Tambang Emas Perusahaan Bermasalah di Bolaang Mongondow Berhenti Operasi
Tambang emas sebuah perusahaan di Bolaang Mongondow, PT BDL, akhirnya berhenti beroperasi setelah bentrokan pegawainya dengan warga berujung kematian seorang warga. Perizinan tambang tersebut tidak lengkap.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·5 menit baca
MANADO, KOMPAS — Kegiatan pertambangan emas sebuah perusahaan di Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, PT Bulawan Daya Lestari, berhenti setelah bentrokan dengan masyarakat berujung pada kematian seorang warga. Sejak awal tahun, perusahaan itu beroperasi tanpa melengkapi persyaratan yang ditetapkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ataupun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Dihubungi dari Manado, Kamis (21/10/2021), Jimmy Inkiriwang yang menjalankan kegiatan produksi tambang emas PT Bulawan Daya Lestari (BDL) di Gunung Patung, Desa Mopait, Kecamatan Lolayan, Bolaang Mongondow, menyatakan sudah keluar dari perusahaan itu sejak 30 September 2021. ”(Karena ada) orang mati,” kata Jimmy yang tak memiliki jabatan resmi di PT BDL.
Pada 27 September 2021, seorang warga Desa Toruakat, Dumoga Timur, bernama Armanto Damopolii tewas akibat tembakan senapan angin di lokasi tambang. Seorang warga lain bernama Septian Nangune juga terluka karena tertembak, sementara tiga orang lain luka-luka.
Saat itu, sekitar 60 warga Desa Toruakat hendak memasang patok penanda wilayah perkebunan milik warga Desa Toruakat yang masuk area izin usaha pertambangan PT BDL seluas 99,84 hektar. Namun, terjadi bentrokan dengan sekelompok preman rekrutan PT BDL yang menjaga tambang. Mereka dipersenjatai senapan dan berbagai jenis senjata tajam.
Kepolisian Daerah Sulut telah menangkap dua dari tiga pelaku, yaitu SI dan AP. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulut Komisaris Besar Jules Abraham Abast mengatakan, SI ditangkap di rumahnya di Bolaang Mongondow, sedangkan AP dicokok di Pelabuhan Rakyat Sorong, Papua Barat, Sabtu (16/10/2021), saat sedang melarikan diri.
Jules menambahkan, Polda Sulut juga sedang mencari seorang lagi tersangka yang masih dalam pelarian. Ia menegaskan, pihaknya masih akan fokus mengungkap kasus pembunuhan tersebut. Polda Sulut pun tidak akan mengambil tindakan terhadap PT BDL yang dua tahun terakhir terus berproduksi tanpa kelengkapan izin pertambangan.
Senin (4/10/2021), Kepala Inspektur Tambang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Lana Saria mengirimkan surat perintah kepada direksi PT BDL untuk segera menghentikan operasi produksi. Sebab, perusahaan tersebut melangsungkan produksi tanpa kepala teknik tambang yang bertanggung jawab atas semua kegiatan di lapangan.
Di samping itu, PT BDL belum memiliki Rencana Kerja Anggaran dan Biaya 2021, rencana reklamasi, dan rencana pascatambang. Lana juga menegaskan, perusahaan itu belum menyediakan dana jaminan reklamasi dan pascatambang sekalipun izin usaha pertambangan (IUP)-nya berlaku sejak 2019 hingga 2029.
Perusahaan yang didirikan pengusaha bernama Yance Tanesia (67) pada 2011 tersebut belum melengkapi dokumen lingkungan hidup. Tidak ada fasilitas penampungan limbah di area tambang. Yance dan Jimmy bahkan hingga kini mengaku tidak mengetahui jumlah cadangan emas di wilayah IUP PT BDL.
Sejak 16 Juli 2021, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga telah memerintahkan PT BDL untuk menghentikan kegiatan pertambangan karena izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) perusahaan itu sudah kedaluwarsa per 10 Maret 2019. Meski sudah ada permohonan perpanjangan, KLHK menolak menerbitkan IPPKH baru karena PT BDL sedang menghadapi konflik internal di antara dua pihak direksi.
Konflik
Saat ini, pihak Yance Tanesia yang menguasai tambang masih berkonflik dengan PT Integra Prima Infrastruktur (IPI). Pengadilan Negeri Kotamobagu, Sulut, telah menetapkan Edwin Efraim Tanesia, anak Yance, sebagai pemegang 95 persen saham PT BDL.
Setelah putusan itu, sempat terbentuk perjanjian damai antara pihak Yance dan PT IPI untuk membagi rata saham PT BDL masing-masing 50 persen pada 2020. Namun, Yance kemudian membatalkannya karena PT IPI tidak membayar kompensasi Rp 24,5 miliar dari perubahan susunan kepemilikan saham sebelumnya pada 2017.
Penambangan emas pun dilanjutkan Yance melalui perwakilan Jimmy Inkiriwang tanpa melengkapi syarat-syarat dari Kementerian ESDM ataupun KLHK. Menurut Ralfie Pinansang, Kepala Bidang Legal PT BDL di kubu Yance, tidak keluarnya beberapa dokumen, terutama IPPKH, disebabkan oleh kelalaian pemerintah. Sebab, putusan pengadilan sudah jelas.
Pada 10 September lalu, Balai Pengawasan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) Seksi III Manado sempat menggelar operasi untuk menutup tambang PT BDL bersama Dinas Kehutanan, Dinas ESDM, dan Subdirektorat Tindak Pidana Tertentu Polda Sulut. Personel KLHK dan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri bahkan turut serta.
Warga cukup lega karena tambang sudah ditutup.
Namun, nyatanya produksi malah terus berlanjut hingga berujung bentrokan dengan warga Desa Toruakat. Menurut informasi, setidaknya sejak 2019, wilayah PT BDL juga dijaga oleh aparat keamanan. Hal ini dibenarkan Donny Sumolang, yang menjabat Chief Operating Officer PT BDL pada 2018-2020.
Donny bahkan memberikan bukti transaksi biaya keamanan ke rekening pribadi seorang dengan jabatan kepala polsek sejumlah puluhan juta rupiah. Ada pula biaya pengamanan untuk divisi Brigade Mobil (Brimob) Polda Sulut. Selain itu, nama dua polisi lain juga muncul dengan keterangan transaksi pembayaran solar.
”Bukti transaksi ini Pak Yance sendiri yang kirim ke saya. Saat itu masih dalam keadaan damai (dengan PT IPI). Dia dan Jimmy menghalalkan segala cara untuk mengeruk keuntungan dari tambang yang ilegal ini,” katanya.
Terkait hal ini, Polda Sulut mengatakan, pelayanan pengamanan situs bisa dilakukan, tetapi harus lewat jalur institusi. ”Pembayarannya pun seharusnya melalui rekening negara,” kata Jules. Karena itu, lanjut Jules, rincian transaksi untuk keamanan itu perlu diteliti lebih dulu, begitu pula pembayaran solar yang melibatkan anggota kepolisian.
Sementara itu, perwakilan warga Desa Toruakat, Andri Runtuwene (56), mengatakan warga cukup lega karena tambang sudah ditutup. Namun, ia khawatir ada warga lingkar tambang yang masuk ke area untuk mengambil material. Sebab, sebagian dari area IUP PT BDL adalah perkebunan milik warga Desa Toruakat.
Menurut Andri, jika PT BDL sudah melengkapi izinnya, warga Desa Toruakat tidak akan keberatan untuk duduk bersama merundingkan apa keuntungan yang bisa warga dapat. Sebab, selama satu dekade terakhir, kehadiran tambang telah merusak wilayah sawah dan perkebunan warga di Desa Kanaan, di bawah perbukitan Gunung Patung, tempat tambang berada.
”Yance dan Jimmy seharusnya ditangkap. Pertama, karena menambang secara ilegal. Kedua, karena sudah menyebabkan kekacauan di daerah lingkar tambang sampai ada korban jiwa,” kata Andri.