Transportasi Umum di Jawa Tengah Diarahkan hingga Perdesaan
Trans Jateng Koridor 6 melayani perjalanan dari Terminal Penggaron di Semarang hingga Terminal Godong di Grobogan. Operasional Trans Jateng dinilai berhasil mengurangi kepadatan lalu lintas di daerah-daerah lintasan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
GROBOGAN, KOMPAS — Bus Rapid Transit atau BRT Trans Jateng kini menyediakan layanan Koridor 6, yakni dari Kota Semarang hingga Godong, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Fasilitas angkutan umum bagi masyarakat diharapkan berlanjut hingga desa, dengan menyesuaikan kondisi di lapangan.
Trans Jateng Koridor 6 diresmikan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di Pendopo Kabupaten Grobogan, Rabu (13/10/2021). Dalam acara yang disiarkan secara virtual itu, hadir antara lain Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perhubungan Jateng Henggar Budi Anggoro dan Bupati Grobogan Sri Sumarni.
Ganjar mengatakan, untuk sementara, Trans Jateng Koridor 6 memang hanya melayani hingga Godong. Namun, secara bertahap, rutenya akan dilanjutkan termasuk hingga Purwodadi yang merupakan pusat pemerintahan kabupaten tersebut.
Menurut Ganjar, sistem transportasi di Jateng akan semakin didorong lebih optimal. Selain Trans Jateng yang difasilitasi pemerintah provinsi, selanjutnya layanan diharapkan dapat diteruskan oleh kabupaten/kota, hingga ke permukiman warga, termasuk di desa-desa.
”Kalau bisa ke desa-desa (dengan angkutan desa) itu bagus. Nanti bertahap. Koridor bisa berkembang sesuai kondisi di lapangan. Kalau sudah berjalan, sistemnya baik, kami ingin membuat cara pembayarannya menjadi satu (untuk beberapa moda sekaligus),” kata Ganjar.
Adapun Trans Jateng Koridor 6 melayani perjalanan dari Terminal Penggaron di Semarang hingga Terminal Godong. Rute itu akan dilayani 14 bus. Setiap bus melayani enam perjalanan selama sehari. Tarifnya Rp 4.000 untuk umum dan Rp 2.000 untuk buruh, pelajar, dan veteran.
Sebelumnya, sejak 2017, sudah ada lima koridor Trans Jateng, yakni Stasiun Tawang (Kota Semarang)-Bawen (Kabupaten Semarang), Purwokerto-Purbalingga, Terminal Mangkang (Semarang)-Weleri (Kendal), Borobudur (Magelang)-Kutoarjo (Purworejo), dan Kota Solo-Sumberlawang (Sragen).
Henggar menuturkan, dari lima koridor yang sudah beroperasi tersebut, jumlah penumpang telah mencapai sekitar 11 juta. Sebanyak 77 persen merupakan perempuan dan 23 persen laki-laki.
Keberadaan BRT turut menekan kepadatan lalu lintas di daerah-daerah yang dilintasi.
Menurut dia, keberadaan BRT turut menekan kepadatan lalu lintas di daerah-daerah yang dilintasi. ”Ternyata ini mampu memindahkan yang semula menggunakan kendaraan pribadi menjadi BRT. Itu ada 45 persen. Sementara yang pindah dari angkutan umum lainnya, sebesar 49 persen,” klaimnya.
Henggar menambahkan, skema yang diterapkan yakni buy the service atau membeli layanan. Artinya pemerintah hanya membeli jasa layanan mereka. Namun, penyedia layanan itu juga merupakan konsorsium yang juga gabungan dari pelaku usaha eksisting. ”Jadi, kru yang semula terikat pola setoran kini menjadi digaji bulanan,” ujarnya.
Bupati Grobogan Sri Sumarni menuturkan, kebutuhan layanan transportasi yang nyaman dan terjangkau tak terlepas dari Grobogan yang menjadi bagian kawasan strategis nasional Kendal-Demak-Ungaran-Salatiga-Semarang-Purwodadi (Kedungsepur).
”Hadirnya perusahaan-perusahaan besar yang berinvestasi di Grobogan, berdampak pada padatnya arus lalu lintas, baik distribusi barang maupun pergerakan tenaga kerja. Terutama di pagi hari pada ruas Godong-Gubug-Semarang. (BRT) ini sangat bermanfaat untuk warga kami,” katanya.