Unsoed Kembangkan Alat Pengolah Limbah Batik Berbasis Teknobiologi
Empat mahasiswa serta dosen pembimbing dari Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto menciptakan alat pengolah limbah ramah lingkungan. Temuan ini juga mendapatkan penghargaan di tingkat internasional.
Oleh
Wilibrordus Megandika Wicaksono
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Tim dari Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto menciptakan alat pengolah limbah batik serta tekstil berbasis teknobiologi yang disebut MY-ZEO, singkatan dari Mycoremediation and Zeolit Filter with Sensor for Textile and Batik Wastewater Treatment. Inovasi ini telah mendapatkan penghargaan Best Invention Medal dan Best International Award dalam kompetisi internasional ”6th Istanbul International Inventions Fair’21” yang digelar September lalu.
”Ini satu teknologi bio (teknobiologi), jadi memanfaatkan mikroba yang kami olah sedemikan rupa dengan teknologi sehingga menghasilkan enzim. Enzim ini bisa digunakan untuk memecah senyawa racun pada limbah,” kata Ratna Stia Dewi, pembimbing tim yang terdiri dari empat mahasiswa, di Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (4/11/2021).
Ratna yang juga pengajar di Fakultas Biologi Departemen Mikrobiologi, Laboratorium Mikologi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto telah meneliti aneka jamur sejak 15 tahun lalu. Alat yang dikembangkan ini menggunakan bahan biologis berupa teknobiologi mikroorganisme jamur dan bahan alam sebagai filtrasi ini digerakkan menggunakan motor listrik.
Jamur itu, lanjut Ratna, sudah dipatenkan dengan nomor S00201911504, Aspergillus sclerotiorum strain G.PN: Fungi Unggul dalam Dekolorisasi Limbah Batik. ”Jamur ini sudah kami isolasi atau dipisahkan dari jamur-jamur lainnya. Ribuan jamur sudah saya seleksi jadi individu-individu terpisah dan saya ujikan dengan limbah batik, dan ini yang paling unggul,” tuturnya.
Adapun empat mahasiswa yang tergabung dalam tim adalah Putri Ramadani (21), Yasinta Nida Arroyan (21), Wafa Nur Azizah (21), dari Fakultas Biologi dan Febriansyah Dwi Putra (23) dari Fakultas Teknik Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
”Cara kerja dari alat ini yang pertama filtrasi menggunakan zeolite dan pasir aktif, kemudian dipompa ke bak selanjutnya menggunakan proses biologis menggunakan jamur. Lalu diinkubasi, didiamkan, di-steer (putar/aduk) otomatis dalam tabung selama 12-24 jam. Setelah itu ada pembacaan tingkat kekeruhannya oleh sensor,” kata Putri yang juga ketua Tim MY-ZEO.
Lewat pengolahan alat ini, selain mengurangi kekeruhan warna limbah, kandungan racun yang berbahaya di dalam limbah batik dapat dipulihkan, antara lain total suspended solid (TSS), krom total, amonia bebas, fenol, dan pH sehingga sesuai dengan nilai baku mutu. ”Mesin prototipe ini harganya total sekitar Rp 2 juta,” kata Putri.
Ratna menambahkan, limbah batik dan tekstil banyak ditemukan di sekitar industri rumah tangga di wilayah Kecamatan Sokaraja ataupun Banyumas di Kabupaten Banyumas, juga di Kabupaten Pekalongan. Kandungan racun dan logam berat yang ada di limbah batik juga tekstil akan berbahaya bagi biota sungai.
”Biota ikan akan terakumulasi logam berat pastinya akan terjadi bioakumulasi. Jika ikan itu termakan oleh manusia, manusia pastinya akan terkena dampaknya, antara lain bisa menyebabkan kanker pada kulit maupun jaringan lainnya pada manusia,” paparnya.
Untuk selanjutnya, lanjut Ratna, pihaknya akan meneliti supaya limbah ini bisa digunakan kembali, antara lain, untuk pupuk cair organik dan bioethanol. ”Ini dalam bentuk prototipe. Ini dalam skala 13,5 liter. Kami akan buat dalam skala lebih besar lagi sehingga dapat diterapkan di industri besar maupun di industri rumahan. Juga nanti sifatnya portable,” tuturnya.
Dekan Fakultas Biologi Universitas Jenderal Sudirman Dwi Nugroho Wibowo mengapresiasi pencapaian tim ini di tingkat internasional karena lewat teknobiologi, alat yang ramah lingkungan serta relatif ekonomis ini bisa diciptakan. ”Ini merupakan solusi, terobosan. Mudah-mudahan ke depannya bisa dimanfaatkan untuk mengatasi limbah batik dan tekstil,” ujarnya.