Dua Malam Pengungsi Afghanistan Bertahan Unjuk Rasa di Depan Kantor UNHCR
Sudah dua malam pengungsi asing dari Afghanistan berunjuk rasa dengan mendirikan tenda dan menginap di depan kantor UNHCR Medan. Belum ada perwakilan resmi yang menemui mereka. Mereka menuntut dikirim ke negara ketiga.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Sudah dua malam pengungsi asing dari Afghanistan berunjuk rasa dengan mendirikan tenda dan menginap di depan kantor perwakilan Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi atau UNHCR Medan, Sumatera Utara. Belum ada perwakilan resmi UNHCR yang menemui mereka.
”Kami akan menginap di sini sampai mendapat kejelasan dari UNHCR tentang penempatan kami ke negara ketiga,” kata Muhammad Juma (37), pengungsi asing dari Afghanistan yang menjadi koordinator aksi, di Medan, Rabu (3/11/2021).
Aksi unjuk rasa yang terdiri dari sekitar 150 orang itu dilakukan di depan kantor perwakilan UNHCR Medan, di Gedung Forum Nine, Jalan Imam Bonjol. Aksi yang sudah dilakukan sejak Senin tersebut diikuti oleh orang dewasa dan anak-anak.
Mereka mendirikan sejumlah tenda dari terpal biru di taman kecil di depan gedung itu. Di hari ketiga mereka berunjuk rasa, pakaian mereka tampak lusuh dan basah. Mereka duduk menunggu di dalam tenda. Selama dua malam, mereka juga tidak bisa tidur karena diguyur hujan deras.
Para pengunjuk rasa tampak berbagi nasi bungkus satu dengan yang lainnya. ”Kami sangat frustrasi, tetapi hingga kini tidak ada perwakilan UNHCR yang menemui kami,” kata Juma.
Sebagian besar pengungsi berasal dari Afghanistan dan Pakistan. Mereka sudah berada di Medan sejak 2011. Jumlah pengungsi asing di Medan saat ini sekitar 2.000 orang. Sebanyak 350 orang di antaranya berasal dari Afghanistan.
Juma mengatakan, sejak 2016 tidak ada kejelasan tentang penempatan mereka ke negara ketiga. Mereka sudah menjalani sejumlah rangkaian wawancara, tetapi selama lima tahun ini hampir tidak ada yang dikirim ke negara ketiga. ”Kami hampir putus asa. Selama 10 tahun di sini, sudah 14 orang dari kami yang bunuh diri,” kata Juma.
Kami sangat frustrasi, tetapi hingga kini tidak ada perwakilan UNHCR yang menemui kami.
Zamin Ali (31), pengungsi dari Afghanistan, mengatakan, penempatan ke negara ketiga sangat penting baginya. Ia sudah 10 tahun berpisah dari istri dan anaknya yang masih berada di Afghanistan. ”Hanya penempatan ke negara ketiga yang bisa mempertemukan kami kembali,” kata Ali.
Wawancara
Ali mengatakan, ia sudah menjalani wawancara beberapa kali sejak 2013. Ada beberapa negara yang disebut bersedia menerima mereka, seperti Kanada, Amerika Serikat, Australia, dan Selandia Baru.
”Kanada pun sudah menyebut siap menerima 40.000 pengungsi setiap tahun, khususnya dari Afghanistan. Angka itu dua kali lipat dibandingkan dengan tahun lalu sebelum konflik kembali melanda negara kami,” kata Ali.
Wajeeha Batool (40), pengungsi asing dari Pakistan, mengatakan, mereka sangat mengharapkan kejelasan untuk dikirim ke negara ketiga. Ia menikah di Indonesia dan mempunyai seorang anak perempuan yang sudah berusia tujuh tahun. ”Anak saya juga belum pernah mendapat pendidikan formal sampai sekarang,” kata Wajeeha.
Wajeeha mengatakan, mereka juga tidak mempunyai akses untuk mendapat layanan kesehatan. Biaya kesehatan ditanggung hanya dalam keadaan darurat.
Selama di Medan, pengungsi asing yang sudah mendapat status pencari suaka itu juga mendapat tempat tinggal dari Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM). Mereka juga mendapat biaya hidup Rp 1.250.000 per keluarga ditambah Rp 500.000 untuk setiap anak per bulan.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari UNHCR terkait aksi unjuk rasa itu.