Jatuhnya Korban Jiwa dalam Diklatsar Menwa Bentuk Kegagalan Organisasi
Komando Nasional Resimen Mahasiswa Indonesia menilai, diklatsar tidak harusnya menjatuhkan korban jiwa. Terjadinya kecelakaan dicap sebagai sebuah kegagalan organisasi mahasiswa. Organisasi pun beradaptasi sesuai zaman.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Komando Nasional Resimen Mahasiswa Indonesia menyatakan, kegiatan pendidikan dan pelatihan dasar tidak semestinya menjatuhkan korban jiwa. Kecelakaan dianggap sebagai sebuah kegagalan. Organisasi mahasiswa tersebut juga terus beradaptasi dengan keperluan zaman.
Hal itu disampaikan Kepala Staf Komando Nasional Resimen Mahasiswa Indonesia M Arwani Denny saat menemui Kepala Kepolisian Resor (Polres) Kota Surakarta Komisaris Besar Ade Safri Simanjuntak di Markas Polres Kota Surakarta, Jawa Tengah, Kamis (28/10/2021) sore.
Dalam kesempatan itu, Denny mempertanyakan sejumlah hal terkait insiden tewasnya Gilang Endi Saputra (21), mahasiswa Universitas Sebelas Maret, dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan dasar resimen mahasiswa (diklatsar menwa) perguruan tinggi tersebut. Pihaknya mendukung penuh agar kasus tersebut diusut tuntas.
”Sudah ada peraturan bahwa setiap pendidikan harus zero accident. Bahkan, pendidikan apa pun, ketika ada korban, itu dianggap gagal. Kami sudah mengarah ke sana,” kata Denny.
Untuk itu, menurut Denny, pengawasan menjadi hal yang wajib dalam kegiatan diklatsar. Adanya pengawasan merupakan upaya mencegah terjadinya insiden dalam kegiatan serupa. Namun, ia enggan berkomentar atas ada tidaknya pengawasan dalam diklatsar yang diadakan di UNS. Sebab, proses pemeriksaan masih terus berlangsung.
”Untuk itu, kami belum bisa memberikan pernyataan yang detail. Sebab, takutnya nanti malah jadi simpang siur. Tentu kami percaya kepada pihak kepolisian untuk memberikan keterangan terkait kasus tersebut,” kata Denny.
Denny menjelaskan, seiring berkembangnya zaman, menwa juga terus melakukan perubahan pembinaan. Saat ini, organisasi mahasiswa tersebut merujuk pada konsep ”Tri Dharma Perguruan Tinggi” dalam menjalankan kegiatan. Konsep tersebut terdiri dari pengajaran dan pendidikan, penelitian dan pengembangan, serta pengabdian masyarakat.
Menurut Denny, poin pengabdian masyarakat bagi Menwa nantinya diarahkan untuk terlibat dalam penanganan kebencanaan. Tidak selalu bernuansa kemiliteran. Menurut dia, organisasi mahasiswa hanya termasuk komponen pendukung dalam hal bela negara. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara.
”Jadi (menwa) sudah tidak ’military heavy’ lagi, angkat senjata, dan sebagainya. Karena ini, sudah jelas, negara sudah mengatur menwa adalah komponen pendukung. Jadi, bukan yang kombatan sehingga pendidikannya harus disesuaikan dengan kebutuhan. Hari ini, kebutuhan kita adalah terkait kebencanaan,” kata Denny.
Denny menambahkan, pihaknya berencana mengevaluasi prosedur standar operasi pasca-insiden yang menewaskan mahasiswa UNS. Apabila ditemukan hal-hal yang tidak sesuai, akan diperbaiki. Pihaknya menilai, para mahasiswa membutuhkan saran dan kritik agar menwa berkembang lebih baik lagi.
”Kami butuh dukungan dari teman-teman sekalian, juga untuk kritik yang membangun. Adik-adik menwa, kan, mereka masih mahasiswa. Mahasiswa yang masih baru-baru berproses tentunya butuh diingatkan dengan kritik,” kata Denny.
Denny menyerahkan seluruh proses penegakan hukum kepada aparat kepolisian. Pihaknya tak ingin berasumsi sebelum seluruh tahapan penyidikan selesai ditempuh. Ia juga tak ingin berprasangka bahwa terjadi tindak kekerasan dalam kegiatan menwa tersebut. Sebab, proses pemeriksaan juga masih menanti hasil otopsi dari kepolisian.
Kepala Polres Kota Surakarta Ade Safri Simanjuntak mengatakan, proses pemeriksaan terus berlanjut. Sudah ada 23 saksi yang diperiksa. Mereka terdiri dari 8 saksi peserta, 12 saksi panitia, seorang saksi dosen, dan dua saksi warga setempat.
Sejumlah barang bukti juga sudah dikumpulkan aparat kepolisian. Barang bukti itu terdiri dari pakaian dan helm korban yang dikenakan selama mengikuti kegiatan. Disita pula barang berupa senjata replika yang dibagikan oleh panitia kepada para peserta.
Ade Safri melanjutkan, pihaknya juga akan menyerahkan barang bukti elektronik untuk dianalisis lebih lanjut di laboratorium forensik Polda Jateng. Pihaknya menjanjikan proses pemeriksaan memanfaatkan metode investigasi berbasis ilmiah, atau scientific investigation. Optimalisasi teknologi diharapkan membantu menemukan titik terang atas kasus tersebut.
”Tim masih terus bekerja mengoptimalkan upaya penyelidikan dan penyidikan. Penetapan tersangka akan kami optimalkan dengan gelar perkara. Doakan semua lancar dan segera terungkap kebenaran dari peristiwa yang terjadi,” kata Ade Safri.