Bencana alam rentan terjadi di wilayah pantai utara Jawa Barat. Mitigasi dini harus dilakukan untuk meminimalkan risiko bahayanya.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Meteorologi Kertajati memprediksi cuaca buruk bakal melanda wilayah sekitar pantai utara (pantura) Jawa Barat hingga Sabtu (6/11/2021). Pemerintah daerah dan masyarakat diminta meningkatkan kewaspadaan.
Berdasarkan perkiraan BMKG Stasiun Meteorologi Kertajati, cuaca buruk berpotensi terjadi di Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan, dan Sumedang pada 31 Oktober-6 November tahun ini. Selain angin kencang dan kilat, curah hujan sedang hingga lebat bakal berlangsung hingga empat hari ke depan.
”Biasanya (cuaca buruk) terjadi siang menjelang sore dan sore sampai malam hari,” kata prakirawan BMKG Kertajati, Ahmad Faa Izyin, Selasa (2/11/2021). Curah hujan sedang hingga lebat dapat di atas 150 milimeter (mm) hingga 500 mm per hari. Dalam kondisi normal, intensitas hujan di bawah 100 mm.
Cuaca buruk, katanya, juga diprediksi berlangsung di seluruh Jabar dan provinsi lainnya. Adapun di DKI Jakarta, Jabar, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan bisa berdampak pada banjir dengan kategori siaga.
Menurut Ahmad, cuaca ekstrem dipicu dinamika atmosfer, aktifnya fenomena Madden Julian Oscillation (MJO), dan Gelombang Rossby, serta Gelombang Kelvin. ”Berbagai fenomena itu dapat meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di beberapa wilayah Indonesia,” katanya.
Di Majalengka, curah hujan tinggi, yakni 300 mm-400 mm per hari, diperkirakan terjadi antara lain di Kecamatan Sukahaji, Dawuan, Kasokandel, Lemahsugih, hingga Kecamatan Bantarujeg. Intensitas serupa berlangsung di Sumedang, seperti Tomo, Darmaraja, dan Sindang Ampar.
Ahmad mengingatkan, pemerintah daerah dan masyarakat di Jabar bagian timur agar meningkatkan kewaspadaan menghadapi cuaca buruk. Selain memastikan infrastruktur dan sistem kelola air, koordinasi antarpihak juga diperlukan untuk mengantisipasi bencana.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Cirebon Khaerul Bahtiar mengatakan, langkah pencegahan bencana hidrometeorologi, seperti banjir, telah disiapkan. Salah satunya menggelar apel siaga dan sosialisasi pengurangan risiko bencana.
Sosialisasi penanganan bencana, lanjutnya, telah dilaksanakan di sejumlah sekolah hingga perumahan. ”Kami melibatkan ibu-ibu dan anak-anak karena mereka yang paling rentan menjadi korban bencana,” ujar Khaerul.
”Kami membentuk lima kelurahan tangguh bencana. Setiap kelurahan ada 5-10 warga yang terlatih menghadapi bencana,” ujarnya. Empat kelurahan yang rawan banjir adalah Kasepuhan, Pekiringan, Kalijaga, dan Sukapura. Adapun kelurahan rawan longsor adalah Argasunya.
Menurut Khaerul, banjir di Kota Cirebon disebabkan drainase yang tidak memadai. Di Jalan Cipto Mangunkusumo yang kerap tergenang, misalnya, drainasenya hanya beberapa lubang kecil berdiameter sekiar 10 sentimeter di pinggir trotoar. Ketika hujan deras, air tak tertampung.
Sampah plastik juga tampak di beberapa saluran drainase. ”Banjir diperparah dengan perilaku masyarakat yang membuang sampah sembarangan. Kami sudah berkoordinasi dengan Dinas PUPR (Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang) dan Dinas LH (Lingkungan Hidup) untuk mengantisipasi ini,” katanya.
Dari Januari-September, tercatat 60 kejadian bencana di Kota Cirebon. Sebanyak 34 kasus merupakan pohon tumbang yang dipicu cuaca ekstrem. Tahun lalu, terdata 88 kasus bencana dengan dominasi pohon tumbang.