Presiden Joko Widodo, dalam pembukaan Kongres VI IJTI di Lombok, menyampaikan, peran jurnalis semakin penting. Di tengah munculnya berbagai platform media baru, Presiden meminta jurnalis lebih kreatif dan produktif.
Oleh
·5 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Presiden Joko Widodo mengatakan, di tengah membanjirnya informasi, termasuk saat pandemi, peran jurnalis semakin penting. Menurut Presiden, jurnalis menjadi suluh dari kegelapan, menjaga situasi tetap jernih, serta membangkitkan optimisme dan harapan dalam masyarakat.
Presiden Joko Widodo menyampaikan hal itu secara daring saat membuka Kongres VI Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) yang dipusatkan di Senggigi, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Jumat (29/10/2021). Kongres secara hibrida itu akan berlangsung selama tiga hari, yakni 29-31 Oktober 2021.
Hadir secara langsung dalam acara pembukaan, antara lain Menteri Komunikasi dan Informatika Indonesia Johnny G Plate, Gubernur NTB Zulkieflimansyah dan Wakil Gubernur NTB Sitti Rohmi Djalillah, Kapolda NTB Inspektur Jenderal M Iqbal, dan Komandan Resort Militer 162/Wira Bhakti Brigadir Jenderal Ahmad Rizal Ramdhani. Selain itu, hadir juga Wakil Ketua Dewan Pers Hendry Ch Bangun dan Ketua Umum IJTI Yadi Hendriana.
Mengawali sambutannya, Presiden Joko Widodo menyampaikan terima kasih kepada jurnalis televisi yang telah membantu pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19 selama hampir dua tahun ini.
”Hal itu dilakukan dengan menyampaikan informasi yang akurat, memberikan apresiasi dan semangat, tetapi juga kritik yang konstruktif,” kata Presiden.
Menurut Presiden, pada masa pandemi, kita semakin menyadari pentingnya informasi. Masyarakat dibanjiri berbagai informasi terkait pandemik yang datang dengan cepat dan jangkauan masif. ”Tetapi, dampaknya tidak kalah dahsyat dibanding pandemi itu sendiri,” kata Presiden.
Menurut Joko Widodo, di tengah banjirnya informasi, peran para jurnalis makin penting. ”Jurnalis menjadi suluh dari kegelapan, menjaga situasi tetap jernih, membangkitkan optimisme, dan harapan dalam masyarakat,” kata Presiden.
Presiden menambahkan, jurnalisme tidak sekadar fakta, tetapi juga memperhitungkan dampak. Tidak sekadar good journalism, tetapi wise journalism atau jurnalisme yang bijak.
”Pers hari ini adalah pers yang mampu beradapatasi dengan cepat. Gesit mengatasi ketertinggalan. Cepat mempelajari kompetensi baru, inovatif dalam menghadapi era disrupsi teknologi,” kata Presiden.
Presiden mengatakan, kehadiran berbagai platform media baru harus memacu para jurnalis lebih kreatif dan produktif. Terus memperkuat value atau nilainya sebagai penyebar informasi yang kredibel. Meningkatkan kecermatan, serta menjaga independensi dan obyektivitas.
”Kehadiran platform media baru harus mendukung transformasi kemajuan bangsa. Bukan semata-mata dimovitasi untuk menumpuk jumlah viewer (penonton), menumpuk jumlah subscriber (pelanggan), menumbuh jumlah like atau sekadar clikbait. Tetapi, seharunya bisa memberikan kontribusi untuk masyarakat, bangsa, dan kemanusiaan,” kata Presiden.
Hal itu dilakukan dengan menyampaikan informasi yang akurat, memberikan apresiasi dan semangat, tetapi juga kritik yang konstruktif. —Joko Widodo
Joko Widodo menegaskan, pemerintah akan terus memegang teguh komitmen untuk menjaga kemerdekaan pers. Membuka ruang bagi insan pers untuk menyuarakan kepentingan publik.
”(Pemerintah) terbuka atas sikap kritis dan solutif (dari pers) mengawal berbagai kebijakan pemerintah,” kata Presiden.
Tantangan
Johnny G Plate mengatakan, perkembangan lanskap industri pertelevisian, tidak dapat dimungkiri, berkelindan dengan perkembangan teknologi-teknologi yang ada dan berkembang saat ini. Baik sebagai kanal distribusi, maupun konteks.
Teknologi digital hadir mewarnai jagat pertelevisian nasional. Juga mendorong percepatan transformasi industri pertelevisian. Terlebih selama masa pandemi Covid-19,” kata Johnny.
Menurut Johnny, setidaknya, terdapat dua tantangan utama yang dihadapi oleh insan pertelevisian. Termasuk jurnalis televisi di era digital. Pertama, persaingan usaha di era disrupsi digital. Kedua, independensi jurnalis dalam melaksanakan tugas.
Johnny menjelaskan, menurut laporan Motion Picture Association tahun 2020, tercatat bahwa sepanjang pandemi Covid-19, terdapat peningkatan pengguna layanan video daring sebesar 1,1 miliar orang. Jumlah itu lebih besar dari 26 persen dibandingkan dengan 2019.
Laporan yang sama juga menyampaikan bahwa televisi, khususnya televisi berlangganan, menjadi pangsa pasar pertelevisian dengan pendapatan tertinggi mencapai 111,6 miliar dollar Amerika Serikat.
”Kondisi tersebut menunjukkan bahwa meski di tengah kondisi disrupsi digital, industri pertelevisian berpeluang untuk terus tumbuh meskipun turut memiliki tantangannya sendiri,” ujarnya.
Meski demikian, kata Johnny, ada tiga kondisi besar yang harus dihadapi instan jurnalisme saat ini. Berdasarkan Digital News Report 2021 dari Oxford University dan Reutres Institute, kondisi itu yakni tingkat kesenjangan kepercayaan publik (public trust gap) antara media arus utama dan media sosial yang semakin tinggi.
”Dua kondisi lain adalah isu akses publik terhadap informasi yang berkualitas dan penurunan ketertarikan publik terhadap berita dibandingkan konten di media sosial yang semakin atraktif,” katanya.
Menyikapi hal itu, pemerintah tidak tinggal diam. Menurut Johnny, pemerintah terus mendorong adopsi teknologi digital secara holistik untuk seluruh pelaku industri di Tanah Air, termasuk industri pertelevisian.
”Upaya menciptakan kesetaraan (fair level of playing field) dan konvergensi media terus dilakukan melalui berbagai kebijakan yang melibatkan beragam pemangku kepentingan,” ujarnya.
Dia menambahkan, selain persaingan usaha, independensi jurnalis juga menjadi tantangan. ”Kehadiran jurnalis, termasuk jurnalis televisi yang independen, merupakan pilar penting dalam kehidupan berdemokrasi di Indonesia. Di negara lain pun demikian,” ujarnya.
Oleh karena itu, menutu Johnny, independensi kita harus dikelola dan pastikan dengan baik oleh semua pihak. Sehingga tidak hanya jurnalis, tetapi industri berkembang baik sebagai pilar demokrasi dan landasan loncatan pembangunan nasional.
Hendry C Bangun menambahkan, televisi saat ini menjadi salah satu platform dengan tantangan luar biasa baik dari teknologi maupun kemampuan jurnalis. Oleh karena itu, dia berharap melalui Kongres VI IJTI, persoalan itu akan dibahas dan lahir formula untuk menghadapinya.
Hal serupa juga disampaikan Yadi Hendriana. Menurut Yadi, dampak hadirnya platform media baru menjadi tantangan bagi jurnalis untuk meningkatkan kualitas produknya dan berdampak positif bagi publik. Hal itu dilaksanakan dengan tetap menjunjung kode etik jurnalistik dan bertanggung jawab.