Keuskupan Timika Serukan Gencatan Senjata di Intan Jaya
Keuskupan Timika dan LBH Papua menyerukan gencatan senjata antara TNI Polri dan Organisasi Papua Merdeka di Kabupaten Intan Jaya. Konflik menyebabkan dua anak tertembak dan ribuan warga mengungsi.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Para pastor Keuskupan Timika menyerukan gencatan senjata antara Organisasi Papua Merdeka dan TNI-Polri di Kabupaten Intan Jaya. Dalam konflik selama sepekan terakhir, seorang anak meninggal dan 1.955 orang mengungsi.
Pastor Dominikus Dulione Hodo, perwakilan dari Keuskupan Timika, saat dihubungi pada Minggu (31/10/2021), mengatakan, konflik yang terjadi di Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, menyebabkan seorang anak balita berusia dua tahun meninggal dan seorang anak terluka berat karena terkena tembakan.
Berdasarkan data yang dapat dihimpun Kompas dari Polda Papua, kedua korban, Nopelius Sondegau dan Yoakim Majau, tertembak pada 26 Oktober 2021 sekitar pukul 21.00 WIT. Nopelius tertembak di dada dan Yoakim di punggung.
Sementara data dari Keuskupan Timika menyebutkan, jumlah warga yang mengungsi akibat kontak tembak kedua belah pihak sebanyak 1.955 jiwa. Mereka mengungsi ke tiga lokasi, yakni Gereja Katolik Santo Misael Sugapa, Gereja GKII Tigomojigi dan Gereja Katolik Stasi Waboagopa.
”Keuskupan Timika yang wilayah tugasnya hingga Intan Jaya terus menyuarakan penegakan hak asasi manusia. Kami menyerukan gencatan senjata di antara kedua belah pihak dan menjalankan dialog bersama demi mendapatkan tercapai kedamaian,” tutur Dominikus.
Sementara itu, Koordinator Sekretariat Keadilan dan Perdamaian (SKP) Keuskupan Timika Saul Wanimbo mengungkapkan, pihaknya menemukan fakta terjadi kontak tembak di tengah permukiman warga. Hal ini disebabkan permukiman aparat keamanan berada di permukiman warga.
Ia menyatakan, Keuskupan Timika terus memantau kondisi ribuan pengungsi di tiga lokasi tersebut. Para pengungsi merasa trauma dan takut menjadi korban konflik kedua pihak yang bertikai.
”Kami meminta Komnas HAM segera melakukan investigasi konflik yang menyebabkan seorang anak balita meninggal. Hanya Komnas HAM lembaga yang memiliki otoritas untuk melaksanakan investigasi,” kata Saul.
Keuskupan Timika yang wilayah tugasnya hingga Intan Jaya terus menyuarakan penegakan hak asasi manusia.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Papua Emanuel Gobay menyatakan, Presiden Joko Widodo harus segera mengimplementasikan perlindungan anak dalam situasi konflik bersenjata di Papua. Hal ini sesuai Pasal 38 Ayat 4 Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 Tentang Pengesahan Konvensi Tentang Hak-hak Anak dan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Ia menambahkan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia juga segera melakukan tugas pengawasan dan pelaporan tentang perlindungan dan pemenuhan hak anak dalam situasi konflik bersenjata di Papua Khususnya Intan Jaya.
”Kami juga meminta Pemprov Papua dan Pemda Intan Jaya segera membentuk tim khusus untuk memenuhi rasa keadilan bagi keluarga kedua anak yang menjadi korban,”tambahnya.
Kepala Satgas Penegakan Hukum Nemangkawi Komisaris Besar Faizal Ramadhani mengatakan, kelompok kriminal bersenjata Undius Kogoya berada di balik aksi teror yang menyebabkan gangguan keamanan di Intan Jaya. Jumlah anggota kelompok ini sekitar 50 orang.
”Saat ini Satgas Nemangkawi bersama TNI telah menguasai fasilitas vital negara di Sugapa seperti bandara. Seluruh aparat keamanan di Intan Jaya dalam posisi masih bersiaga menghadapi kelompok ini,” kata Faizal.
Kepala Bidang Humas Polda Papua Komisaris Besar Ahmad Mustofa Kamal mengatakan, kelompok kriminal bersenjata yang memicu terjadinya kontak tembak pada 26 Oktober 2021. Akibatnya, kedua anak yang sedang bermain di sekitar rumah terkena tembakan.
”KKB yang terlebih dahulu menyerang aparat keamanan di Pos Koramil Sugapa dan Polsek setempat. Hal inilah yang memicu anggota melakukan tembakan balasan sehingga terjadi kontak tembak,” tutur Ahmad.