Libatkan Ahli Forensik Netral untuk Tangani Kasus Dugaan Pemerkosaan Anak di Luwu Timur
Kepolisian perlu segera mengambil langkah yang tepat untuk menjawab desakan masyarakat agar membuka kembali kasus dugaan kekerasan seksual kepada tiga orang anak di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK mendorong agar kepolisian segera mengambil langkah yang tepat untuk mengakhiri polemik penghentian kasus dugaan kekerasan seksual terhadap tiga anak di Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Salah satu yang diusulkan LPSK adalah pemeriksaan forensik oleh ahli yang independen atau netral.
Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu, Rabu (13/10/2021). Edwin mengatakan, sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis, kepolisian perlu segera mengambil langkah yang tepat untuk menjawab desakan masyarakat untuk membuka kembali kasus tersebut.
Menurut Edwin, LPSK menawarkan solusi yang patut dipertimbangkan Kepolisian untuk mengakhiri polemik tersebut. Salah satu akar masalah dalam persoalan tersebut adalah keraguan dari ibu korban terhadap proses penyelidikan yang berakhir dengan terbitnya surat ketetapan penghentian penyelidikan (SKP2) pada 10 Desember 2019.
Sebagaimana diberitakan, terdapat kasus dugaan kekerasan seksual oleh ibu korban, yakni RS, ke Polres Luwu Timur. Saat itu RS melaporkan SA, mantan suaminya yang diduga melakukan kekerasan seksual terhadap tiga anaknya, yakni AL (8), MR (6), dan A (4).
Selain ke Polres, RS juga mendatangi sejumlah lembaga untuk menyampaikan apa yang dialami anak-anaknya. Sayangnya, tudingan mantan suaminya yang menyebut RS mengalami gangguan kejiwaan seolah dilegitimasi pihak-pihak yang didatangi untuk mencari keadilan. Penyidik di Polres Lutim bahkan menghentikan kasus ini dengan alasan tak cukup bukti.
Kasus ini kembali mencuat setelah persoalan ini diangkat kembali oleh media Projectmultatuli.org. Namun, beberapa saat setelah tulisan terkait kasus ini muncul, situs Projectmultatuli.org diretas (Kompas.id, 9/10/2021).
”Kami menemukan kesan ibu korban meragukan terhadap hasil pemeriksaan visum et repertumdan visum et repertum psychiatricum yang telah dilakukan kepada korban sebanyak tiga kali, mulai dari pemeriksaan di Puskesmas Malili hingga Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sulawesi Selatan di Makassar,” kata Edwin.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, Edwin mendorong Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri untuk memfasilitasi pemeriksaan forensik di ahli forensik yang dinilai netral. Pemeriksaan yang perlu dilakukan mencakup visum et repertum, visum et repertum psychiatricum, dan psikologi forensik. Namun, sebelum itu dilakukan, harus disepakati semua pihak bahwa hasil pemeriksaan independen tersebut merupakan hasil yang final dan diterima semua pihak.
Menurut Edwin, pemeriksaan seperti itu juga pernah dijalankan dalam mengusut penyebab kematian Pendeta Yeremia di Intan Jaya, Papua, beberapa waktu lalu. Waktu itu, pihak keluarga menolak pemeriksaan jika dilakukan oleh pihak kepolisian dan memilih ahli forensik lain yang dianggap netral dan hal itu dikabulkan kepolisian.
Terkait dengan kasus dugaan kekerasan seksual di Luwu Timur, lanjut Edwin, LPSK telah mengikuti kasus ini sejak 2019. Kemudian, LPSK juga telah menerima permohonan perlindungan dari korban pada 27 januari 2020 dan menurunkan tim investigasi pada 29 Januari 2020.
Kemudian, LPSK secara mandiri melakukan pemeriksaan psikologi kepada korban dan ibu korban pada 19 Februari 2020 di Kota Makassar. Alasan pemeriksaan di Kota Makassar atas permintaan Ibu Korban yang kurang percaya dengan pemeriksaan psikologi di Luwu Timur.
Merujuk hasil pemeriksaan tersebut, LPSK mengabulkan permohonan perlindungan pada 13 April 2020 berupa pemenuhan hak prosedural (PHP) dan pemberian bantuan psikologis. Saat itu, LPSK tetap memberikan perlindungan kepada korban meskipun penyelidikan perkaranya telah dihentikan.
Saat ini, lanjut Edwin, LPSK telah mendapatkan permohonan perlindungan kembali dari ibu beserta ketiga anaknya. Dasar permohonan itu akan ditindaklanjuti oleh LPSK dengan berkoordinasi dengan Bareskrim Polri.
Secara terpisah, Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Ahmad Ramadhan mengatakan, Polri menghormati perhatian publik yang besar terhadap kasus tersebut. Untuk itu, pada 9 Oktober lalu Bareskrim Polri telah mengirim tim ke sana.
”Tanggal 10 Oktober, tim mulai bekerja dengan mendatangi korban, pelapor dan sumber-sumber terpercaya, mendatangi pelaku, juga mendatangi dokter yang mengeluarkan visum et repertum,” kata Ahmad. Menurut Ahmad, hingga saat ini penyelidikan masih terus berjalan.