Menyisir Kumitir, Singkap Misteri Istana Utama Kerajaan Majapahit
Eskavasi Kumitir yang diyakini istana Bhre Wengker menjadi kunci yang akan menuntun arkeolog menemukan keberadaan istana barat tempat Raja Hayam Wuruk, atau istana utama ibu kota Majapahit.
Ikhtiar menguak tabir istana utama atau Wilwatiktapura Majapahit yang dilakukan para arkeolog diharapkan terus berlanjut. Salah satunya melalui penuntasan eskavasi Situs Kumitir yang diyakini sebagai istana timur Majapahit atau istana Bhre Wengker, mertua sekaligus paman Raja Hayam Wuruk.
Majapahit merupakan salah satu kerajaan terbesar dalam sejarah Indonesia. Kekuasaannya terbentang dari Jawa, Sumatera, Kalimantan hingga mancanegara seperti Filipina. Kerajaan yang berdiri 1293-1527 Masehi ini berpusat di Jatim dan mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk dengan patihnya Gajah Mada.
Sebagai pusat peradaban besar, Majapahit meninggalkan banyak warisan di bidang tata pemerintahan, sistem keuangan, hingga budaya maritim, yang sebagian besar masih digunakan di masa kini. Kakawin Negarakertagama (1365), misalnya, menyebutkan, kerajaan ini berbudaya adiluhung, anggun, canggih, dengan cita rasa seni dan sastra halus, serta sistem ritual keagamaannya rumit.
Kumitir merupakan kotak pandora yang mampu menyingkap tabir keberadaan Wilwatiktapura atau istana utama.
Upaya menggali jejak peradaban Mahapahit dilakukan sejak berpuluh-puluh bahkan ratusan tahun silam. Penggalian itu telah menemukan banyak tinggalan arkeologi, seperti struktur bangunan candi, pintu gerbang, patirtan, serta fragmen barang-barang, seperti arca, genteng, keramik, dan porselen.
Baca Juga: Situs Kumitir Singkap Jejak Istana Singgah Bangsawan Majapahit
Meski banyak menemukan tinggalan arkeologi yang diyakini terkait erat dengan peradaban Majapahit, upaya mencari jejak istana utama atau Wilwatiktapura tak kunjung membuahkan hasil. Penelusuran sejarah, salah satunya catatan Ma Huan, penerjemah Laksamana Cheng Ho, penjelajah Tiongkok, istana utama Majapahit berada di Trowulan, Mojokerto.
Pencarian jejak istana utama Majapahit pun tetap difokuskan di Mojokerto. Bahkan, para arkeolog meyakini upaya pencarian itu saat ini hampir berhasil. Asa yang menguat itu terjadi sejak para arkeolog dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim mengeskavasi situs Kumitir mulai 2019.
Arkeolog BPCB Jatim Wicaksono Dwi Nugroho dalam webinar ”Update Situs Kumitir dan Sejarah Bencana di Jawa Timur”, Sabtu (23/10/2021), mengatakan, sejak temuan awal, Situs Kumitir telah menarik perhatian para arkeolog dan menggairahkan kembali penelitian tentang Majapahit.
Acara yang digelar oleh Teknik Geofisika Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) itu juga menghadirkan Amin Widodo, ahli bencana geologi. Eskavasi Kumitir melibatkan tim geofisika ITS untuk memindai temuan struktur bata kuno dan lapisan tanah (stratigrafi) yang mengubur bangunan.
Wicaksono mengatakan, perjalanan eskavasi situs Kumitir memakan waktu panjang dari 2019-2021 dan terbagi empat tahapan. Eskavasi tahap pertama pada 2019, setelah menerima laporan dari perajin bata merah yang menemukan struktur bata sepanjang 21 meter, pada 20 Juni 2019. Bangunan itu melintang di tanah galian di Dusun Bendo, Desa Kumitir, Kecamatan Jatirejo.
Baca juga: Eskavasi Lanjutan Sempurnakan Kenampakan Kompleks Situs Kumitir
Eskavasi tahap kedua dilakukan pada 2020 dan eskavasi tahap ketiga pada Maret 2021. Adapun eskavasi tahap keempat diselesaikan September 2021 dan menghasilkan beragam temuan signifikan.
”Dari eskavasi diperoleh gambaran tentang dinding pada struktur bangunan seluas sekitar 6 hektar (ha). Dinding itu memiliki panjang 316 meter dengan lebar 203 meter yang pada bagian tengah terdapat bangunan utama yang dinamakan sektor A,B,C dan D,” ujar Wicaksono.
Berdasarkan analisis para arkeolog BPCB Jatim, struktur bangunan yang ditemukan pada situs Kumitir merupakan istana Bhre Wengker, paman sekaligus mertua Raja Hayam Wuruk. Bangunan istana bangsawan tersebut menghadap barat yang ditandai dengan temuan gerbang utama yang berada persis di tengah-tengah. Kemegahan bangunan ditandai adanya pilar setinggi 2,95 meter.
Masih menurut Wicaksono, di sudut barat laut ditemukan bastion atau pojok benteng. Temuan-temuan itu memperkuat hipotesis bahwa bangunan ini merupakan istana timur Majapahit, yakni istana milik Bhre Wengker dan istrinya Rani Dhaha seperti disebutkan dalam Kitab Negarakertagama, Pararaton, serta Kidung Wargasari.
Pada eskavasi tahap keempat, tim arkeolog berhasil menggali sepanjang 131 meter dari total panjang 203 meter. Hasil penggalian itu menampakkan dinding tinggi dilengkapi pilar-pilar setinggi 2,95 meter dengan jarak antarpilar 12,65 meter. Kedalaman penggalian tertinggi 3 meter, tetapi rata-rata 1,5 meter hingga 2 meter.
Wicak menyayangkan banyak bagian bata yang diambil warga secara besar-besaran pada 1980-an. Bata itu dipakai membangun rumah, perkerasan jalan, bahkan berkubik-kubik bata dipakai sebagai bahan baku produksi semen merah. Meski demikian, jejak-jejak yang tersisa masih jelas menampakkan dinding bagian depan dari istana timur.
Besar harapan eskavasi situs Kumitir bisa dituntaskan karena diyakini menjadi kunci yang akan menuntun arkeolog menemukan istana barat tempat Raja Hayam Wuruk, atau istana utama ibu kota Majapahit. Kumitir merupakan kotak pandora yang mampu menyingkap tabir keberadaan Wilwatiktapura.
Interpretasi tentang keberadaan Wilwatiktapura, salah satunya, disampaikan arkeolog Universitas Indonesia, Profesor Agus Aris Munandar, yang dikenal dengan konsep Sanga Mandala (sembilan zona). Keraton utama diyakini berada di dekat situs Sumur Upas yang berlokasi di Desa Kedaton, Trowulan.
Interpretasi lain menyatakan keraton utama berada di timur dari situs Segaran. Namun, semua interpretasi itu belum didukung oleh temuan arkeologi yang kuat meskipun di Trowulan banyak ditemukan benda-benda peninggalan dan struktur bangunan seperti sumur, candi, dan pintu gerbang.
Toponimi Kumitir
Sementara itu, penamaan Kumitir diambil dari nama desa tempat situs ditemukan. Namun, yang menarik, Kumitir sejatinya toponimi yang banyak disebut dalam catatan sejarah. Negarakertagama pupuh 41;4 misalnya, menyebutkan Kumitir sebagai istana ajaib Bhre Wengker dan Rani Dhaha. Dengan demikian terdapat istana Hayam Wuruk pada sisi barat istana tersebut.
Sementara kitab Pararaton menyebut Kumitir sebagai Kumeper, tempat pendharmaan Mahesa Cempaka, putra Raja Majapahit pertama Raden Wijaya, yang juga paman dari Bhre Wengker. Interpretasi sebelumnya tidak menjelaskan, Kumitir ada di Trowulan sehingga banyak orang menyangka lokasinya di Gunung Gumitir di Ponorogo atau Kumitir di Banyuwangi.
Adapun dalam Kidung Wargasari dikisahkan seorang tokoh bernama Wargasari melewati Kumitir dalam perjalanannya menuju Wilwatiktapura. Dari kidung inilah muncul kecurigaan, Kumitir bagian dari ibu kota Majapahit, tepatnya di sebelah timur. Saat situs Kumitir dimasukkan dalam peta sebaran temuan jejak arkeologi di Trowulan, terdapat kesesuaian letak, yakni di sebelah timur.
Wicak mengakui tidak mudah menyelesaikan eskavasi situs Kumitir karena beragam tantangan. Salah satunya, keterbatasan pendanaan. Namun, hal itu disiati dengan bantuan pendanaan dari Direktorat Perlindungan Cagar Budaya dan Permuseuman serta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jatim.
Sementara itu, luasnya kawasan situs disiasati dengan menetapkan skala prioritas dalam eskavasi dengan mempertimbangkan, antara lain adanya hubungan dengan temuan situs-situs sebelumnya, masalah kepemilikan lahan yang melibatkan banyak pihak, serta penanganan pascaeskavasi.
Jejak bencana
Di sisi lain, ahli geologi ITS, Amin Widodo, mengatakan, situs Kumitir menyingkap jejak bencana geologi, terutama letusan gunung api dan banjir, yang diduga kuat turut menjadi penyebab keruntuhan peradaban kuno terutama pada zaman Majapahit. Jejak reruntuhan ditemukan terkubur dalam tanah yang, antara lain, mengandung endapan lumpur, batuan, dan material vulkanik.
Analisis itu didasarkan hasil pemindaian dengan perangkat teknologi geolistrik, geomagnet, dan georadar yang dilakukan oleh tim peneliti geofisika ITS. Pemindaian ini menghasilkan data yang mampu mengungkap struktur di dalam tanah tanpa menggali atau eskavasi.
Pusat peradaban Majapahit yang diduga kuat berada di Trowulan dikelilingi gunung, antara lain Penanggungan dan Kelud. Sejarah mencatat letusan Kelud sangat dahsyat. Radius sebaran material yang dikeluarkan saat meletus, sangat luas bahkan hingga ke luar Jatim.
”Selain itu, Trowulan berlokasi dekat dengan aliran sungai besar, seperti Sungai Konto, yang mengalirkan material vulkanik letusan Kelud sehingga berpotensi menyebabkan terjadinya banjir bandang,” kata Amin Widodo.
Kepala BPCB Jatim Zakaria Kasimin mengatakan, sedang mengajukan program ekskavasi lanjutan untuk Situs Kumitir. ”Kumitir adalah temuan terbesar dan komprehensif pada 2019, apalagi setelah bisa disimpulkan merupakan istana singgah Bhre Wengker,” kata Zakaria. (Kompas.id, 13 September 2020)
Eskavasi situs Kumitir sebagai ikhtiar menyingkap tabir istana kota raja Majapahit secara utuh, idealnya terus berlanjut. Namun, di luar urusan arkeologi, banyak tantangan harus diselesaikan lebih dulu, seperti keterbatasan anggaran dan luasnya lahan yang harus dibebaskan, serta banyaknya pihak yang menguasai lahan tersebut.
Baca Juga: Masa Depan Situs Kumitir Bergantung Pembebasan Lahan Warga