Produksi dan Luas Panen Padi di Kalteng Terus Menurun
Sejak 2019, produksi padi dan luas panen di Kalteng terus menurun. ”Food estate” yang sudah berjalan lebih dari dua tahun belum mampu mendongkrak produksi padi atau menjadikan Kalteng sebagai lumbung pangan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Petani di Desa Belanti Siam, Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng, menyiapkan benih padi sebelum ditanam di sawah mereka pada Sabtu (10/10/2020).
PALANGKARAYA, KOMPAS — Luas panen padi dan produksi di Kalimantan Tengah terus menurun sejak 2019 hingga saat ini. Hal itu dipengaruhi banyak faktor, mulai dari beralihnya banyak petani padi ke komoditas perkebunan hingga faktor cuaca.
Hal itu terungkap dalam rilis berita resmi Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Tengah di Palangkaraya, Senin (1/1/2021). Hadir sebagai pembicara Kepala BPS Kalteng Eko Marsoro.
Pada paparannya, Eko menjelaskan, luas panen tahun 2021 diperkirakan mencapai 125,31 ribu hektar atau menurun 12,54 persen atau 17,97 ribu hektar dibanding tahun 2020. Tahun lalu, luas panen mencapai 143,28 ribu hektar. Luasan ini juga menurun 1,96 persen dibanding tahun 2019 yang mencapai 146,16 ribu hektar.
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Gubernur Kalteng Sugianto Sabran (baju merah) bersiap menanam padi seusai memanen di lahan marjinal yang dikelola petani asal Kota Palangkaraya, Minggu (3/11/2019).
Hal itu tentunya berpengaruh terhadap produksi padi di Kalteng. BPS mencatat, produksi padi pada 2021 diperkirakan mencapai 400,44 ribu ton gabah kering giling (GKG). Jumlah ini turun 57,51 ribu ton GKG atau 12,56 persen dibanding tahun 2020. Pada tahun lalu produksi mencapai 457,95 ribu ton GKG. Tahun 2019 produksi mencapai 443,56 ribu ton.
”Sekarang kami menggunakan metode yang jauh lebih baik. Kami menggunakan citra satelit lalu dicek ulang ke lapangan. Ini kerja sama dengan berbagai lembaga dan kementerian,” kata Eko Marsoro.
Eko memaparkan, untuk angka riil produksi padi dari Januari sampai September 2021 di Kalteng mencapai 364,59 ribu ton GKG. Jumlah ini pun turun 12,52 persen dibanding periode yang sama di tahun 2020 yang mencapai 416,77 ribu ton GKG.
Luas panen untuk Januari-September 2021 pun mengalami penurunan dari 133,16 ribu hektar tahun 2020 menjadi 115,85 ribu hektar lahan tahun ini di periode yang sama.
POLDA KALTENG
Panen perdana di lahan yang diproyeksikan untuk program food estate di Desa Belanti Siam, Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng, Rabu (19/8/2020)
Eko menambahkan, produksi padi di beberapa wilayah penghasil padi, seperti Kapuas, Katingan, dan Kotawaringin Timur, juga lebih rendah dibanding tahun lalu. Padahal, Kapuas dan beberapa kabupaten lain, kecuali Pulang Pisau dan Barito Timur, memiliki luas baku lahan yang paling luas, tetapi belum dikelola maksimal menjadi luas panen.
”Akan lebih baik lagi jika semua gabah yang dihasilkan itu digiling di Kalteng, tetapi selama ini sebagian gabah yang dihasilkan juga digiling di Kalimantan Selatan,” ujar Eko.
Penurunan luas panen dan produksi padi itu memengaruhi nilai tukar petani pada subsektor tanaman pangan. Terjadi penurunan hingga 1,67 persen nilai tukar petani pada subsektor tersebut karena turunnya indeks harga produksi kelompok padi.
”Memang bencana banjir beberapa waktu lalu menjadi faktor yang memengaruhi dan kendala. Tentu harus ada upaya untuk mengantisipasi dampak cuaca, terutama banjir di lokasi sawah,” kata Eko.
Ilustrasi. Lanskap areal persawahan di Kecamatan Sengah Kemila, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat, Jumat (15/10/2021).
Kapuas dan Pulang Pisau merupakan wilayah sasaran program food estate yang sudah dua tahun belakangan dilaksanakan. Meskipun demikian, program tersebut belum mampu mengangkat produksi dan luas panen padi di Kalteng dilihat dari laporan BPS Kalteng tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Peternakan Kalteng Sunarti beralasan, turunnya produksi tersebut lantaran belum semua lahan proyeksi food estate tertanam. Terdapat 17.000 hektar lahan ekstensifikasi atau perluasan baru yang saat ini belum ditanam padi dan terdapat 14.135 hektar lahan intensifikasi yang belum panen.
”Kami punya target tanam itu Oktober sampai Desember di lahan intensifikasi (sawah yang ada) dan ekstensifikasi (sawah baru),” kata Sunarti.
Sunarti optimistis jika semua lahan panen food estate sudah dikelola dan sudah ditanami, produksi padi akan terus meningkat. ”Mengubah kebiasaan petani yang menanam dua kali menjadi tiga kali dalam setahun itu tidak mudah,” ujarnya.
Petani karet di Desa Tanjung Sangalang, Kecamatan Kahayan Tengah, Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng, Minggu (11/12/2005).
Sementara itu, di Pulang Pisau banyak petani beralih dari komoditas padi menjadi kebun sawit dan karet. Sawah-sawah mereka pun diubah menjadi lahan perkebunan karena berbagai faktor, salah satunya larangan membakar.
Sekretaris Desa Kantan Atas, Kabupaten Pulang Pisau, Petrus Sukarmin, menjelaskan, penduduk di desa itu pada 2015 semuanya masih bertani di sawah. Namun, seiring berjalannya waktu, saat ini 80 persen petani itu mengganti sawahnya menjadi kebun sawit dan karet.
”Awalnya susah karena kami harus beli beras. Banyak yang kerja serabutan, bahkan jadi buruh sawit. Sekarang sudah lumayan, apalagi harga sawit lagi bagus,” kata Petrus.
Petrus mengaku, dirinya yang memiliki lahan seluas lebih kurang 2 hektar pun beralih dari menanam padi menjadi menanam sawit. Kini sawitnya sudah berumur empat tahun dan sudah mulai panen. Dari 2 hektar lahannya, 1,5 hektar ditanami sawit dan sisanya ditanami karet. ”Apa saja kami lakukan yang penting halal,” ujarnya.