Keluarga Tidak Tahu Korban Ikut Susur Sungai di Ciamis
Sejumlah keluarga siswa Madrasah Tsanawiyah Harapan Baru Ciamis tidak tahu anaknya ikut kegiatan susur sungai yang menewaskan 11 orang. Keluarga berharap pihak sekolah mengevaluasi aktivitas luar.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
MAJALENGKA, KOMPAS — Sejumlah keluarga siswa Madrasah Tsanawiyah Harapan Baru Ciamis tidak tahu anaknya ikut kegiatan susur sungai. Keluarga berharap pihak sekolah mengevaluasi aktivitas luar sekolah agar tragedi yang menewaskan 11 orang itu tidak terulang lagi.
Yuli Rahmawati (34), ibu Aldo Maulana Majid (13), tidak mendapatkan informasi dari pihak sekolah terkait kegiatan susur Sungai Cileueur yang diikuti anaknya di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Jumat (15/10/2021). ”(Kegiatan) kemarin itu saya enggak tahu. Enggak ada informasi dari guru dan wali,” ujarnya, Sabtu (16/10/2021).
Ibu dua anak ini justru menerima kabar kegiatan tersebut dari orangtua siswa lainnya pada Jumat sore. Ia pun langsung berangkat dari rumahnya di Desa Wangkelang, Kecamatan Cigambul, Kabupaten Majalengka, ke MTs Harapan Baru. Sesampainya di sana pada malam hari, ia tak kunjung mendapatkan informasi soal anaknya.
”Saya nyari-nyari dan nanya ke mana-mana. Katanya, ada di rumah sakit. Ternyata, enggak ada. Jam 9 malam baru dapat kabar Aldo tenggelam,” ujarnya.
Aldo merupakan salah satu dari 11 korban meninggal akibat kegiatan susur Sungai Cileueur pada Jumat sekitar pukul 15.30. Total siswa yang ikut mencapai 150 orang. Dari 21 orang yang terseret arus, 11 orang tewas dan 10 lainnya selamat. Dua di antaranya masih menjalani perawatan di RSUD Ciamis.
Menurut Yuli, anaknya yang merupakan siswa baru kelas VII diharuskan ikut kegiatan Pramuka. ”Wali santrinya suka videoin atau fotoin kegiatan anak Pramuka. Aldo bisa beresin tali tambang dan yang terikat di tongkat,” ujarnya.
Kuwu (Kepala Desa) Wangkelang Denni Suherman menyesalkan tragedi susur sungai tersebut. ”Ada satu warga kami, teman korban juga. Sebelum Aldo melewati sungai, dia lebih dulu dan tenggelam. Alhamdulillah selamat. Seharusnya, kan, kegiatannya langsung dihentikan saat itu juga karena berbahaya,” paparnya.
Pihaknya berharap pihak sekolah mengevaluasi kegiatan serupa. Selain meminta izin dari orangtua siswa, lanjutnya, aktivitas tersebut seharusnya dipersiapkan perlengkapan keamanan hingga pengawasnya. ”Kalau seperti ini, seolah-olah penyelenggara kegiatan cenderung lalai,” ungkapnya.
Kalau seperti ini, seolah-olah penyelenggara kegiatan cenderung lalai.
Sahidin Alzu (52), ayah Dea Rizky (12), juga tidak mengetahui anaknya mengikuti kegiatan susur sungai. Siswa kelas VII MTs Harapan Baru itu meregang nyawa setelah tenggelam. Jenazah dikebumikan pada Sabtu pagi di Desa Sukasari, Kecamatan Cikijing, Majalengka.
”Dea dan gurunya enggak bilang apa-apa kalau ada kegiatan seperti itu. Saya juga tahu kabar tenggelamnya dari kakaknya yang sekolah di sana,” kata Sahidin. Dia berharap kejadian tersebut tidak terulang lagi di sekolah mana pun.
Kompas berusaha mengonfirmasi kasus tenggelamnya siswa tersebut ke pihak MTs Harapan Baru melalui nomor telepon dan media sosial Instagram sekolah. Namun, hingga kini belum ada respons.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil sebelumnya meminta Bupati Ciamis dan Kementerian Agama Jabar mengevaluasi ketat semua kegiatan luar ruangan yang berisiko. Emil, sapaannya, juga menginstruksikan aktivitas serupa disertai dengan standar keselamatan dan keamanan yang tepat.
Tragedi susur sungai juga pernah terjadi di Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, Jumat (21/2/2020). Kegiatan ekstrakurikuler pramuka berupa susur Sungai Sempor yang diselenggarakan SMPN 1 Turi, Sleman, itu menewaskan 10 siswi dan 5 lainnya luka-luka.