Polresta Denpasar Tangkap Pengguna Hasil Tes RT-PCR Palsu
Polresta Denpasar menahan tiga calon penumpang pesawat yang diduga memalsukan dan menggunakan surat keterangan hasil tes RT-PCR palsu. Pemalsuan surat keterangan diancam hukuman pidana.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·2 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Sebanyak tiga pengguna surat keterangan hasil pemeriksaan tes reverse-transcriptasepolymerase chain reaction atauRT-PCR palsu ditahan di Kepolisian Resor Kota Denpasar, Bali. Ulah nekat seperti ini rentan merusak rencana menekan munculnya kasus baru Covid-19.
Dua tersangka adalah ACA, perempuan berusia 26 tahun dan MF, laki-laki (25). Petugas pos validasi Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas I Denpasar di Terminal Keberangkatan Domestik Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai mendapati keduanya menggunakan surat keterangan hasil tes RT-PCR palsu, Jumat (29/10/2021).
Sementara tersangka kasus yang sama lainnya adalah LL, perempuan berusia 25 tahun. Ulahnya diketahui petugas pos validasi KKP di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Badung, Minggu (31/10) pagi.
Kepala Polresta Denpasar Komisaris Besar Jansen Avitus Panjaitan, Senin (1/11), mengatakan, semua tersangka menggunakan surat keterangan kesehatan palsu. Akibat perbuatannya, mereka bakal menghadapi ancaman penjara hingga lebih dari enam tahun.
”Kami mengimbau masyarakat, mari bersama-sama melaksanakan tes PCR dengan baik. Tujuannya, agar setiap orang yang melakukan perjalanan benar-benar sehat,” ujar Jansen.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Bali, juga Sekretaris Satgas Penanganan Covid-19 Bali, I Made Rentin mengimbau semua pihak mengikuti regulasi pengendalian pandemi Covid-19. Rentin meminta aturan yang sudah ditetapkan pemerintah ditegakkan semua pihak.
Sebelumnya, Sabtu (30/10), Kantor Imigrasi Kelas II Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Singaraja, Buleleng, mendeportasi dua warga negara asing, DA (42), laki-laki berkebangsaan Rusia, dan OM (25), perempuan asal Ukraina. Keduanya ketahuan menggunakan surat tes RT-PCR palsu pada awal Maret 2021.
Sebelum dipulangkan, kedua WNA itu sempat ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Karangasem hingga Jumat (29/10). Selanjutnya, DA dan OM diserahkan ke pihak Kantor Imigrasi Kelas II TPI Singaraja dan ditampung sementara di Ruang Detensi Imigrasi Singaraja.
Dari siaran pers Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Bali, deportasi itu adalah tindakan administratif keimigrasian atas pelanggaran protokol kesehatan pada masa pandemi Covid-19. Kedua WNA itu juga melanggar Undang Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.