Alarm Darurat Sampah di Sidoarjo Berdering Keras
Kondisi darurat sampah rumah tangga yang melanda Sidoarjo ditandai gunungan sampah meninggi di tempat pengelolaan tingkat desa hingga tempat pembuangan akhir. Penanganan hulu-hilir disegerakan demi memulihkan lingkungan.
Alarm darurat sampah rumah tangga di Sidoarjo, Jawa Timur, berdering keras yang ditandai dengan gunungan sampah meninggi di tempat pengelolaan tingkat desa hingga tempat pembuangan akhir. Penanganan hulu-hilir disegerakan demi memulihkan kehidupan warga dan lingkungan.
Puluhan truk sampah parkir di berderet di kawasan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Jabon, Sidoarjo, Jumat (29/10/2021). Sudah dua hari, truk sarat muatan yang mengangkut sampah rumah tangga dari ratusan desa dan kelurahan di Sidoarjo itu tak bisa membongkar muatannya karena kondisi TPA sudah kelebihan kapasitas.
Sementara itu, tepat disamping lokasi truk parkir, sejumlah pekerja tengah berjibaku menata gunungan sampah seluas 9 hektar (ha) dengan tinggi 15 meter. Dibantu empat alat berat, gunungan sampah diratakan dan dibuat berundak mirip terasering untuk mencegah longsor. Para pekerja harus lembur hingga malam agar truk-truk bisa segera membongkar muatannya.
Selain itu, para pekerja harus berkejaran dengan hujan yang mulai mengguyur wilayah Sidoarjo. Potensi terjadi longsor semakin tinggi di musim hujan. Hal itu sangat dihindari karena akan mengulang tragedi kelam di TPA Leuwigajah, Bandung, Jawa Barat, 21 tahun silam, tepatnya 21 Februari 2005.
Baca juga: Pembersihan Sampah Dan Enceng Gondok Di Sidoarjo Berlanjut
Saat itu, gunungan sampah setinggi 60 meter longsor dan menyapu dua permukiman warga yang ada di bawahnya, yakni Kampung Cilimus dan Kampung Pojok. Sebanyak 157 warga dari dua kampung tersebut dilaporkan meninggal dunia akibat peristiwa tersebut.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Sidoarjo Bahrul Amig mengatakan, TPA Jabon resmi ditutup pada Kamis (28/10/2021). Sejak saat itu, truk pengangkut sampah dari 353 desa dan kelurahan dilarang membawa sampahnya. Mereka diminta mencari tempat pembuangan lain sampai antrean truk yang di dalam TPA terlayani.
Antrean truk sampah diyakini terurai jika pekerjaan penataan gunungan selesai. Meski demikian, TPA Jabon tetap tidak akan mampu menerima kiriman sampah rutin setiap harinya dari penduduk Sidoarjo sebanyak 1,3 juta jiwa dengan produksi sampah 1.200 ton setiap hari. Volume sampah itu setara dengan 300 truk dengan asumsi setiap truk berkapasitas 5 ton.
”Dari total 1.200 ton, yang masuk ke TPA Jabon setiap harinya 500 ton atau sekitar 100 truk. Hal itu terjadi karena pengelolaan sampah yang dilakukan di tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) desa dan TPST kawasan belum optimal sehingga masih banyak yang dibuang ke TPA,” ujar Amig.
Amig mengatakan, contoh TPST yang tidak mengelola sampahnya ialah di Desa Ketajen dan TPST Gedangan. Dua desa itu disanksi berupa penutupan TPST karena membiarkan sampah menumpuk sampai meluber ke Jalan Raya Sedati sehingga menebarkan bau busuk dan ancaman penyakit bagi lingkungan sekitarnya.
Baca juga: Sampah Masih Penuhi Sungai Sidoarjo di Musim Hujan
Anggota tim sosialisasi DLHK Sidoarjo, Marjati, mengatakan, penumpukan sampah sudah berlangsung selama tiga minggu sehingga kondisinya semakin memburuk. Keberadaan dua TPST itu sejatinya krusial karena melayani 5.000 keluarga dengan rincian 1.500 keluarga di Desa Ketajen dan 3.500 keluarga di Desa Gedangan.
”Selama ini sampah hanya diurusi petugas angkut sehingga hanya ditumpuk. Tidak ada kelompok swadaya masyarakat (KSM) yang mengelola sampah,” ujar Marjati.
Bahrul Amig menegaskan, kedua TPST ditutup hingga terbentuk pengelola. Kebijakan tersebut diambil sebagai alarm bagi semua pihak, terutama masyarakat dan pemerintah desa, agar lebih serius mengurus sampah. Persoalan sampah merupakan tanggung jawab bersama, bukan hanya pemda.
Pemda telah membantu pembangunan fasilitas TPST di tingkat desa dan kawasan, satu kawasan meliputi 2-3 desa. Saat ini terdapat 120 TPST di tingkat desa dan 3 TPST kawasan. Pemerintah desa bertanggung jawab mengelola TPST agar sampah yang dibuang ke TPA tinggal yang benar-benar tidak bisa lagi dimanfaatkan.
Selama ini sampah hanya diurusi petugas angkut sehingga hanya ditumpuk. Tidak ada kelompok swadaya masyarakat (KSM) yang mengelola sampah.
Bagaimana dengan desa-desa yang belum memiliki TPST, seperti Desa Entalsewu, Kecamatan Buduran. Dalam kunjungan kerjanya, Rabu (6/10/2021), Wakil Bupati Sidoarjo Subandi mendapati sampah rumah tangga yang mayoritas plastik kemasan dibuang sembarangan hingga menggunung di sepanjang jalan yang menghubungkan Entalsewu dengan Sidokepung.
Kepala Desa Entalsewu Sukriwanto mengatakan, desanya tak punya tempat memilah sampah. Sampah rumah tangga dari warga hanya diambil oleh tukang angkut dan ditumpuk di lahan kosong. Selanjutnya sampah dibiarkan teronggok hingga diambil oleh truk sampah milik DLHK Sidoarjo untuk dibuang ke TPA Jabon.
Selain di lahan kosong, sampah juga banyak dibuang di sungai. Salah satunya di saluran irigasi Sungai Gedang Rowo di Desa Ketegan, Kecamatan Tanggulangin. Untuk membersihkan sampah di sungai tersebut, DHLK Sidoarjo mengerahkan 14 unit truk, Minggu (10/10/2021).
Pemkab Sidoarjo sejatinya tidak tinggal diam menghadapi perilaku masyarakat yang membuang sampah sembarangan. Petugas patroli sampah DLHK Sidoarjo, misalnya, pada pertengahan Oktober lalu menegur Suparno (60), salah satu warga yang kedapatan membuang sampah di lahan kosong di dekat Jalan Arteri Porong.
Petugas memberikan teguran tertulis dan menyita kartu identitas pembuang sampah. Suparno diminta menghadiri sidang tindak pidana ringan (tipiring) untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dan mengambil kembali kartu identitasnya. Denda yang dijatuhkan Rp 50.000 hingga Rp 150.000.
”Saya menyesal telah membuang sampah sembarangan,” ujar Suparno yang mengaku pertama kali membuang sampah di lahan kosong.
Langkah strategis
Persoalan sampah rumah tangga di Sidoarjo saat ini sangat krusial. Untuk menguraikannya butuh strategi komprehensif hulu-hilir, tidak bisa parsial. Penanganannya juga memerlukan sumbangan peran seluruh elemen masyarakat, mulai dari keluarga, pemerintah desa, kecamatan, hingga pemda.
Bahrul Amig mengatakan, pihaknya akan mengoperasikan pengelolaan sampah secara tertutup (sanitary landfill) yang letaknya bersebelahan dengan gunung sampah di TPA Jabon. Sanitary landfill ini program kerja sama Kementerian PUPR dengan Pemerintah Jerman yang dibangun pada 2019 dan ditargetkan beroperasi pada Juni 2020.
”Namun, karena pandemi Covid-19, penyelesaian molor. Meski demikian, pemda sudah berkirim surat ke kementerian agar diizinkan memanfaatkannya karena situasi darurat. Sebanyak 75 tenaga pemilah sampah tengah disiapkan dengan sistem kerja yang akan dibagi dalam tiga kali pengaturan,” ujar Amig.
Amig mengatakan, pihaknya tak bisa menahan truk sampah lebih lama lagi. Dia khawatir sampah semakin menumpuk di desa-desa, menguarkan bau busuk, dan menyebarkan penyakit bagi warga sekitarnya. Pengelolaan sampah di TPST akan dioptimalkan untuk mengurangi volume pembuangan ke TPA Jabon.
Wakil Bupati Sidoarjo Subandi mengatakan, sejalan dengan pengoperasian sanitary landfill, pihaknya mendorong pemerintah desa menggelar musyawarah desa untuk membahas penanganan sampah. Setiap desa harus membentuk kelompok swadaya masyarakat pengelola sampah dan mengalokasikan dana desanya untuk membiayai hal itu.
Menurut Subandi, ada sejumlah tantangan yang dihadapi pemerintah desa, di antaranya sulitnya penyediaan lahan dan mencari sumber daya manusia yang mengelola. Selain itu, akan muncul konflik atau penolakan dari warga yang bermukim dekat lokasi yang akan dijadikan TPST.
”Pemdes harus mampu mengatasi tantangan tersebut karena sampah merupakan persoalan krusial. Oleh karena itu, seluruh pihak harus dilibatkan, terutama masyarakat,” ujar Subandi.
Dia menambahkan, warga harus mau membayar iuran sampah dengan nilai yang pantas karena tidak banyak orang yang mau menggeluti sampah. Masyarakat juga harus diedukasi kembali agar berupaya mengurangi produksi sampahnya dengan menghindari pemakaian barang sekali pakai, seperti kantong keresek.
Cara lain, membudayakan pemilahan sampah organik dan anorganik. Selain itu, menguatkan sosialisasi tentang sampah yang bernilai ekonomi dan yang bisa didaur ulang atau dimanfaatkan kembali. Intinya, konsep 3R yakni reduce, reuse, dan recycle harus diimplementasikan dari hulu hingga hilir.
Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali menambahkan, pemda berkomitmen kuat untuk terus berupaya membangkitkan spirit pengelolaan sampah kepada seluruh masyarakat. Kesadaran bahwa sampah merupakan tanggung jawab bersama akan ditanamkan lebih dalam demi menjaga kesehatan warga dan kelestarian lingkungan.
Baca juga: Sidoarjo Rencanakan Uji Coba ”Sanitary Landfill” Mulai Januari