Tergerus Perambahan, Hutan Mangrove di Sumsel Kian Mengkhawatirkan
Kondisi hutan mangrove di pesisir Sumatera Selatan kian mengkhawatirkan. Sebagian besar hutan tersebut rusak akibat perambahan untuk aktivitas tambak dan pencurian kayu bakau. Perhutanan sosial diharapkan jadi solusi.

Sejumlah pengunjung melintasi kawasan hutan bakau (mangrove) di kawasan Pelabuhan Tanjung Api-Api, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Senin (3/8/2020). Sekitar 20 persen dari 158.000 hektar lahan mangrove di Sumsel dalam keadaan kritis.
PALEMBANG, KOMPAS — Kondisi hutan mangrove di pesisir Sumatera Selatan kian mengkhawatirkan. Sebagian besar hutan tersebut rusak akibat perambahan untuk aktivitas tambak dan pencurian kayu bakau. Upaya rehabilitasi mangrove terus dilakukan, termasuk mengusung konsep perhutanan sosial.
Hal ini disampaikan Kepala Dinas Kehutanan Sumsel Pandji Tjahjanto pada Lokakarya Pelaksanaan Program Aliansi Restorasi Ekosistem Mangrove (Mangrove Ecosystem Restoration Alliance/MERA) di Palembang, Kamis (4/11/2021). Dalam program tersebut akan dilakukan perlindungan dan restorasi kawasan mangrove di Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumsel seluas 36.000 hektar dalam jangka waktu tiga tahun.