Permainan Tradisional, Energi Baru bagi Budaya Banjar
Permainan tradisional dalam masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan merupakan salah satu aset budaya daerah yang perlu dilestarikan. Permainan tradisional itu punya banyak manfaat ataupun nilai-nilai luhur di dalamnya.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
Kehadiran kampung bermain di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, mengembuskan napas baru lestarinya budaya Banjar. Lewat permainan tradisional, nilai-nilai kelokalan tertransformasi dari generasi lama ke baru.
Kampung Permainan Tradisional Banua (KPTB) Pendamai di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, adalah satu di antara 14 kampung bermain di Banjarmasin yang paling getol melestarikan permainan tradisional orang Banjar. Kampung bermain yang terbentuk pada 2016 itu mencoba meneruskan permainan orang bahari pada anak masa kini.
Di Kampung Bermain Pendamai, anak-anak kota di daerah permukiman padat penduduk Kelurahan Telawang, Kecamatan Banjarmasin Barat, terbiasa memainkan gasing (bagasing), logo (balogo), egrang (batungkau), bakiak, sumpit (basusumpitan), dan congklak (badaku).
”Lebih asyik bermain di sini (Kampung Bermain Pendamai) daripada main gadget (gawai) di rumah. Di sini banyak teman,” ujar Eliza (10), siswi kelas V SD, yang merupakan anak kampung bermain setempat, Jumat (15/10/2021).
Hampir setiap sore Eliza dan anak-anak lainnya berkumpul di Kampung Bermain Pendamai untuk memainkan permainan tradisional. Mereka bermain dengan gembira. Anak-anak yang sudah mahir bermain selalu bersedia mengajari anak-anak yang belum begitu bisa bermain.
Muhammad Suriani (65), pendiri Kampung Bermain Pendamai, mengatakan, berbagai permainan tradisional yang dimainkan anak-anak di situ merupakan permainan orang Banjar di masa lalu. ”Saya sendiri yang mengajari mereka bermain. Saya ingin anak-anak zaman sekarang tetap mengenal dan mencintai permainan tradisional,” katanya.
Suriani mencontohkan permainan gasing. Di masa kecilnya gasing dimainkan orang-orang kampung ketika sudah selesai panen padi. ”Permainan itu menjadi hiburan rakyat. Tetapi, sekarang lebih kerap dipertandingkan,” ujarnya.
Ada dua macam gasing dalam permainan tradisional orang Banjar, yaitu gasing laki dan gasing bini. Gasing laki memiliki kepala agak besar, sedangkan kepala gasing bini agak kecil. Dua macam gasing itu biasanya diadu di arena bermain. Permainan mengadu gasing laki dengan gasing bini itu dinamakan gasing gapuk.
Gasing gapuk juga sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2019. ”Untuk itu, permainan gasing gapuk harus kita lestarikan,” katanya.
Ragam permainan
Menurut Suriani, ada banyak ragam permainan tradisional orang Banjar. Permainan itu pada umumnya dikelompokkan menjadi permainan anak laki-laki dan permainan anak perempuan. Bagasing, balogo, dan batungkau sejatinya adalah permainan anak laki-laki, sedangkan badaku adalah permainan anak perempuan.
”Namun, di Kampung Bermain Pendamai sudah tidak lagi dibedakan antara permainan anak laki-laki dan perempuan. Semua anak itu setara dan harus bisa bermain permainan apa pun yang ada di sini,” kata penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia bidang Pelestari Permainan Budaya Tradisional dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2020 itu.
Syamsiar Seman dalam buku Permainan Tradisional Orang Banjar (2002) menguraikan 35 jenis permainan rakyat dalam masyarakat Banjar yang sudah langka. Menurut penulis, apabila diinventarisasi seluruh permainan tradisional orang Banjar yang ada di Kalimantan Selatan, sebetulnya jumlahnya lebih dari itu atau sangat banyak.
”Selebihnya tentu masih terdapat jenis permainan tradisional yang sudah terlupakan apa namanya dan bagaimana cara bermainnya. Jenis-jenis permainan seperti itulah yang justru telah punah,” tulisnya dalam kata penutup bukunya.
Menurut Syamsiar, permainan tradisional akan punah dan hilang dalam sejarah budaya daerah apabila tidak dilestarikan. Budaya elektronik yang sudah modern dapat menyaingi budaya tradisional, warisan dari orang-orang tua terdahulu, sehingga budaya tradisional semakin hari semakin tersisih.
”Permainan tradisional orang Banjar merupakan salah satu aset budaya daerah yang perlu dilestarikan. Jangan sampai anak-anak Banjar menjadi asing dengan permainan tradisional warisan orang tua terdahulu,” katanya.
Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat, Melisa Prawitasari, dalam artikel berjudul ”Nilai-Nilai Permainan Tradisional Masyarakat Banjar” sebagaimana dimuat dalam buku Ethnopedagogy: The Proceeding of International Seminar on Ethnopedagogy (2016), menguraikan sejumlah nilai dalam permainan tradisional.
Syamsiar Seman dalam buku Permainan Tradisional Orang Banjar (2002) menguraikan 35 jenis permainan rakyat dalam masyarakat Banjar yang sudah langka.
Menurut Melisa, permainan tradisional adalah permainan hasil budaya atau kebiasaan orang-orang di zaman dahulu yang kemudian diwariskan dan disebarluaskan turun-temurun secara lisan, tanpa ada dokumen yang menjelaskan siapa penciptanya, dari daerah mana asalnya, dan bagaimana sejarahnya.
Meskipun demikian, permainan tradisional memiliki banyak manfaat ataupun nilai-nilai luhur di dalamnya. ”Agar permainan tradisional dapat bertahan untuk generasi masa depan, masyarakat perlu mengetahui nilai-nilai luhur yang terkandung dalam aneka ragam permainan tradisional itu,” katanya.
Nilai-nilai yang terkandung di dalam permainan tradisional di antaranya adalah nilai edukasi, melatih ketangkasan, melatih keberanian, tolong-menolong atau kerja sama, melatih kejujuran, melatih kreativitas, dan cinta lingkungan. Selain itu, juga ada nilai keceriaan, tanggung jawab, disiplin, belajar hidup bersama, lapang dada, waspada, serta saling percaya.
Dalam permainan bagasing, misalnya, terkandung nilai pendidikan yang positif karena mampu melatih keterampilan, ketangkasan olahraga, kejujuran dalam bermain, setia kawan, dan persahabatan. Demikian pula dalam permainan balogo terkandung nilai keterampilan, kerja keras, kerja sama, dan sportivitas.
Apabila permainan tradisional tetap dilestarikan, pastilah anak-anak bangsa akan memiliki karakter sejati dari bangsa Indonesia yang merupakan warisan para leluhur. Karakter sejati bangsa itu nantinya dapat membawa Indonesia mencapai cita-cita dan tujuan mulia.