Kasus Covid-19 di Kota Kupang Tinggal 77 Orang, Vaksinasi Tembus 80 Persen
Jumlah kasus aktif Covid-19 di Kota Kupang kini tinggal 77 orang, sementara vaksinasi dosis pertama menembus 80 persen. Banyak warga di daerah itu tak lagi mengenakan masker.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Hingga Kamis (14/10/2021), jumlah penderita Covid-19 di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, berkurang hingga tinggal 77 orang. Tak ada lagi kelurahan yang masuk zona merah. Sebaran vaksinasi juga kian meluas. Di tengah laju penularan yang terus melambat, banyak warga kian ”liar” dengan tidak menerapkan protokol kesehatan. Pesta pun digelar di mana-mana.
Menurut data Satuan Tugas Covid-19 Kota Kupang, kasus aktif 77 itu setara dengan 0,5 persen dari total 15.297 kasus. Sekadar membandingkan, kasus aktif di Kota Kupang memuncak pada Juni hingga Juli 2021, yakni menembus 20 persen. Adapun total korban meninggal sejak awal pandemi mencapai 381 orang.
Dari 77 pasien yang masih terpapar itu, 30 orang menjalani perawatan di rumah sakit dan selebihnya melakukan isolasi mandiri di rumah masing-masing. Rumah sakit lapangan dan tempat isolasi terpusat yang sempat dibangun pemerintah sudah ditutup setelah berkurangnya pasien.
Dari 51 kelurahan di Kota Kupang, 18 kelurahan kembali ke zona hijau, 32 zona kuning, 1 zona coklat. Zona hijau berarti di wilayah itu tak ada kasus Covid-19, zona kuning berarti jumlah kasus 1 sampai 5, sedangkan zona coklat berarti jumlah kasus 6 sampai 10.
Juru bicara Satuan Tugas Covid-19 Kota Kupang, Ernest Ludhi, Jumat (15/10/2021), mengatakan, kendati kasus menurun, proses penelusuran kontak tetap berjalan seperti biasa. Saat ini, 159 spesimen belum diketahui hasilnya. Hal itu berarti ada kemungkinan terjadinya penambahan kasus.
Mengabaikan
Di tengah menurunnya jumlah kasus, semakin banyak warga Kota Kupang yang mulai abai terhadap protokol kesehatan. Mereka sudah melepas masker saat beraktivitas di ruang publik, seperti pasar. Patroli penegakan protokol kesehatan pun hampir tidak ditemukan lagi.
Menurut Ernest, banyak warga beranggapan bahwa mereka sudah kebal dari Covid-19 setelah mendapat vaksinasi. Padahal, kebebalan komunitas tercipta setelah capaian vaksinasi untuk dosis kedua di atas 80 persen.
Anak SD, kan, tidak terima vaksinasi, jadi kami takut jangan sampai mereka tertular. Kalau bisa, pembelajaran tatap muka menunggu vaksinasi sampai 100 persen. (Mince Ado)
Hingga Kamis, jumlah warga Kota Kupang yang sudah menerima vaksinasi dosis pertama 268.223 orang atau 80,39 persen, sedangkan dosis kedua mencapai 164.210 atau 49,21 persen. Adapun target warga yang divaksinasi 333.628 orang.
Semakin tinggi warga yang abai pada protokol kesehatan membuat sejumlah orangtua murid, terutama sekolah dasar, masih khawatir dengan pembelajaran tatap muka. Mereka khawatir anak mereka terpapar Covid-19.
”Anak SD, kan, tidak terima vaksinasi, jadi kami takut jangan sampai mereka tertular. Kalau bisa, pembelajaran tatap muka menunggu vaksinasi sampai 100 persen,” kata Mince Ado (45), orangtua murid.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Kupan Dumul Djami mengatakan, pembelajaran tatap muka dilakukan secara terbatas dengan durasi lebih cepat. Sejak dimulai satu bulan sebelumnya, tidak ada laporan terjadinya kluster penularan di sekolah.
Tak hanya di Kupang, sepanjang jalur selatan Pulau Timor, dari Kabupaten Timor Tengah Selatan hingga Malaka, hampir tidak ada lagi warga yang mengenakan masker. ”Di sini sama seperti tidak ada lagi korona. Orang sudah lepas masker dan berpesta,” kata Yusuf (45), warga Desa Kolbano, Kabupaten Timor Tengah Selatan.
Sekadar membandingkan, saat melewati jalur tersebut enam bulan lalu, di setiap desa di pedalaman Pulau Timor selalu ada petugas untuk memeriksa tamu. Khusus di perbatasan di antara dua kabupaten tersebut, petugas dari dinas kesehatan memeriksa suhu dan surat keterangan sehat bagi pelaku perjalanan dari luar daerah.
Di Betun, ibu kota Malaka, warga sudah boleh menggelar hajatan, seperti pesta perkawinan. Kendati undangan yang hadir mengenakan masker, mereka tampak sulit menjaga jarak. Tak ada pemeriksaan suhu atau kehadiran petugas untuk mengatur penerapan protokol kesehatan.
Padahal, wilayah tersebut pada awal pandemi dijadikan contoh penerapan protokol Covid-19. Sebagian besar masyarakat taat. Gereja Katolik menjadi pelopor penerapan protokol kesehatan. Banyak urusan gerejawi pun diatur agar tidak menimbulkan kerumunan.