Pengetatan Perjalanan Berpotensi Turunkan Okupansi Hotel di Cirebon
Okupansi hotel di Kota Cirebon, Jawa Barat, dua bulan terakhir mulai meningkat seiring pelonggaran pembatasan kegiatan masyarakat. Pengetatan persyaratan perjalanan dapat menurunkan tingkat hunian hotel.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Pengetatan persyaratan perjalanan berpotensi menurunkan tingkat hunian hotel di Cirebon, Jawa Barat. Padahal, bisnis hotel mulai menggeliat dua bulan terakhir. Pemerintah diharapkan mendukung industri yang berkontribusi untuk pendapatan daerah itu.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Kota Cirebon Imam Reza Hakiki mengatakan, usaha perhotelan mulai menggeliat sejak September 2021. Kondisi ini berlangsung setelah puncak penyebaran Covid-19 pada Juli-Agustus. Okupansi hotel meningkat dari 30 persen menjadi 45 persen di hari biasa.
”Bahkan, sudah tiga akhir pekan bulan Oktober ini rata-rata okupansi mencapai 70 persen sampai 80 persen dari sekitar 2.300 kamar,” ungkap Hakiki saat ditemui pada Kamis (22/10/2021) di Kota Cirebon. Hal ini, antara lain, tampak dari kendaraan berplat Jakarta dan Bandung yang memadati parkiran hotel saat Sabtu malam.
Pertumbuhan angka hunian hotel tersebut terjadi seiring pelonggaran pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Saat ini, Kota Cirebon menerapkan PPKM level 2. Kebijakan itu, antara lain, membuka pembelajaran tatap muka, restoran, hingga destinasi wisata dengan ketentuan. Pertemuan dan pameran juga sudah bisa dilaksanakan di hotel.
Meski demikian, menurut Hakiki, pengetatan persyaratan perjalanan dikhawatirkan dapat menurunkan okupansi hotel di Cirebon. ”Kalau syarat vaksin itu enggak masalah. Tapi, kalau harus PCR (tes reaksi rantai polimerase) itu membebani. Ini bisa juga jadi pertimbangan orang keluar rumah,” ungkapnya.
Berdasarkan Surat Edaran Nomor 21 Tahun 2021 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri Pada Masa Pandemi Covid-19, pelaku transportasi darat, laut, dan udara harus menunjukkan kartu vaksin dan hasil tes usap negatif. Bahkan, untuk transportasi udara wajib menjalani tes PCR.
Pengetatan ini demi mencegah penyebaran Covid-19 saat libur Natal dan Tahun Baru. Seperti sebelumnya, kasus Covid-19 acap kali melonjak setelah masa liburan. ”Kalau Desember, kita dihajar gelombang ketiga Covid-19, mati (bisnis hotel) kita. Kami berharap tidak ada gelombang ketiga,” lanjutnya.
Kalau Desember, kita dihajar gelombang ketiga Covid-19, mati (bisnis hotel) kita. (Imam Hakiki)
Hakiki memastikan, pelaku usaha perhotelan terus berupaya menegakkan protokol kesehatan selama beroperasi. Karyawan hotel, lanjutnya, juga telah menjalani vaksinasi Covid-19. ”Tapi, kalau kita lihat, di luar hotel prokes kendor. Ini bukang wewenang kami lagi,” ujarnya.
Pihaknya berharap, Pemkot Cirebon bisa mengantisipasi penurunan okupansi hotel. Pemkot, misalnya, bisa mengarahkan pertemuan dan pameran di hotel dalam kota. Apalagi, sektor perhotelan ditargetkan berkontribusi Rp 18 miliar untuk pajak daerah tahun ini.
Kepala Bidang Pariwisata Dinas Kebudayaan Pariwisata Kota Cirebon Hanry David mengakui, pengetatan persyaratan perjalanan bakal berdampak pada kunjungan wisatawan dan okupansi hotel. Saat ini, kunjungan wisatawan di Cirebon baru berkisar 300.000 orang dari target 2 juta orang.
”Dengan kondisi ini kita harus bersikap bijak. Nanti, kami akan bahas lebih lanjut pariwisata di Kota Cirebon, termasuk agenda 2022,” ujarnya.