Libatkan Masyarakat Pesisir dalam Mitigasi Perubahan Iklim
Perubahan iklim menggerus kehidupan masyarakatat pesisir dan pulau-pulau kecil. Setelah COP26, diharapkan tumbuh kesadaran mengenai pentingnya menjaga ekosistem laut dalam upaya mitigasi pemanasan global.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Masyarakat pesisir, terutama di pulau-pulau kecil, merupakan yang paling terdampak oleh perubahan iklim. Konferensi Tingkat Tinggi ke-26 tentang Perubahan Iklim atau COP26 diharapkan membuka kesempatan bagi masyarakat pesisir untuk lebih banyak terlibat dalam agenda mengatasi pemanasan global.
Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Dani Setiawan, Selasa (2/11/2021), mengatakan, perubahan iklim membuat nelayan kecil kesulitan memperkirakan waktu dan lokasi untuk menangkap ikan. Selain itu, kini cuaca ekstrem semakin sering terjadi dan membahayakan keselamatan nelayan tradisional kala melaut.
”Hal ini menyebabkan nelayan harus menangkap ikan lebih jauh di tengah cuaca ekstrem. Hasil melaut cenderung tidak lebih besar daripada modal yang dikeluarkan,” kata Dani secara tertulis.
Perubahan iklim memicu pemutihan karang dan meningkatkan keasaman air. Hal itu mengganggu rantai makanan dan mengubah pola migrasi biota laut. Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) memperkirakan potensi penangkapan ikan di zona ekonomi eksklusif global akan menurun 2,8-5,3 persen pada tahun 2050.
Selain itu, pemanasan global juga memicu kenaikan muka air laut. Pada 2017, Badan untuk Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) memperkirakan ada 42 juta warga Indonesia yang rentan terimbas kenaikan muka air laut. Sebanyak 5,9 juta orang di antaranya diperkirakan merasakan banjir rob pada tahun 2100.
Dampak pemanasan global itu salah satunya dihadapi secara nyata oleh nelayan tradisional di pulau-pulau kecil yang tersebar di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Kerusakan karang membuat tangkapan nelayan tradisional merosot. Adapun abrasi membuat nelayan budidaya merugi karena tambaknya berantakan.
Hal ini menyebabkan nelayan harus menangkap ikan lebih jauh di tengah cuaca ekstrem. Hasil melaut cenderung tidak lebih besar daripada modal yang dikeluarkan.
Sekretaris Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) di Kabupaten Kepulauan Anambas Dedi Syahputra mengatakan, dampak perubahan iklim di Kepri semakin parah karena pemerintah dan warga masih sama-sama abai terhadap upaya mitigasi. Banyak hutan bakau lenyap karena pembangunan. Alat tangkap tidak ramah lingkungan juga masih dipakai sebagian nelayan.
Masih abai
Di laut lepas, masih banyak nelayan menggunakan alat tangkap pukat yang memicu penangkapan berlebih. Ada juga sebagian nelayan yang masih menggunakan racun sehingga membunuh terumbu karang. Adapun di pesisir, warga dan pemerintah masih abai menjaga kelestarian hutan bakau dan kebersihan laut dari sampah plastik.
Koordinator Seven Clean Seas Indonesia Arya Rizky mengatakan, pesisir Pulau Bintan, Kepri, selalu dipenuhi sampah plastik. Ia dan 20 anggota Seven Clean Seas Indonesia bisa mengumpulkan 2,4 ton sampah plastik dari pesisir Pulau Bintan dalam satu minggu.
”Yang paling banyak adalah sampah jaring nelayan. Namun, ada juga sebagian yang merupakan sampah dari luar negeri yang terbawa sampai Kepri,” ucap Arya.
Bahkan, di beberapa titik pesisir Pulau Bintan, sampah plastik bisa menumpuk hingga 3,5 meter. Pembersihan memang terus dilakukan, tetapi hal itu tidak akan efektif apabila pola hidup masyarakat pesisir tidak juga berubah.
Dani berharap pemimpin 120 negara yang hadir di COP26 dapat menaruh perhatian yang serius kepada hidup masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Ia menilai, program adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di kawasan pesisir kini harus menjadi prioritas. Para pemimpin dunia harus memperhatikan kehidupan nelayan tradisional yang bergantung kepada ekosistem laut.
Dani juga mendorong agar pemerintah meningkatkan akses pendidikan untuk perempuan nelayan agar mereka dapat berperan aktif dalam upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Selain itu, ia menilai, kini pemerintah juga perlu menyediakan lebih banyak akses informasi terkait iklim dan cuaca kepada nelayan karena mereka harus berhadapan dengan cuaca ekstrem hampir setiap hari.