Transaksi Nontunai Tekan Peredaran Uang Palsu di Pantura Barat Jateng
Seiring dengan adanya pembatasan kegiatan, masyarakat cenderung memilih bertransaksi nontunai. Hal itu turut menekan peredaran uang palsu di wilayah pantura barat Jawa Tengah sepanjang 2021.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
PEMALANG, KOMPAS — Peredaran uang palsu di wilayah pesisir pantura barat, Jawa Tengah masih terus terjadi. Jika pada tahun-tahun sebelumnya meningkat, tahun ini, peredaran uang palsu menurun lantaran masyarakat beralih ke transaksi nontunai.
Berdasarkan catatan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Tegal, peredaran uang palsu di pantura barat menunjukkan tren peningkatan pada 2018-2020. Pada tahun 2018, misalnya, ada 4.347 bilyet uang palsu yang beredar di wilayah tersebut. Sementara itu, sepanjang 2019, jumlah uang palsu yang beredar sebanyak 5.246 lembar. Pada 2020, jumlah uang paslu yang beredar meningkat 27 persen dibanding tahun sebelumnya yakni, 7,024 bilyet.
Sepanjang Januari-Oktober 2021, jumlah uang palsu yang beredar di wilayah eks kresidenan Pekalongan itu menunjukkan tren penurunan. Penurunan yang terjadi sekitar 87 persen dibanding tahun sebelumnya, menjadi 884 lembar.
”Penurunan itu terjadi karena pemerintah menerapkan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Selama pembatasan tersebut, masyarakat memiliki kecenderungan untuk melakukan transaksi nontunai dalam kegiatan sehari-hari,” kata Deputi Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Tegal Dodi Nugraha di Pemalang, Jumat (5/11/2021).
Dodi menyebutkan, uang palsu yang beredar selama 2021 tersebut ditemukan oleh empat pihak, yakni kepolisian, perbankan, masyarakat, dan pengolahan. Jumlah uang palsu yang ditemukan perbankan sebanyak 627 lembar, kepolisian sebanyak 198 lembar, masyarakat 43 lembar, dan pengolahan sebanyak 15 lembar.
Selama ini Kantor Perwakilan Bank Indonesia Tegal terus melakukan sosialisasi cinta, bangga, dan paham rupiah kepada masyarakat agar masyarakat dapat mengenali ciri-ciri keaslian uang rupiah. Hal ini diharapkan dapat menekan jumlah peredaran uang palsu dan tindak pidana uang palsu di masyarakat.
Saksi Ahli dari Bank Indonesia Tegal, Mohammad Taufiq menyebut, uang palsu memiliki ciri-ciri fisik yang berbeda dengan uang asli. Warna pada uang palsu biasanya buram dan cenderung tidak jelas.
”Dari segi tekstur, uang asli memiliki tekstur yang bergelombang, mengikuti cetakannya. Kalau uang palsu biasanya halus, tidak bertekstur. Ini akan terasa jika kita raba permukaan uangnya,” ujar Taufiq.
Menurut Taufiq, masyarakat yang ragu akan keaslian rupiah yang mereka punya bisa meminta klarifikasi dari Bank Indonesia. Uang itu kemudian akan diteliti lebih lanjut. Jika uang dinyatakan asli, masyarakat akan memperoleh penggantian. Namun, jika uang tersebut palsu, masyarakat tidak akan mendapatkan penggantian.
Salah satu tersangka peredaran uang palsu, Sugiyono (42) diringkus oleh Kepolisian Resor Pemalang pada Sabtu (17/10/2021). Peristiwa itu bermula ketika Sugiyono menggunakan uang tersebut untuk membeli sebuah ponsel milik DS senilai Rp 1,1 juta pada Rabu (13/10/2021).
DS kemudian menggunakan sebagian uang palsu tersebut untuk membeli ponsel dari SA (24). Karena curiga, uang yang diterimanya palsu, SA mengajak DS bertemu. Saat ditanya, DS mengaku tidak mengetahui bahwa uang yang diterima dari Sugiyono palsu. Mereka berdua sepakat melapor ke Polres Pemalang.
”Dalam waktu kurang dari 24 jam setelah mendapat laporan, kami meringkus tersangka. Dari tangan tersangka kami menyita uang palsu sebanyak 31 lembar. Uang palsu itu menyerupai uang pecahan Rp 100.000,” tutur Kepala Polres Pemalang Ajun Komisaris Besar Ari Wibowo.
Kepada polisi, Sugiyono mengaku baru pertama kali menggunakan uang palsu untuk bertransaksi. Warga Desa Belik, Kecamatan Belik, Kabupaten Pemalang tersebut mengaku, mendapatkan uang palsu dari temannya.
”Teman saya ini memberikan uang itu secara gratis kepada saya. Katanya, kalau saya bisa membelanjakan habis uang palsu tersebut, nanti mau diberi uang tambahan lagi,” ujar Sugiyono.
Saat ini, polisi masih mengembangkan kasus tersebut untuk menelusuri keberadaan penyuplai uang palsu dan jaringannya. Akibat perbuatannya, Sugiyono dipersangkakan melanggar Pasal 36 Ayat (2) dan (3) juncto Pasal 26 (2) Ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata uang. Ia diancam dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara.