Penyintas Jadi Motor untuk Memutus Kekerasan Rumah Tangga di Cilacap
Kekerasan dalam pengasuhan harus diputus lewat kerja bersama banyak pihak. Karya sosial Yayasan Sosial Bina Sejahtera mendampingi masyarakat di Kampung Laut Cilacap untuk mengurangi kekerasan rumah tangga.
Oleh
megandika wicaksono
·2 menit baca
CILACAP, KOMPAS — Warga penyintas kekerasan rumah tangga menjadi motor untuk memutus praktik menyengsarakan itu di kawasan Kampung Laut, Cilacap, Jawa Tengah. Kekerasan terjadi karena warga tidak memiliki informasi yang cukup terkait hal ini.
Upaya ini diperjuangkan warga bersama Yayasan Sosial Bina Sejahtera (YSBS) Cilacap melalui unit karya Mino Martani dan ChildFund International di Indonesia lewat lembaga Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat atau PATBM. Warga yang pernah menjadi korban kekerasan akan menjadi penggerak utama PATBM.
Data Dinas Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Kabupaten Cilacap menyebutkan, korban kekerasan terus bertambah dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2018 terdapat 99 korban kekerasan, 109 korban (2019), dan 147 korban (2020). Hingga Juni 2021 tercatat 64 korban kekerasan.
Ketua PATBM Desa Ujunggagak, Kecamatan Kampung Laut, Mahendra, Selasa (19/10/2021), berharap kekerasan rumah tangga tidak terus terjadi. Teguran tidak harus disampaikan orangtua dengan kekerasan, tapi dengan bahasa yang luwes sehingga tidak membuat anak takut.
Mahendra menyadari, hal itu adalah yang terbaik karena dia sendiri adalah penyintas praktik itu. ”Saya korban kekerasan orangtua. Paling menyakitkan ketika ditilem-tilemkan atau ditenggelamkan di sungai Segara Anakan,” kata Mahendra.
Di Desa Ujunggagak kini ada 12 fasilitator program PATBM. Sementara delapan fasilitator lainnya ada di Desa Panikel. Para fasilitator di desa ini juga dikenalkan dengan istilah empat kata ajaib dalam pengasuhan, yaitu maaf, tolong, permisi, dan terima kasih.
”Empat kata ajaib itu terus disosialisasikan kepada masyarakat terutama kepada para ibu yang punya anak balita,” papar Badriati, salah satu kader PATBM Desa Ujunggagak.
Direktur YSBS Cilacap Romo Carolus Burrows OMI mengatakan, pihaknya sudah melihat kekerasan anak di Kampung Laut sejak 48 tahun lalu. Dia melihat anak yang diikat di pagar berjam-jam hingga dipukul. Carolus juga pernah melihat seorang ayah sengaja mengigitkan kepiting pada anak perempuannya. Alasannya, anak berumur 15 tahun itu tidak setuju ayahnya menikah lagi.
Carolus menyampaikan, kekerasan terjadi karena minim informasi yang dimiliki warga. ”Melalui program ini, warga sadar dan memutuskan kekerasan tidak akan terjadi lagi,” tuturnya seusai peluncuran buku Gotong Royong Memutus Rantai Kekerasan karya Robertus Sutriyono di Cilacap, Selasa.
Menurut Carolus, lewat unit karya Mino Martani, warga mendapat pelatihan terkait pola pengasuhan yang mengedepankan kasih sayang kepada kader. Selanjutnya, kader inilah yang menjadi fasilitator pada warga lewat konsep community policing. Dalam konsep ini, masyarakat yang menyelesaikan permasalahan secara kekeluargaan.
”Dunia ramah anak (itu akan) jadi surga,” paparnya.