Problem Ekonomi Melatarbelakangi Penganiayaan Anak Balita di Batu
Polres Batu meringkus seorang lelaki yang menganiaya calon anak tirinya yang masih anak balita di Batu, Jawa Timur. Tekanan ekonomi diduga menjadi motif pelaku melampiaskan kekesalannya dengan menganiaya korban.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·4 menit baca
BATU, KOMPAS — Masalah ekonomi menjadi salah satu motif yang melatarbelakangi WK (26), warga Desa Beji, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Jawa Timur, tega menganiaya N, calon anak tirinya, yang masih berumur 2,5 tahun. Akibat perbuatan WK, anak balita perempuan itu menderita luka di sekujur tubuhnya dan kini masih dirawat di salah satu rumah sakit di Kota Batu.
Hasil visum diketahui korban menderita luka bakar akibat siraman air panas, sundutan rokok, dan gigitan di jari kedua tangannya. Selain perawatan fisik, korban juga dibantu psikolog dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Batu untuk pemulihan trauma psikis.
Kepala Kepolisian Resor Batu Ajun Komisaris Besar I Nyoman Yogi Hermawan, dalam keterangan pers, Rabu (27/10/2021) malam, mengungkapkan, tersangka yang tidak memiliki pekerjaan tetap atau serabutan menganggap korban menjadi beban lantaran bukan anak biologisnya.
Tersangka juga kesal karena korban sering rewel. ”Juga dipicu permasalahan dengan ibu korban. Meski belum resmi menikah, mereka sudah tinggal satu rumah. Akumulasi permasalahan itu menyebabkan tersangka kesal,” ujar Yogi.
Menurut Yogi, penganiayaan terhadap N dilakukan tersangka dalam kurun waktu Agustus hingga Oktober, atau selama ibu korban berinisial C (19) tinggal serumah dengan tersangka. WK dan C menjalin hubungan asmara dan berencana menikah dalam waktu dekat. C merupakan warga Punten, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Adapun C tidak berani melaporkan masalah ini ke polisi karena takut, tertekan, dan khawatir tidak jadi dinikahi oleh tersangka.
WK diringkus kurang dari 24 jam setelah dilaporkan oleh paman korban, Sabtu (23/10/2021). Polisi menyita sejumlah barang bukti, seperti bak plastik yang dipakai mandi korban serta gayung yang dipakai untuk menyiram air panas ke tubuh korban.
”Juga panci alumunium yang dipakai untuk memasak air untuk mandi. Karena korban rewel (saat dimandikan), air panas itu kemudian disiramkan ke tubuhnya,” katanya.
Dari pemeriksaan sementara, menurut Yogi, kondisi psikis WK normal, tetapi polisi tetap akan mengundang psikiater guna mengetahui lebih dalam kondisi kejiwaan pelaku.
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Batu Inspektur Satu Yusi Purwanto menambahkan, setelah dirawat lima hari di rumah sakit, luka di tubuh korban terus membaik. ”Yang paling parah di bagian tangan dan kaki,” ucapnya.
Atas tindakannya itu, pelaku dijerat dengan Pasal 80 Ayat 2 juncto 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 yang telah diubah Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara maksimal lima tahun.
Sementara itu, Wali Kota Batu Dewanti Rumpoko mengatakan, semua biaya perawatan N akan ditanggung Pemerintah Kota Batu. Pemkot Batu juga akan melakukan pendampingan psikologis, baik terhadap N maupun ibunya.
Dewanti sudah mencoba berkomunikasi dengan C, tetapi belum banyak keterangan yang diberikan lantaran yang bersangkutan masih trauma. ”Kami akan pikirkan bagaimana bisa memberikan trauma healing kepada ibu dan anak balitanya untuk pemulihan psikologis,” ujar Dewanti setelah menjenguk korban di rumah sakit.
Kepala Desa Punten Hening Trisunu mengatakan, selama ini korban tinggal bersama ibu dan kakeknya, Mono, di Dusun Payan. Mono memiliki tiga anak, tetapi dua anak yang lain tinggal di Desa Sumbergondo dan Pujon. ”Nah, empat bulan terakhir C ini dibawa oleh Wahyu. Mereka tinggal di rumah Wahyu di Desa Beji. Wahyu merupakan calon suami C,” ujar Hening.
Menurut Hening, saat sempat pulang ke Payan beberapa hari lalu, warga sebenarnya sudah menaruh curiga atas kondisi korban yang menderita luka di beberapa bagian tubuhnya. Namun, saat ditanyakan ke keluarga, mereka mengatakan jika luka itu akibat gatal.
Karena curiga, warga kemudian membawa N ke rumah sakit sambil menghubungi dua anak Mono yang lain agar melaporkan kasus ini ke Polres Batu. ”Ada juga warga Payan yang tinggal di Beji, merasa ada yang tidak beres. Akhirnya warga yang peduli terhadap N membawanya ke rumah sakit,” katanya.
Kondisi ekonomi keluarga C memang kurang mampu. C tidak bekerja, sedangkan Mono menambang pasir di Sungai Brantas. ”Selama ini, jika ada program bantuan sosial, mereka didahulukan. Rumahnya juga pernah kami bedah dulu karena kondisinya tidak mampu,” kata Hening.