Pelaku Perjalanan ke NTT Cukup Menunjukkan Hasil Negatif Tes Antigen
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur menolak penerapan kebijakan pemerintah pusat terkait syarat pelaku perjalanan udara wajib menunjukkan hasil PCR negatif, tetapi cukup hasil negatif dari tes antigen.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur menolak kewajiban pelaku perjalanan udara, laut, dan darat memperlihatkan hasil negatif tes PCR saat datang ke daerah ini dan cukup memperlihatkan hasil negatif tes antigen. Demikian pula warga NTT yang bepergian melalui udara di wilayah ini hanya membutuhkan tes antigen dengan hasil negatif.
Kepala Dinas Perhubungan NTT Isyak Nuka di Kupang, Senin (25/10/2021), mengatakan, kebijakan pemerintah pusat mewajibkan pelaku perjalanan udara memperlihatkan hasil negatif tes PCR sebelum naik pesawat tidak berlaku di NTT. Alasannya, kasus Covid-19 sudah melandai dan warga sebagian besar telah vaksin pertama.
Nuka mengatakan, berdasarkan keluhan masyarakat terkait kebijakan pemerintah pusat, yang mewajibkan tes PCR bagi pelaku perjalanan udara, gubernur meminta regulasi itu tak berlaku di provinsi ini. Jadi, pelaku perjalanan saat masuk ke provinsi ini, baik melalui udara, laut, maupun darat, cukup memperlihatkan hasil negatif tes antigen.
Selain karena dinilai mahal, yakni Rp 500.000-Rp 1,5 juta per tes, uji reaksi berantai polimerase (PCR) juga dianggap membebani masyarakat di tengah kondisi ekonomi yang masih sulit bangkit. Alasan lain penolakan tersebut karena sebagian besar kabupaten/kota di NTT berada pada level 2.
Jika pelaku perjalanan, misalnya, singgah di tiga provinsi melalui udara, ia harus melakukan pengambilan sampel PCR sebanyak tiga kali pula. ”Pengambilan sampel itu pun membuat pelaku perjalanan kesakitan. Orang sehat malah dibuat sakit,” katanya.
Ini kesempatan bagi masyarakat untuk beraktivitas, mencari nafkah bagi keluarga. Hampir 2 tahun ekonomi warga terpuruk sehingga saatnya mereka mengejar ketertinggalan itu. ”Pemprov berbeda kebijakan dengan pusat karena mempertimbangkan situasi dan kondisi ekonomi warga saat ini. Warga sudah susah, jangan dipersulit lagi. Pemerintah sepertinya mengabaikan vaksinasi yang sudah dijalankan jutaan warga,” kata Nuka.
Pengambilan sampel itu pun membuat pelaku perjalanan kesakitan. Orang sehat malah dibuat sakit.
Ia mengatakan, perjalanan darat dan laut antara kabupaten/kota di wilayah NTT tidak perlu memperlihatkan hasil rapid test antigen. Pelaku perjalanan tetap diwajibkan menerapkan protokol kesehatan secara ketat dengan mengenakan masker, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan.
Pemprov NTT juga telah memberi kesempatan bagi wisatawan berkunjung ke provinsi ini untuk melancong, dengan tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat, seperti di Labuan Bajo dan Danau Kelimutu.
Petugas Satgas Covid-19 tetap berada di setiap titik destinasi wisata. Mereka memantau dan memperingatkan pengunjung yang datang dan pergi agar tetap menjaga protokol kesehatan. Kadang-kadang orang lupa bahwa saat ini kasus Covid-19 masih ada di tengah masyarakat.
Wakil Ketua Bidang Diklat dan Sertifikasi Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia NTT Leo Arakian mengatakan, jumlah hotel dan penginapan sekitar 640 unit. Tingkat okupansi hunian hotel mencapai 30-40 persen atau 192-256 unit. ”Ini terkait jumlah hotel atau penginapan yang sudah menerima tamu, bukan jumlah kamar hotel yang terisi,” katanya.
Jika Pemprov NTT lebih melonggarkan kebijakan soal wisatawan, ia memprediksi musim libur Natal 2021 dan Tahun Baru 2022, tingkat hunian hotel makin lebih banyak. Wisatawan yang datang pun diperkirakan meningkat. Mereka akan memilih daerah yang benar-benar membuat mereka aman berlibur atau tidak terbebani berbagai aturan soal Covid-19.
Kini, turis mancanegara sudah masuk destinasi wisata di Denpasar, Bali. Tentu wisatawan asing itu akan masuk Lombok dan terus ke NTT, terutama Labuan Bajo.
Pengelola wisata di Bali biasanya memiliki paket perjalanan bagi turis-turis, termasuk mengunjungi sejumlah wilayah di Flores. Peluang ini jangan disia-siakan pelaku wisata di NTT. Kerja sama dengan pelaku usaha wisata di NTB dan Bali sangat penting.
Betapa besar kerugian yang negara alami jika destinasi wisata superpremium di Labuan Bajo yang dibangun dengan anggaran triliunan rupiah sepi wisatawan. ”Promosi pariwisata superpremium saja tidak cukup. Pemda harus memberi sejumlah kelonggaran perjalanan terkait pandemi Covid-19 ini,” katanya.
Anggota DPRD NTT, Viktor Mado, mengapresiasi kebijakan pemprov bagi pengunjung yang datang ke provinsi dengan penduduk 5,4 juta jiwa ini cukup membawa hasil negatif tes antigen tersebut.
Demikian pula warga setempat yang bepergian melalui udara di wilayah seluas 47.932 kilometer persegi ini hanya memperlihatkan hasil negatif tes antigen. Kebijakan ini membantu masyarakat yang sedang terpuruk secara ekonomi. ”Investor pun dipermudah masuk NTT dengan kebijakan ini,” ujarnya.
Meski demikian, Satgas Covid-19 tetap memantau dan mengamati keberadaan para pengunjung itu. Jika ada yang memperlihatkan gejala-gejala sakit seperti Covid-19, segera diperiksa sesuai aturan yang ada. Jangan biarkan mereka tetap beraktivitas di masyarakat.
Kewaspadaan terhadap kehadiran wisatawan dari dalam dan luar negeri tetap dibangun untuk mencegah terjadi penularan Covid-19. Mencegah itu jauh lebih baik ketimbang membiarkan virus mewabah kemudian bertindak. Penyebaran virus sangat cepat sehingga antisipasi dini perlu digalakkan.