Cegah Bencana, Kepala Desa di NTT Wajib Akses Informasi Cuaca
Ancaman bencana hidrometeorologi di NTT masih tinggi pada akhir tahun ini. Selain puting beliung, longsor dan banjir bandang berpotensi terjadi.
Oleh
kornelis kewa ama
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Semua kepala desa di Nusa Tenggara Timur wajib mengakses informasi cuaca dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Tujuannya agar warga memiliki bekal cukup menghadapi potensi bencana di musim hujan.
Wilayah NTT memasuki musim pancaroba pada Oktober 2021-Desember 2021. Selanjutnya musim hujan terjadi pada November-Februari 2022. Dalam periode itu cuaca ekstrem berpotensi terjadi.
Salah satu yang harus diwaspadai ialah fenomena La Nina. Kepala Stasiun Metereologi El Tari Kupang Agung Sudiono Abadi, di Kupang, Minggu (24/10/2021), mengatakan, La Nina mulai terjadi pada November-Februari dan berpotensi memicu bencana, seperti puting beliung, longsor, dan banjir bandang.
”Potensi puting beliung terjadi di Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Kota Kupang, Manggarai, Lembata, Manggarai Barat, dan Flores Timur. Selain itu, banjir bandang dan longsor rawan di Malaka, Timor Tengah Selatan, Manggarai Barat, Manggarai, dan Kota Kupang,” katanya.
Oleh karena itu, dia meminta kepala desa, camat, hingga bupati mulai mengedukasi warga terkait dengan potensi bencana. Saat ini informasi mengenai prakiraan cuaca bisa dilihat di situs Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). ”Pencegahan dini itu jauh lebih penting dibandingkan dengan memulihkan keadaan setelah bencana,” ujar Sudiono.
Pendiri Yayasan Mitra Tani Mandiri, Vinsensius Nurak, mengatakan, badai Seroja yang meluluhlantakkan NTT pada 3-5 April 2020 harus menjadi pengalaman berharga bagi masyarakat dan pemerintah daerah. Lewat beragam program, Yayasan Mitra Tani Mandiri Timor kerap mendampingi warga NTT meminimalkan kerentanan masyarakat terhadap risiko bencana perubahan iklim.
”Anggaran dan sosialisasi ancaman bencana dan kewaspadaan dini minim. Pemda masih menunggu ada bencana, kemudian beraksi. Itu pun sangat lambat,” kata petani teladan tingkat NTT 2013 ini.
Dia mencontohkan kejadian beberapa hari sebelum badai Seroja datang. Saat itu BMKG merilis ancaman badai, lengkap dengan gambar badai di Laut Sawu, dan bahkan sempat viral. Namun, tidak ada langkah ideal dari pemerintah untuk menyiapkan antisipasi terhadap kemungkinan terburuk.
Hal itu terjadi lagi kali ini. BMKG sudah mengeluarkan kewaspadaan dini bencana. Namun, langkah nyata belum sampai kepada warga.
”Yayasan kami terlibat di 165 desa/kelurahan di Timor Tengah Utara dan 92 desa/kelurahan di Belu. Namun, belum ada desa yang mendapat peringatan bencana dari pemerintah,” katanya.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah NTT Ambrosius Kodo mengatakan telah meminta kabupaten/kota melakukan sejumlah persiapan menghadapi musim hujan. ”Kami minta segera sosialisasi imbauan BMKG itu dan aktifkan posko kebencanaan di setiap daerah,” kata Kodo.
Selain itu, pihaknya akan menggelar pertemuan secara virtual dengan 22 kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di NTT, para camat, dan semua kepala desa pada Senin (25/10/2021). Semua kepala desa harus bisa mengakses informasi BMKG, kemudian menyampaikan hal itu kepada masyarakat.
”Sekarang semua kepala desa dan perangkat desa memiliki ponsel pintar. Setiap desa wajib membentuk grup kebencanaan di desa masing-masing untuk saling informasi bencana yang dirilis BMKG. Jika ada ancaman bencana, bisa diantisipasi,” kata Kodo.
Sementara itu, terkait dengan dana bantuan dampak badai Seroja senilai Rp 10,6 miliar, sampai hari ini dana itu belum dimanfaatkan. Sesuai rencana, dana ini akan cair akhir Oktober atau awal November 2021 sesuai dengan ketentuan yang diajukan 22 BPBD kabupaten/kota. Prioritas utama dana itu untuk kebutuhan bahan pokok seperti beras, minyak goreng, telur, dan pangan lainnya.
”Tetapi, jika ada kabupaten/kota yang ingin memanfaatkan dana itu untuk perbaikan rumah pun dipersilakan. Bagi warga yang rumahnya rusak, kita tunggu dari pemerintah pusat karena semua data kerusakan itu sudah diajukan ke pusat. Entah kapan 55.615 unit rumah rusak berat, sedang, dan ringan itu ditanggulangi, kita tunggu dari pusat,” kata Kodo.