Waktunya Melindungi Kantong Semar Lereng Gunung Slamet
Kantong semar gunung slamet hanya tersisa sekitar 2.600 tanaman di habitatnya. Kini saatnya melindungi tanaman ini dan melestarikannya demi anak cucu kita.
Oleh
Wilibrordus Megandika Wicaksono
·4 menit baca
Gemericik aliran Sungai Pelus melengkapi sejuknya kawasan Baturraden Adventure Forest di lereng selatan Gunung Slamet. Angin lembut menyapa disemaraki cuit-cuit burung hutan. Di greenhouse berukuran sekitar 20 meter x 8 meter, sebanyak 250 tanaman endemik Gunung Slamet, yaitu kantong semar, dilestarikan.
”Upaya stek tanaman ini juga cukup lama dan sulit. Dalam waktu 4 bulan, satu tanaman yang dilakukan proses stek baru tumbuh 2-3 daun. Ini butuh perawatan yang luar biasa,” ujar Pegiat Konservasi Baturraden Adventure Forest, Tri Agus Triono, di Baturraden, Banyumas, Jawa Tengah, Rabu (20/10/2021).
Triono berkelakar bahwa menjaga kantong semar yang hanya ada di Gunung Slamet ini jauh lebih sulit daripada menjaga pacar. Sejumlah perlakuan diupayakan untuk dapat menjaga, membudidayakan, juga melestarikan kantong semar ini, mulai dari pembuatan greenhouse, pengaturan cahaya, serta penentuan media tanam.
”Ini tujuannya untuk konservasi dan dikembalikan ke habitat. Kemudian, ini lebih diperkenalkan lagi ke masyarakat Banyumas, termasuk pemburu hewan dan tanaman, sehingga tahu betul karena jumlah tanaman ini tinggal sedikit dan tidak bisa dikomersialkan. Ini harus diselamatkan,” tuturnya.
Karena sudah jarang ditemukan di alam, statusnya pun menjadi tanaman langka. Karena langka, tanaman ini pun berpotensi jadi buruan kolektor tanaman hias.
Jika berselancar sejenak di lapak dalam jaringan dengan kata kunci ”jual Nepenthes adrianii”, akan muncul banyak gambar kantong semar serta sejumlah keterangan. Ada yang menampilkan hasil persilangan kantong semar yang tumbuh di dataran tinggi atau disebut kantong semar hibrida dan dijual dengan harga kisaran Rp 70.000-Rp 85.000. Ada juga yang menjual Nepenthes adrianii murni dengan harga mencapai Rp 112.000 per tanaman.
Dalam pelestarian kantong semar ini, Baturraden Adventure Forest bekerja sama dengan Mahasiswa Hukum Pencinta Alam Universitas Wijayakusuma Purwokerto. Atas aktivitas jual beli tanaman langka ini, Kepala Divisi Studi Lingkungan, Penelitian, Pengembangan, dan Pengabdian Masyarakat Mahasiswa Hukum Pencinta Alam (Mahupa) Universitas Wijayakusuma Rizki Nur Jamali kembali mengingatkan masyarakat bahwa tanaman ini langka dan sulit hidup di perkotaan.
”Kami berharap kepada masyarakat, khususnya warga di lereng Gunung Slamet, untuk tidak mengambil kantong semar ini dari habitatnya meski memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Bagi yang memiliki hobi tanaman, ketika mau membeli ini dan dibawa ke rumah, kami pastikan jika tidak sesuai dengan lingkungan hidupnya, pasti tidak akan jadi (akan mati),” papar Rizki.
Rizki mengatakan, tanaman ini tidak akan berkembang dengan baik jika tidak ditanam di kawasan gunung karena butuh ketinggian sekitar 1.000 mdpl dan kelembapan yang tinggi. Media tanam yang disipakan juga harus berupa tanah berhumus tinggi.
”Tanaman ini sudah termasuk tanaman langka dan hanya berada di Gunung Slamet. Jumlahnya di alam pun diperkirakan hanya sekitar 2.600 tanaman. Ini yang jadi alasan mengapa Mahupa fokus pada konservasi kantong semar Gunung Slamet,” kata Rizki.
Kalau dilihat dari sejarahnya, tanaman ini berevolusi sekitar 8 juta tahun yang lalu.
Pada Rabu siang itu, Rizki bersama timnya tengah melakukan uji coba pelepasliaran dua tanaman ke alam sambil dipantau perkembangannya. ”Harapannya ke depan, baik seluruh mapala, masyarakat, maupun pemerintah mampu berduyun-duyun bekerja sama untuk melestarikan kantong semar hingga akhirnya status langka kantong semar gunung slamet ini dicabut,” katanya.
Karena ukuran kantong pada tanaman endemik Gunung Slamet ini kecil dibandingkan kantong semar jenis lain, kata Rizki, serangga yang terperangkap masuk dalam kantong ini biasanya adalah semut, nyamuk, atau lalat.
”Kalau dilihat dari sejarahnya, tanaman ini berevolusi sekitar 8 juta tahun yang lalu. Dulu ini adalah tanaman biasa, kemudian dia mengorbankan daunnya menjadi kantong sebagai perangkap serangga. Beberapa temuan spesies kantong semar besar di Kalimantan, misalnya, di dalam kantongnya terdapat ular atau tikus. Karena kantong semar di Gunung Slamet ini tidak begitu besar, di dalamnya biasanya berisi serangga-serangga,” tuturnya.
Dari catatan Kompas (28/4/2016), tanaman anggrek dan kantong semar gunung slamet dijarah dan petugas menangkap tiga kelompok penjarah yang biasa menjual tanaman hias itu di Bandung, Jawa Barat, atau bahkan dikirim ke luar negeri, seperti Taiwan dan Jepang.
”Jumlah yang diambil tak tanggung-tanggung, sampai ada yang membawa tiga karung. Satu karung berisi puluhan tanaman. Total mungkin ada sekitar 200 tanaman anggrek, kantong semar, dan penjalin cacing,” kata Komandan Jagabaya Tourism Independent Security Baturraden Warjito saat itu.
Beberapa flora itu adalah anggrek epifit (Mycaranthes latifolia) dan anggrek tanah (Calanthe pulchra). Selain itu, kantong semar (Nepenthes adrianii) dan penjalin cacing (Calamus melanoloma), jenis rotan yang merambat dan berumpun (Kompas, 28/4/2016).
Bersama semangat para mahasiswa pencinta alam, kini saatnya semua pihak turut menjaga tanaman endemik Gunung Slamet ini. Jangan sampai kantong semar ini sirna di habitatnya dan anak cucu di masa depan hanya tahu dari gambar atau fotonya saja.