Jawa Timur perkuat mitigasi bencana hidrometeorologi dengan strategi, antara lain, meningkatkan kesiapsiagaan, memetakan potensi kerawanan di setiap daerah, mengeruk sedimentasi sungai, serta menyiagakan posko bencana.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Jawa Timur berupaya memperkuat mitigasi bencana hidrometeorologi menghadapi musim hujan dan fenomena La Nina di pengujung tahun ini. Strateginya, antara lain, meningkatkan kesiapsiagaan, memetakan potensi kerawanan di setiap daerah, mengeruk sedimentasi sungai, serta menyiagakan posko bencana.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatakan, pihaknya telah mewanti-wanti kepada semua kepala daerah di wilayahnya agar siap siaga menghadapi La Nina yang berpotensi meningkatkan curah hujan sehingga memicu bencana hidrometeorologi, terutama banjir dan longsor. Peningkatan kesiapsiagaan ini menjadi bagian memperkuat mitigasi untuk meminimalkan dampak bencana.
Kesiapsiagaan ini meliputi personel yang terlibat, alat, serta sarana pendukung lainnya. Semua hal tersebut harus disiapkan dan disiagakan sedini mungkin agar tidak gagap saat terjadi bencana. Penyiagaan personel dan peralatan juga harus mempertimbangkan hasil pemetaan potensi kerawanan di setiap daerah.
”Mitigasi juga bisa dilakukan dengan membersihkan sungai, pembenahan tanggul, optimalisasi saluran drainase, dan pemangkasan pohon,” ujar Khofifah saat memimpin Apel Siaga Banjir di Bendungan Semantok, Nganjuk, Senin (1/11/2021).
Kesiapsiagaan tidak hanya dilakukan di level pemda, tetapi juga masyarakat dengan cara mengajak mereka mengenali lingkungan sekitar untuk memahami risiko bencana. Pemda dan masyarakat bisa bergotong royong menekan risiko bencana, misalnya melakukan normalisasi sederhana pada sungai di sekitar permukiman.
Khofifah meminta daerah yang rawan banjir segera menyiapkan posko bencana. Selain itu, juga meningkatkan kewaspadaan dengan memantau kondisi permukaan sungai serta tanggul-tanggul yang kritis. Pemda diminta melakukan koordinasi secara detail dengan berbagai pihak, terutama masyarakat dan sukarelawan.
Mantan Menteri Sosial ini menyebutkan, terdapat sejumlah lokasi rawan banjir di wilayahnya. Bahkan sejumlah daerah kerap menjadi langganan banjir setiap musim hujan, seperti meluapnya Sungai Lamong di Gresik, Sungai Kemuning di Sampang, Sungai Welang dan Kedung Larangan di Pasuruan, dan anak-anak Sungai Madiun di wilayah Madiun dan sekitarnya.
Beberapa peristiwa banjir disebabkan oleh sampah rumah tangga yang menumpuk di sungai dan di pintu-pintu air. Menyikapi hal itu, dia mengajak masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan yang berpotensi menyumbat aliran air. Warga Jatim diajak peduli lingkungan dengan turut serta menjaga kebersihan.
Sementara itu, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Jatim Sriyono mengatakan, pihaknya telah memetakan daerah rawan bencana, terutama banjir dan longsor. Ada tujuh aliran sungai besar di Jatim yang perlu diwaspadai, antara lain Bengawan Solo, Brantas, Sungai Madura di Madura, Sungai Sampean di Situbondo, Sungai Bondoyudo di Lumajang, dan Sungai Bajulmati di Banyuwangi.
Selain banjir, pihaknya juga mewaspadai bencana longsor. Dari total 38 kabupaten dan kota di Jatim, sebanyak 34 daerah memiliki risiko terjadi bencana longsor. Untuk mengatasi hal tersebut, dilakukan penanaman pohon pada daerah lereng-lereng pegunungan sejak tiga tahun lalu.
Kepala Seksi Data Dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Juanda Teguh Tri Susanto mengatakan, fenomena La Nina akan memasuki wilayah Indonesia pada musim hujan Desember 2021 hingga Februari 2022. Hal itu mengakibatkan curah hujan meningkat hingga sekitar 30 persen daripada biasanya.
La Nina yang terjadi pada musim hujan ini berpotensi menyebabkan terjadinya bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan longsor, di sejumlah wilayah rawan di Jatim. Untuk itulah, pihaknya terus berkoordinasi dengan pemprov serta pemda kabupaten dan kota terkait informasi cuaca sebagai bagian dari upaya mitigasi bencana.
Kesiapsiagaan dalam upaya meningkatkan kewaspadaan dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, dengan melibatkan beragam institusi. Wakil Bupati Sidoarjo Subandi mengatakan, pihaknya telah mengecek kesiapan seluruh personel yang nantinya terlibat dalam penanganan bencana di daerah.
Kesiapan personel menjadi penting karena bencana terjadi secara tiba-tiba. Oleh karena itu, kesiapsigaan menjadi bagian dari mitigasi risiko bencana. Selain itu, di tengah pandemi yang belum selesai ini, tantangan penanganan bencana menjadi lebih berat.
Oleh karena itu, selain mengedepankan penanganan terhadap korban dan kejadian bencananya, penerapan protokol kesehatan yang ketat juga harus terus menjadi perhatian bagi semua pihak agar tidak memicu sebaran baru Covid-19. Sidoarjo merupakan daerah rawan bencana banjir di Jatim karena lokasinya yang berada di hilir Sungai Brantas.
Daerah rawan banjir, antara lain, tersebar di Kecamatan Sedati, Waru, Gedangan, Buduran, Sidoarjo, Candi, Porong, Tanggulangin, dan Jabon. Di Tanggulangin, banjir rutin melanda Desa Kedungbanteng, Banjarasri, dan Banjarpanji.
Genangan banjir di tiga desa ini dapat berlangsung hingga berbulan-bulan karena terjadi penurunan tanah yang menyebabkan desa tersebut seperti cekungan. Air tidak bisa mengalir ke sungai karena permukaan sungai lebih tinggi daripada permukiman warga.