Polisi Ungkap Pungli Pendaftaran Tanah Sertifikat Lengkap di Sidoarjo
Laporan pungli persiapan pendaftaran tanah sistematis lengkap mencuat di Sidoarjo, Jawa Timur. Dua kepala desa diperiksa. Adapun para kepala desa mengeluh tarif resmi pemerintah tak mencukupi biaya administrasi.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI
Kapolresta Sidoarjo Komisaris Besar Kusumo Wahyu Bintoro menunjukkan barang bukti korupsi pungutan liar sertifikat gratis dengan tersangka Kades Klantingsari, Wawan, Kamis (14/10/2021).
SIDOARJO, KOMPAS — Polisi mengungkap dugaan pungutan liar dalam persiapan pendaftaran tanah sistematis lengkap atau PTSL di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Dua kepala desa diperiksa aparat penegak hukum dan salah satunya ditetapkan sebagai tersangka.
Dua kepala desa yang ditangkap adalah Kepala Desa Klantingsari, Kecamatan Tarik, Wawan Setyo Budi Utomo (45) dan Kades Suko, Kecamatan Sukodono, Rokyani. Wawan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Resor Kota Sidoarjo, Kamis (14/10/2021).
Kepala Polresta Sidoarjo Komisaris Besar Kusumo Wahyu Bintoro mengatakan, Wawan diduga kuat menarik pungutan liar (pungli) biaya persiapan pada program PTSL. Tersangka ditangkap penyidik di rumahnya, Desa Klantingsari, dalam operasi tangkap tangan, Kamis (7/10/2021).
”Saat itu, pelaku sedang menerima uang dari beberapa calon peserta program PTSL di rumahnya. Penyidik telah menyita uang senilai Rp 7.250.000 sebagai barang bukti. Dalam perkembangannya, penyidik juga menyita uang tunai Rp 1,5 juta dan tabungan Rp 60 juta,” ujar Kusumo.
Kepala Desa Klantingsari, Sidoarjo, Wawan saat ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pungli pengurusan sertifikat gratis, Kamis (14/10/2021).
Berdasarkan informasi yang dihimpun penyidik, program PTSL baru akan berlangsung pada 2022. Belum diketahui alokasi atau kuota untuk Sidoarjo. Di Desa Klantingsari, jumlah pendaftar sudah mencapai 800 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 150 orang di antaranya dimintai biaya persiapan oleh tersangka.
Wawan mengatakan, pihaknya mendata warga yang menjadi calon peserta dan memberitahukan kepada mereka persyaratan yang harus dipenuhi sejak jauh hari. Persyaratan itu, misalnya, surat kepemilikan hak atas tanah, surat keterangan jual beli, surat keterangan waris, dan surat keterangan hibah.
Calon peserta program PTSL yang ingin melengkapi persyaratan dikenai biaya bervariasi. Untuk pembuatan surat keterangan hibah, tersangka mematok tarif Rp 350.000. Biaya pembuatan surat keterangan waris sebesar Rp 850.000 dan yang tertinggi biaya untuk surat jual beli tanah sebesar 5 persen dari nilai jual beli.
Modusnya, setiap calon peserta program PTSL yang belum punya bukti kepemilikan tanah diminta menemui tersangka. Setelah itu, diminta membayar biaya pembuatan dokumen yang dibutuhkan. Tersangka kemudian memerintahkan staf administrasi pemerintahan desa bernama AI untuk membuat surat kepemilikan bagi warga yang belum punya alas hak.
Kasat Reskrim Polresta Sidoarjo Komisaris Oscar Setijo mengatakan, tersangka terancam hukuman minimal 4 tahun dan paling lama 20 tahun penjara. Dia diduga melanggar Pasal 12 dan Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Oscar menambahkan, berdasarkan ketentuan perundangan, biaya pengurusan PTSL adalah gratis. Adapun biaya untuk persiapan pendaftaran tanah sistematis lengkap harus mengacu pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agraria dan Tata Ruang, Menteri Dalam Negeri, serta Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI
Kapolresta Sidoarjo Komisaris Besar Kusumo Wahyu Bintoro menunjukkan bukti pungli sertifikat gratis dengan tersangka Kades Klantingsari Wawan, Kamis (14/10/2021).
Dalam SKB No 34/2017 tentang Pembiayaan Persiapan Pendaftaran Tanah Sistematis, besaran biaya yang diperlukan untuk kategori V, yakni Jawa dan Bali, sebesar Rp 150.000 per peserta. Biaya itu untuk keperluan antara lain kegiatan penyiapan dokumen, pengadaan patok dan materai, serta kegiatan operasional petugas kelurahan atau desa.
Kegiatan operasional itu seperti penggandaan dokumen pendukung, pengangkutan dan pemasangan patok, transportasi petugas dari kantor desa ke kantor pertanahan dalam rangka perbaikan dokumen yang diperlukan. Biaya tersebut tidak termasuk pembuatan akta, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), dan Pajak Penghasilan (PPh).
Sementara itu, Kejaksaan Negeri Sidoarjo masih menyelidiki dugaan pungli dalam program PTSL di Desa Suko. Kepala Seksi Intelijen Kejari Sidoarjo Aditya Rakatama mengatakan, pihaknya telah memeriksa Kades Suko Rokyani dalam upaya pengumpulan data (puldata) dan pengumpulan bahan keterangan (pulbaket).
”Sejauh ini sudah banyak yang diperiksa. Beberapa di antaranya perangkat desa yang terlibat mengurusi program tersebut. Selain itu, pihak pemohon atau calon peserta PTSL,” ujar Aditya.
Dampak dari mencuatnya kasus dugaan pungli dalam proses pengurusan program PTSL, sejumlah kepala desa di Sidoarjo mengadu ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Rabu (13/10). Sejumlah kades yang tergabung dalam paguyuban kepala desa Sidoarjo menyampaikan sejumlah persoalan yang dihadapi.
KOMPAS/JOHANES GALUH BIMANTARA
Warga menunjukkan sertifikat tanah yang sudah diberikan pemerintah. Pemerintah membagikan sertifikat untuk 10.000 bidang tanah wilayah Jakarta Utara yang sudah selesai diproses lewat program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL), Rabu (17/10/2018), di Marunda, Jakarta Utara.
Kepala Desa Sumorame, Kecamatan Candi, Bambang Apriadi mengatakan, salah satu persoalan di lapangan adalah banyaknya persyaratan administrasi yang harus dilengkapi warga agar bisa menjadi peserta PTSL. Pengurusan syarat administrasi itu memerlukan biaya dan hal itu tidak ditanggung dalam program PTSL.
Ketua Komisi A DPRD Sidoarjo Sulamul Hadi Nurmawan mengatakan, untuk mengatasi persoalan dalam proses pengurusan PTSL, perlu sosialisasi yang lebih masif kepada masyarakat dan perangkat desa. Selain itu, butuh pembentukan panitia pengurusan PTSL untuk menangani urusan administrasi.
Panitia tersebut, lanjut Sulamul, tidak harus dari perangkat desa. Mereka juga bisa diberi honor secara swadaya oleh masyarakat. Menurut Sulamul, biaya pengurusan sebesar Rp 150.000 per pemohon sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini sehingga perlu dikoreksi. Pemda perlu turun tangan mencari solusi agar implementasi PTSL bisa berjalan optimal.