Paham Dinamika Warga, Pemda Garda Terdepan Pemenuhan HAM
Festival HAM 2021 akan digelar di Kota Semarang, 16-19 November 2021, dengan tema ”Bergerak Bersama Memperkuat Kebinekaan, Inklusi, dan Resiliensi”. Semarang dinilai sebagai Indonesia mini yang mampu menjaga toleransi.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Pemerintah daerah menjadi garda terdepan pemenuhan hak asasi manusia bagi warga. Pemda lebih tahu denyut nadi dan dinamika warga di wilayahnya sehingga bisa mencari solusi terbaik bagi pemenuhan hak-hak mereka.
Hal itu disampaikan Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani pada penandatanganan perjanjian kerja sama Festival Hak Asasi Manusia (HAM) 2021 di Balai Kota Semarang, Senin (18/10/2021). Adapun Kota Semarang didapuk sebagai tuan rumah Festival HAM 2021.
Dalam kesempatan itu, hadir Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi, Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM/Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Beka Ulung Hapsara, serta Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Sugeng Bahagijo.
”Seperti halnya pandemi Covid-19, pemda (pemerintah daerah) ialah garda terdepan dalam perlindungan dan pemenuhan HAM. Pemda yang lebih tahu denyut nadi dan dinamika warga dari kampung ke kampung hingga mencari solusi terbaik bagi pemenuhan hak-hak tersebut,” kata Jaleswari.
Adapun Festival HAM 2021 akan digelar di Kota Semarang pada 16-19 November 2021 dengan tema ”Bergerak Bersama Memperkuat Kebinekaan, Inklusi, dan Resiliensi”. Kota Semarang dianggap sebagai daerah yang mampu menjaga toleransi di tengah keberagaman budaya, etnis, dan agama.
Jaleswari mengatakan, Semarang ialah miniatur Indonesia dengan keanekaragaman etnis, budaya, agama, dan keyakinan. Itu dapat dilihat dari berbagai situs peninggalan budaya di kota itu. Semarang juga memilikiikon warak ngendog yang merupakan hewan imajiner pada tradisi Dugderan menjelang Ramadhan, yang juga manifestasi akulturasi budaya Arab, China, dan Jawa.
Menurut Jaleswari, Festival HAM 2021 akan menjadi forum bagi pemda danpemangku kepentingan untuk saling mendukung dan menginspirasi. Harapannya, seluruh pihak bisa bersinergi untuk hadir melindungi dan memenuhi hak-hak warga, terutama yang paling rentan, yakni perempuan, anak, penyandang disabilitas, masyarakat adat, dan korban pelanggaran HAM.
Ia mencontohkan, salah satu inspirasi dari Kota Semarang ialah penyelesaian izin pendirian Gereja Baptis Indonesia di Tlogosari. Apresiasi pemerintah pusat juga diberikan pada pendirian Gereja Injili di Tanah Jawa di Jepara dan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin di Bogor, Jawa Barat.
Beka menuturkan, kabupaten/kota ialah ruang perubahan bagi kemajuan dan penegakan HAM. Selama ini, kabupaten/kota menjadi pihak ketiga terbanyak diadukan ke Komnas HAM, setelah kepolisian di peringkat pertama dan sektor swasta pada peringkat kedua.
Oleh karena itu, ia terus mendorong agar pemerintah kabupaten/kota terus memperbaiki tata kelola terkait HAM. ”Ini juga penting di Indonesia karena inisiatif-inisiatif perubahan di level kabupaten/kota juga sudah menyebar ke seluruh dunia. Jadi, ini juga untuk promosi hal tersebut,” kata Beka.
Perkuat toleransi
Sementara itu, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengatakan, saat ini masih kerap muncul persoalan-persoalan yang semestinya sudah tuntas sebelum Indonesia merdeka, seperti karena perbedaan agama, etnis, dan budaya. Untuk itu, Festival HAM akan menjadi forum untuk terus meningkatkan semangat toleransi.
”Lewat Festival HAM, kami ingin republik ini meneguhkan bahwa hal-hal terkait perbedaan ialah sesuatu yang indah dan menjadi satu kesatuan menuju negara yang lebih tangguh dan maju,” kata Hendrar, yang juga menyatakan Semarang sepenuhnya siap menjadi tuan rumah acara itu.
Adapun Sugeng Bahagijo menjelaskan, ada harapan besar pada Kota Semarang untuk dapat memberi inspirasi kepada kota-kota lain. Selain itu, juga ada usulan pada Festival HAM 2021 akan ada pelembagaan bagi kabupaten/kota yang memiliki catatan baik dalam perlindungan dan pemenuhan HAM.