Pedagang di Sangihe Keluhkan Keterlambatan Kapal Tol Laut
Beberapa pedagang pengguna layanan tol laut di Kepulauan Sangihe mengeluhkan keterlambatan kedatangan dan keberangkatan kapal selama beberapa bulan pada 2021. Keterlambatan disebabkan kerusakan kapal.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·5 menit baca
MANADO, KOMPAS — Beberapa pedagang pengguna layanan tol laut di Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, mengeluhkan keterlambatan kedatangan dan keberangkatan kapal selama beberapa bulan pada 2021. Keterlambatan disebabkan, antara lain, oleh kerusakan derek jangkung atau crane serta mesin kapal.
Dihubungi dari Manado, Rabu (13/10/2021), Michael Thungari, pemilik PT Pancaran Berkat Mulia yang memasok beras, gula, dan tepung terigu di Tahuna, mengatakan, kapal Logistik Nusantara 6 yang mengisi rute Surabaya-Makassar-Tahuna baru akan datang untuk ke-10 kalinya. Padahal, pada Oktober 2020, kapal tol laut sudah menyelesaikan 12 kali perjalanan. Tahuna adalah ibu kota Kabupaten Kepulauan Sangihe.
”Sejak awal tahun, kapal sering terlambat. Paling parah saat crane kapal rusak, seminggu lebih tidak selesai diperbaiki karena menunggu alat dari Surabaya. Jadinya, muatan balik tidak bisa dimuat. Sering sekali rusak, jadi bongkar muat harus menunggu crane diperbaiki,” kata Michael, merujuk pada kerusakan kapal, Juli lalu.
Ia memprediksi, tahun ini kapal tol laut hanya akan menyelesaikan 12 kali perjalanan bolak-balik Surabaya-Makassar-Tahuna, tidak sampai 15 kali seperti tahun lalu. Apalagi, kapal yang mengisi rute tersebut telah diganti dari Logistik Nusantara 1 menjadi Logistik Nusantara 6, yang Michael sebut lebih lambat.
Akibat keterlambatan ini, Michael yang sebelumnya hanya menyediakan stok dagangan untuk tiga minggu harus membeli lebih banyak barang dari Surabaya dan Makassar, tepatnya untuk persediaan lima minggu. Jika persediaan habis sebelum kedatangan kapal tol laut, ia terpaksa membeli barang dari Manado dengan harga lebih mahal.
”Sekarung beras 15 kg, misalnya, itu bisa naik sampai Rp 3.000. Kadang-kadang kami diprotes pelanggan. Iya kalau semua toko (distributor) kehabisan. Kalau tidak, kan, kami yang rugi karena barang lebih mahal. Pas kapal tol laut datang, kami turunkan lagi (harganya). Akhirnya saya sering menyubsidi, cuma naikin Rp 1.000 atau Rp 2.000,” kata Michael, yang setiap bulan mendatangkan 12-15 kontainer berkapasitas 24 ton dengan tol laut.
Hal serupa dikeluhkan Ryan Tanawal, pemilik Toko Torsina di Tahuna. Menurut dia, rata-rata keterlambatan sekitar lima hari dari yang dijadwalkan oleh PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni), operator kapal Logistik Nusantara 6.
”Lebih baik Pelni tidak terlalu cepat mengestimasikan kedatangan. Tidak apa kalau tanggal kedatangan tiap bulan tidak sama, yang penting sesuai dengan jadwal yang dirilis. Soalnya, kapal selalu berlabuh lama di Tahuna. Jadi, selama ini tinggal bagaimana saya mengatur stok di gudang,” kata Ryan, yang tiap bulan mendatangkan paling banyak empat peti kemas.
Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kepulauan Sangihe Ferawanti Massora mengatakan, kerusakan ini terjadi hampir setiap bulan selama Maret hingga Agustus. Seperti Michael, Ferawanti pun menduga kapal Logistik Nusantara tak akan menyelesaikan 15 voyage seperti tahun lalu.
Ia mencontohkan, pada Juli lalu, kapal masih berada di Tahuna karena rusak, sedangkan aplikasi tol laut tidak lagi mengizinkan pedagang menambah barang untuk dikirim dari Surabaya. Ia pun khawatir Kepulauan Sangihe tidak akan bisa memaksimalkan penggunaan tol laut seperti tahun-tahun sebelumnya hingga mendapatkan penghargaan.
Pada 2019, misalnya, para pedagang pengguna tol laut di Sangihe mendatangkan 310 peti kemas dengan volume 6.190 ton. Adapun muatan balik sebanyak 43 kontainer seberat 860 ton. Pada 2020, jumlah kontainer yang masuk ke Pelabuhan Tahuna meningkat signifikan menjadi 821 buah dengan berat 16.425 ton. Muatan yang dikirim balik sebanyak 191 buah dengan volume 3.820 ton.
September lalu, para sopir yang bawa barang harus mengantre dari malam sampai pukul 04.00 WIB.
Tahun ini hingga Mei, tercatat baru 376 kontainer yang didatangkan dengan isi 7.513 ton, tetapi muatan balik sudah sebanyak 277 peti kemas bervolume 5.540 ton. Melihat perkembangan ini, Ferawanti khawatir tak bisa mempertahankan penghargaan dari Kemenhub akibat frekuensi kedatangan kapal menurun.
Penyebab lain yang memperlambat kedatangan kapal tol laut, kata Ferawanti, adalah antrean panjang di depo PT Pelni di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Mobil-mobil pengantar logistik yang masuk ke depo harus menunggu berjam-jam, tak bisa segera memasukkan barang ke dalam peti kemas. Menurut laporan Ferawanti, hal ini terjadi pada 19 Agustus dan 30 September lalu.
”Deponya kecil dan kurang fasilitas. September lalu, para sopir yang bawa barang harus mengantre dari malam sampai pukul 04.00 WIB. Tapi semua barang tol laut sekarang memang harus masuk ke depo Pelni, tidak boleh ke depo milik ekspedisi,” katanya.
Di lain pihak, Kepala Seksi Angkutan Laut Khusus Kemenhub Rudy Sugiharto mengatakan, kemacetan di depo Pelni di Surabaya telah diurai dalam inspeksi mendadak yang ia laksanakan pada September lalu. Penyebabnya saat itu adalah enam kapal tol laut bersandar bersamaan di dermaga. Akibatnya, mobil-mobil pengantar barang juga masuk bersamaan sehingga pemuatan peti kemas terhambat.
Kendati begitu, ia belum mendapatkan laporan keterlambatan kedatangan lagi. Jika memang ada keterlambatan, Rudy meminta ada detail selisih antara jadwal kedatangan yang ditetapkan PT Pelni dengan realisasi tanggal kedatangan kapal untuk bahan evaluasi. Sebab, banyak hal yang bisa menyebabkan keterlambatan kapal.
”Ada faktor internal seperti kerusakan kapal, begitu juga faktor eksternal seperti muatan berlebih. Kalau memang banyak muatan, tidak mungkin kami berangkat sebelum semua barang masuk. Di samping itu, kepadatan dermaga dan kondisi cuaca bisa memengaruhi,” kata Rudy.
Kendati begitu, Ferawanti belum bisa memberikan detail tersebut karena sedang dinas luar kota. Sementara itu, Direktur Usaha Angkutan Barang dan Tol Laut PT Pelni Yahya Kuncoro tidak menanggapi permintaan untuk wawancara lewat aplikasi perpesanan ataupun telepon.