”Abang Jago” Membuat Saya Mempertanyakan Pilihan Hidup
Berjam-jam terdampar di pesta ulang tahun orang tak dikenal demi mengejar wawancara duo Bassgilano yang memopulerkan lagu "Ampun Bang Jago". Dalam hati pun berkata, “Ya Allah… golek dhuwit kok ngene banget…”

Penonton menyaksikan penampilan Jonathan Dorongpangalo (Tian Storm) dan Everly Salikara (Ever Slkr) dalam sebuah acara di Manado, Sulawesi Utara, Selasa (19/1/2021). Keduanya dikenal sebagai penggubah lagu ”Ampun Bang Jago” yang sempat viral beberapa waktu lalu.
Saya yakin setidaknya sekali Anda pernah mengeluh saat bekerja, ”Ya, Allah… cari duit begini amat, ya….”
Percayalah, Anda sangat berhak melakukannya, sekalipun sudah pasti ada yang lebih menderita dari Anda. Tetapi, jika tidak pernah, selamat, Anda cukup bahagia dengan kondisi dan pekerjaan Anda.
Saya termasuk hobi sambat. Tetapi, cerita kali ini tidak sedikit pun bermaksud untuk menunjukkan betapa lebih menderitanya saya atau menyepelekan keluhan orang lain.
Saya hanya ingin berbagi cerita yang rasanya cukup lucu. Bagaimana menunggu narasumber berjam-jam di sebuah pesta ulang tahun orang yang tidak saya kenal telah membuat saya memikirkan kembali pilihan hidup.
Menunggu sambil menjadi ”Party Crasher”
Selasa, 19 Januari 2021, sore. Saya bersiap menuju Diva Family Karaoke di Jalan Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara. Beberapa hari sebelumnya, saya berhasil membuat janji wawancara dengan dua musisi beken asal Bitung, Tian Storm dan Ever Slkr. Keduanya sedang top-topnya di kancah musik elektronik berkat singel ”Ampun Bang Jago”.
Saat itu videoklip ”Ampun Bang Jago” telah ditonton 28,2 juta kali, empat bulan setelah diunggah di akun Youtube Tian. Di Tiktok, lagu itu dipakai untuk membuat 2,7 juta video, mulai dari video orang joget, senam zumba, sampai demonstrasi mahasiswa dan pelajar. Bisa dibilang, lagu ini singel paling sukses dalam karier keduanya sebagai duo musik Bassgilano.
Setiap hari, lagu itu diputar di segala penjuru Kota Manado dan daerah-daerah lainnya di Sulut. Tian dan Ever juga sering diundang hadir di acara-acara televisi untuk memainkan penggalan ”Ampun Bang Jago” atau menjadi bintang iklan.

Jonathan Dorongpangalo (kiri) dan Everly Salikara tampil dalam sebuah acara di Manado, Sulawesi Utara, Selasa (19/1/2021). Keduanya dikenal sebagai penggubah lagu ”Ampun Bang Jago” yang viral.
Mereka betul-betul menjadi superstar. Melihat kesuksesan itu, saya terpikir menulis tentang mereka. Syukur-syukur artikelnya bisa ikutan viral bersama mereka. Toh, pada akhirnya mereka juga yang bakal semakin dikenal.
Janji wawancara saya buat dengan Tian lewat pesan di Instagram. Awalnya, saya ingin menemui mereka di Bitung, 45 kilometer dari Manado, agar bisa sekaligus melihat langsung studio mereka. Namun, ternyata Tian menawarkan wawancara hari itu juga. Kebetulan hari itu dia sedang ada job di Diva Karaoke, Manado.
Tian belum menyebut jam pertemuan, tetapi saya putuskan wawancara ini akan jadi prioritas liputan saya hari itu. Menjelang pukul 15.00 Wita, tiba-tiba dia mengirim pesan, ”Torang (kami) free sekarang di Diva. Atau sebentar (nanti) selesai event?” katanya.
Baca juga: Jonathan Dorongpangalo dan Everly Salikara, Mendunia dengan Disko Tanah
Saya baru sempat menjawab pesannya delapan menit kemudian. Namun, dia keburu ”menghilang” tanpa pesan balasan. Akhirnya saya putuskan berangkat pada pukul 15.30 Wita dan tiba 10 menit kemudian.
Petugas karaoke memberi informasi, sepertinya Tian dan Ever akan tampil di rooftop alias lantai tiga gedung itu. ”Memangnya pesta dan konser jedag-jedug sudah boleh selagi pembatasan sosial? Lagi pula, bukannya bakal dibubarin aparat jam 20.00,” pikir saya waktu itu, mengingat pandemi Covid-19 belum selesai.
Tetapi, sudahlah, saya tidak mau pusing soal orang yang sudah kebelet ajojing. ”Sah-sah” saja selama tidak ketahuan satpol PP. Saya segera mengabari Tian, saya sudah tiba di Diva Karaoke. Namun, tak kunjung ada jawaban. ”Mungkin lagi check sound,” pikir saya, lalu bergegas naik ke lantai tiga. Saya menduga dia bakal tampil agak sore sebelum batas jam malam pembatasan kegiatan.
Baca juga: Menemukan "Rumus Ajaib" Kemampuan Milenial Beli Rumah

Sebuah pesta ulang tahun seorang anak dan ibunya digelar di Manado, Sulawesi Utara, Selasa (19/1/2021), di tengah pembatasan kegiatan masyarakat selama pandemi Covid-19. Kegiatan ini menghadirkan duo Tiar dan Ever yang populer dengan lagunya ”Ampun Bang Jago”.
Waktu pintu lift terbuka, saya terenyak, ”Lha…?” Sebuah spanduk membentang di rooftop. Gambarnya seorang bocah laki-laki berbaju kuning celana biru dengan kacamata oranye tersampir di dahi. Di sebelahnya terpampang tulisan besar: ”IT’S TIME TO PARTY. FARREL IS TURNING 6”.
Di atas panggung tampak seperangkat alat disc jockey (DJ set). Di dekatnya, ada semacam gapura dari susunan balon-balon berwarna pastel. Rangkaian balon juga tampak digantung di atas jajaran kursi tamu. Hiasan itu berselang-seling dengan dekorasi burung flamingo dan bintang merah muda.
Saya keheranan. Apa iya dua Abang Jago yang garang itu akan tampil di acara ulang tahun bocah yang masuk SD saja belum? Saya lalu bertanya kepada seseorang di meja resepsi acara.
”Oh iya, nanti ada Bassgilano. Tapi, enggak tahu jam berapa,” jawabnya. ”Beneran tampil di sini?” tanya saya lagi. ”Iya, tapi acara ulang tahun dulu. Bassgilano-nya masih di hotel sebelah,” katanya.
Saya kembali mengirim pesan kepada Tian, menanyakan keberadaannya, tetapi tetap tak ada balasan. Saya bahkan langsung mendatangi hotel itu, tetapi resepsionis mengaku tidak tahu apakah Bassgilano benar-benar menginap di sana. Saya pun kebingungan. Tian tidak memberikan nomor ponselnya.
Meski belum sepakat soal jam bertemu, ketika posisi kita sudah sangat dekat dengan orang yang ditunggu, tentunya kita akan bersedia menunggu, bukan?
Baca juga: Kisah Atlet PON I Solo, Tidur Beralas Kasur Jerami

Sebuah pesta ulang tahun seorang anak dan ibunya digelar di Manado, Sulawesi Utara, Selasa (19/1/2021), di tengah pembatasan sosial selama pandemi Covid-19.
Akhirnya saya kembali ke rooftop Diva. Meski berbalut rasa sangsi luar biasa, saya duduk di salah satu sudut tempat pesta berlangsung sambil menunggu Tian dan Ever.
Tak lama, satu per satu anak kecil datang membawa kado, didampingi orangtua masing-masing. Pembawa acara naik ke panggung, lalu mengajak mereka bernyanyi, berdoa, dan bermain. Farrel si birthday boy terlihat senang.
Ayah dan ibunya mendaratkan ciuman penuh kasih sayang kepada sang bocah seusai acara tiup lilin dan potong kue. Keduanya bahkan mengenakan kaus putih bergambar sang buah hati yang tengah berulang tahun itu.
Saya duduk menyaksikan sambil sesekali melihat mentari yang perlahan tenggelam. Masih tak ada balasan juga dari Tian. Perayaan Farrel kelihatannya hampir selesai karena seseorang mulai membagikan kotak berisi jajanan pasar kepada hadirin, temasuk saya yang menjadi ”tamu tak diundang”. Harapan saya pun meninggi.
Saya perkirakan sebentar lagi Bassgilano akan tampil, karena pada saat bersamaan, semakin banyak orang dewasa yang datang. Usia mereka sekira 30 tahun ke atas. Uniknya, mereka memakai pakaian sporty seperti mau senam.
Beberapa petugas kemudian menumpuk kursi-kursi yang berjajar di muka panggung. Seseorang naik ke atas panggung dan menyiarkan pengumuman. ”Adik-adik teman Farrel, minta tolong mengosongkan bagian depan dekat panggung karena akan dijadikan area zumba ibu-ibu.”
”HAH??? ZUMBA??? TERUS ABANG JAGONYA KAPAN???” teriak saya marah meski dalam hati.
Baca juga: Jumat Keramat yang Berujung Sabtu Kelabu di KPK
Di luar perkiraan, ternyata ulang tahun Farrel hanyalah pembukaan. Kini giliran ibunya yang merayakan hari jadi. Itulah mengapa banyak orang yang datang mengenakan kostum senam. Mereka betul-betul akan zumba-ing the night away.
Saya frustrasi. Sudah pukul 19.00 Wita. Sejam lagi polisi dan satpol PP bakal berpatroli membubarkan kerumunan. Saya menghubungi Tian lagi, tetapi tidak ada jawaban. Saya kebingungan, sementara ibu-ibu asyik bergoyang energik di bawah lampu sorot panggung seiring dentuman musik pop Amerika Latin.
Saya turun ke parkiran gedung karaoke, kemudian menelepon Tian lewat Instagram. Tetap tak ada jawaban. Di titik itu rasanya saya mau meledak karena 3,5 jam menunggu tanpa kejelasan. Seandainya dia menyebut jam yang jelas untuk wawancara, saya pun tidak akan terlalu senewen.
Saya bolak-balik masuk ke rumah karaoke itu dan bertanya ke sana kemari, tetapi tetap tak ada petunjuk. Akhirnya saya pergi ke toko waralaba di seberang, membeli soda, lalu keluar dan duduk mengemper di teras toko, tepat di samping tempat sampah. Perlahan saya menghela napas panjang, lalu mengembuskannya.
”Ya Allah… golek dhuwit kok ngene banget…,” bisik saya dalam hati. Artinya, kira-kira, ”Cari duit kok begini amat….”
Saya merasa putus asa. Kewajiban setoran berita harian sudah saya korbankan demi bertemu dua superstar Disko Tanah itu. Tetapi, tak kunjung ada kejelasan apakah mereka jadi tampil atau tidak. Padahal, pukul 20.00 Wita semua toko harus tutup selama pemberlakuan PSBB, PPKM, atau apalah itu namanya.
Baca juga: "Nonton" The Police di Paris Bareng Nidji

Ilustrasi Toko Kelontong Waralaba
Bagaimana kalau setelah mengorbankan waktu berjam-jam untuk menunggu malah berakhir sia-sia? Padahal, seharusnya bisa digunakan untuk mengerjakan hal lainnya. Wartawan memang terbiasa menunggu. Tetapi, menunggu sendirian tanpa kejelasan sungguh sangat berat.
Saya sampai bertanya kepada diri sendiri, apakah sanggup terus menghadapi dan mengatasi semua ketidakpastian seperti ini. Bukankah lebih baik kerja di kantor nine-to-five seperti orang-orang dengan dinamika sehari-hari yang lebih mudah ditebak.
Lagi pula, sudah banyak pengorbanan saya dua tahun terakhir. Mulai dari meninggalkan rumah di Surabaya untuk bekerja di Manado, jauh dari keluarga, tidak ada rumah, kantor, apalagi teman sekantor di sini. Hampir semua alat kerja milik pribadi. Dan, saya harus membangun relasi sosial mulai dari nol lagi.
Baca juga: Terkatung-Katung di Ujung Utara Nusantara
Namun, di lain sisi saya sadar, menyerah dan pulang akan jadi keputusan bodoh. Waktu yang telah saya habiskan untuk menunggu akan percuma dan menjadi biaya yang tak bisa kembali.
Kenapa tidak sekalian saja ikut acara ulang tahun sampai selesai, meskipun belum jelas kapan Tian dan Ever akan muncul. Lagi pula, tidak mengirim berita sehari saja tidak akan jadi masalah besar asalkan alasannya jelas.
Saya lalu bangkit dan kembali ke rooftop Diva Karaoke. Syukurlah, yang ditunggu-tunggu akhirnya muncul juga sekitar pukul 20.30 Wita. Tian dan Ever betul-betul hadir di panggung dengan latar gapura balon itu. Semua orang heboh, bernyanyi dan berjoget seiring lagu-lagu Bassgilano mengentak ruangan.
Baca juga: Menunggu daripada Soeharto di Rumah Sakit

Suasana pesta ulang tahun seorang anak dan ibunya, di Manado, Sulawesi Utara, Selasa (19/1/2021).
Mama Farrel dan kawan-kawannya tampak larut dalam dentuman bas dan alunan synthesizer. Saat ”Ampun Bang Jago” dilantunkan, kelompok zumba itu berkumpul di depan panggung dan berjoget dalam gerakan ritmis yang kompak. Mereka bergoyang sambil merem melek seolah tak ada hari esok. Tak ketinggalan, anak-anak usia SMP yang entah datang dari mana turut heboh.
Sudah jauh lewat jam malam, tetapi pesta terus berlangsung tanpa interupsi dari satpol PP atapun polisi. Akhirnya, baru sekitar 21.40 Wita saya bisa menemui Tian dan Ever.
Setelah sok dramatis sampai mempertanyakan pilihan hidup, saya tertawa sendiri.
”Sorry, tadi sore ketiduran,” kata Tian sambil tersenyum. Ternyata saya tidak terlalu ambil pusing lagi. ”Oooh, enggak apa-apa, enggak usah khawatir,” kata saya.
Kelar satu jam wawancara, saya pulang dengan perasaan yang lebih tenang. Setelah sok dramatis sampai mempertanyakan pilihan hidup, saya tertawa sendiri. ”Baru nunggu enam jam aja, kok, kayak udah mau kiamat,” kata saya kepada diri sendiri.

Jonathan Dorongpangalo (kiri) dan Everly Salikara tampil dalam sebuah acara di Manado, Sulawesi Utara, Selasa (19/1/2021). Keduanya dikenal sebagai penggubah lagu ”Ampun Bang Jago” yang viral.
Seminggu kemudian artikel saya terbit. Saya mengirimkan tautannya kepada Tian dan Ever setelah mendapatkan nomor ponsel mereka. Beberapa saat kemudian, Tian mengirim pesan, ”Keren sekali (artikel hasil) interview-nya. Berkali-kali di-interview, baru kali ini kita (saya) puas baca hasilnya.”
Pada akhirnya, segala kesulitan dan tantangan dalam bekerja—selama tidak berlebihan seperti kurir gig economy—pasti dapat dihadapi kendati harus diiringi tawa getir. Sebab, kesulitan hari ini sudah sebaiknya menjadi milik hari ini saja. Toh besok, lusa, atau minggu depan, bukan tidak mungkin akan hadir yang lebih berat dan lebih sial lagi.