Dalami Penggunaan Dana Otsus, KPK Periksa Belasan Pejabat Aceh
Komisi Pemberantasan Korupsi mulai mendalami pengadaan kapal Aceh Hebat setelah beberapa lembaga masyarakat sipil di Aceh melaporkan dugaan korupsi.
Oleh
ZULKARNAINI MASRY
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi sejak Senin (25/10/2021) hingga beberapa hari ke depan memeriksa belasan pejabat Aceh dari kalangan eksekutif dan legislatif. Pemeriksaan dilakukan terkait dengan penggunanaan dana otonomi khusus untuk pengadaan kapal dan sejumlah proyek tahun jamak.
Dari kalangan legislatif yang diperiksa di antaranya Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Henra Budian, Darmili, dan Safaruddin, serta anggota DPRA, Irwan Djohan.
Adapun dari kalangan eksekutif yang diperiksa di antaranya Kepala Dinas Perhubungan Aceh Junaidi, Kepala Dinas Keuangan Aceh Azhari, serta sejumlah pejabat dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Aceh.
Pantauan Kompas, Selasa (26/10/2021), sejumlah pejabat yang dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangi gedung Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Wilayah Aceh di Lampineung, Banda Aceh. Mereka datang dengan membawa sejumlah dokumen yang diminta oleh penyidik.
Para pejabat yang diperiksa diminta membawa surat keputusan pengangkatan, salinan catatan rekening pribadi, notulensi rapat-rapat, dan dokumen terkait dengan pengadaan kapal. Sebelumnya pada Juni 2021, penyidik KPK juga telah memeriksa para pejabat Aceh terkait dengan pengadaan kapal Aceh Hebat.
Hendra Budian kepada wartawan menuturkan, penyidik bertanya terkait skema penganggaran pengadaan kapal Aceh Hebat. ”Sesuai dengan undangan yang saya terima, mereka (KPK) mendalami skema anggaran kapal,” kata Hendra.
Pemprov Aceh pada 2021 membeli tiga kapal penyeberangan yang dinamai dengan kapal Aceh Hebat 1, 2, dan 3. Kapal itu dibeli menggunakan data otonomi khusus (otsus) dengan jumlah anggaran Rp 171,6 miliar.
KPK mulai mendalami pengadaan kapal Aceh Hebat setelah beberapa lembaga masyarakat sipil di Aceh melaporkan dugaan korupsi.
Tiga kapal dibangun oleh tiga perusahaan swasta, yakni PT Multi Ocean Shipyard di Tanjung Balai Karimun; PT Adiluhung Saranasegara Indonesia, Madura; dan PT Citra Bahari Shipyard, Tegal.
KPK mulai mendalami pengadaan kapal Aceh Hebat setelah beberapa lembaga masyarakat sipil di Aceh melaporkan dugaan korupsi. Salah satu organisasi yang melapor adalah Masyarakat Pengawal Otonomi Khusus Aceh.
Anggota DPRA lainnya, Irwan Djohan, menuturkan, dirinya akan memberikan keterangan utuh dan jujur terkait dengan rencana pengadaan kapal tersebut. ”Saya siap membantu KPK dengan memberikan keterangan yang sesuai, apa yang saya tahu,” ujar politisi Nasdem itu.
Irwan mengatakan penyidik KPK banyak menanyakan perihal rencana pengadaan Kapal Aceh Hebat hingga pembahasan anggaran di DPRA. Penyidik juga meminta catatan rekening miliknya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Aceh Junaidi hanya merespons singkat saat ditanyai pemeriksaan dirinya oleh penyidik KPK. Dia diperiksa selama 10 jam. Junaidi mengaku mengikuti saja proses hukum yang sedang dilakukan oleh KPK.
Juru Bicara Pemprov Aceh Muhammad Mta mengatakan, pihaknya menghargai proses hukum yang dilakukan penyidik KPK. Hal ini menunjukkan proses pembangunan dan penggunaan anggaran publik selalu dipantau oleh aparat penegak hukum.
Catatan Kompas, mayoritas kasus korupsi di Aceh berasal dari dana otonomi khusus. Pemberian dana otsus tersebut merupakan kesepakatan Aceh dengan pemerintah saat penandatanganan Perjanjian Damai 2005. Penyaluran dana otsus dimulai sejak 2008 hingga 2027. Besaran dana otsus 2 persen dari dana alokasi umum APBN.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, kegiatan KPK yang dilakukan di Aceh terkait dengan permintaan keterangan dan klarifikasi dalam kegiatan penyelidikan oleh KPK.
”Karena masih proses penyelidikan, saat ini kami belum bisa menyampaikan lebih jauh mengenai detail materinya. Meski demikian, perkembangan semua kegiatan KPK dimaksud, kami akan sampaikan lebih lanjut,” kata Ali.