hindia-Belanda.
Di Malang, jaringan trem uap dibangun dan dikelola oleh Malang Stoomtram Maatschappij (MS). Perusahaan ini mendapat konsesi pembangunan jalur trem 1894-1901 yang dapat diperbarui. Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid I (1997) menjelaskan trem adalah angkutan jarak dekat dan hanya mengangkut penumpang. Situasi itu berbeda dibandingkan dengan KA yang melayani jalur panjang lintas kabupaten/kota hingga provinsi di Indonesia. Di Malang ada 9 trayek trem uap.

Jalur Trem di Malang Raya Foto: Dokumentasi Malang Tramway
Perjanjian kerja sama pengoperasian trem oleh MS dengan Hindia-Belanda sebenarnya berlangsung 99 tahun sehingga idealnya kontrak berakhir sebelum pergantian milenium (2000). Namun, kemerdekaan Indonesia membuat seluruh aset perkeretaapian Hindia-Belanda dinasionalisasi oleh Indonesia dan diserahkan untuk dikelola oleh Djawatan Kereta Api atau kini PT Kereta Api Indonesia (Persero). Seiring waktu, pengelolaan trem merugi dan kalah bersaing dengan moda transportasi lainnya sehingga mati.
Baca juga : Menutup Kisah Kejayaan Trem Uap Malang
Keberadaan trem uap di Malang mendahului peresmian sebagai kotapraja pada 1914. Blimbing (1879) dan Jagalan (1897) adalah dua stasiun utama trem di Malang. Namun, keberadaan trem itu pun pupus.
Angkutan massal
Endiarto ”Totok” Wijaya dari Komunitas Railfans Malang +444 berpendapat, Malang saat ini membutuhkan transportasi massal yang memadai. Ia berharap, jalur ganda Surabaya Raya-Malang Raya untuk pengembangan layanan angkutan komuter dan barang serta pembangunan transportasi massal perkotaan Malang Raya berbasis rel (light rail/trem) bisa segera diwujudkan.
Jalur ganda pernah dibangun oleh Belanda dari Surabaya sampai Porong (Sidoarjo). Namun, di masa penjajahan Jepang, jalur rel dibongkar untuk kepentingan militer di lokasi lain. Belum ada penambahan jalur KA Surabaya-Malang menjadi ganda, apalagi elektrifikasi bahkan dwi ganda (double double track) seperti di Jabodetabek.

Salah satu jalur kuno trem di Kota Malang, tepatnya di jalur Jagalan menuju Kotalama, Kota Malang, Jawa Timur, yang saat ini digunakan untuk jalur angkutan BBM.
Pembangunan transportasi massal perkotaan Malang Raya berbasis rel memungkinkan untuk diwujudkan dengan reaktivasi jalur lama, membuat jalur baru, atau campuran. ”Namun, masih perlu feasibility studies (studi kelayakan) secara mendalam,” kata Totok.
Setitik asa reaktiviasi jalur trem lama sempat muncul pada November 2020. Di masa pandemi Covid-19 itu, ada temuan 20 meter rel kuno di Kayutangan dalam proyek penggalian Jalan Jenderal Basuki Rachmat. Rel itu diyakini bagian dari jaringan trem uap 1903. Namun, dari kesepakatan bersama, rel ditutup kembali.
Baca juga : Pandemi Menjadi Tantangan Sektor Transportasi untuk Bertahan
Saudara tua trem, yakni KA, masih hidup dan terus berkembang. ”Direncanakan penggantian rel Surabaya-Malang yang saat ini masih di ruas Bangil-Wonokerto untuk meningkatkan pelayanan mempercepat waktu tempuh,” kata Manajer Hubungan Masyarakat KAI Daop 8 Surabaya Luqman Arif.
Peningkatan layanan menjadi cara KAI, perusahaan pelat merah, menggugah kesadaran warga bertransportasi umum sehingga mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan menekan kemacetan. Namun, fakta lain berbicara keras.

Pengendara sepeda motor melintas di Jalan Tugu yang melingkari Alun-alun Tugu, di depan Gedung Balai Kota Malang, Jawa Timur, pertengahan Mei 2020.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Malang mencatat tren peningkatan penggunaan kendaraan pribadi. Pada 2018, jumlah kendaraan penumpang umum 2.645 unit, sedangkan kendaraan pribadi 93.452 unit. Tahun berikutnya, jumlah kendaraan penumpang umum menjadi 2.131 unit atau turun, sedangkan kendaraan pribadi naik ke 95.469 unit.
Situasi tadi belum termasuk serbuan kendaraan pribadi warga Surabaya Raya pada musim liburan dan akhir pekan ke Malang Raya sebagai kawasan pelesiran terdekat. Malang Raya menjadi macet.
Semasa pandemi Covid-19, kemacetan di Malang Raya sempat tereduksi karena kebijakan pembatasan mobilitas sosial. Namun, saat pandemi melandai, serbuan ke Malang Raya tidak bisa lagi dihindari, apalagi dicegah.

Uji coba pembatasan sosial berskala besar (PSBB) Malang Raya, Sabtu (16/05/2020), membuat antrean pengguna jalan yang memasuki Kota Malang cukup panjang.
Aparatur terpadu di Malang mencoba menawarkan kebijakan ganjil genap. Pertanyaannya, apakah kebijakan itu tepat untuk Kota Malang? Apakah pembatasan kendaraan pribadi itu sudah diimbangi dengan penyediaan transportasi massal pengganti yang layak?
Jika belum, pembatasan itu justru dikhawatirkan mendorong orang memiliki lebih banyak kendaraan agar bisa digunakan bergantian saat aturan ganjil genap diterapkan.
”Ganjil genap masih wacana karena perlu kajian lebih dalam,” kata Wali Kota Malang Sutiaji.
Kini, dengan semakin masifnya penggunaan kendaraan pribadi, wacana menghidupkan kembali jalur trem di Surabaya dan Malang sebagai alternatif angkutan massal justru kian jauh dari realisasi.