Tanpa Alergi Teknologi, Kampung Adat Ciptagelar Tetap Teguh Menjaga Tradisi
Meski berstatus kampung adat, Kasepuhan Ciptagelar di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, tidak alergi pada kemajuan teknologi, termasuk internet. Penggunaan teknologi diikat oleh hukum adat sehingga tradisi tetap terjaga.
Oleh
tatang mulyana sinaga
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Meskipun berstatus kampung adat, Kasepuhan Ciptagelar di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, tidak alergi terhadap kemajuan teknologi, termasuk internet. Penggunaan teknologi diikat oleh hukum adat sehingga tradisi tetap terjaga.
Penggunaan internet di Ciptagelar sudah dilakukan sejak 12 tahun lalu. Sementara pemakaian listrik dirintis pada 1985 oleh kasepuhan dengan membuat turbin sendiri.
Juru komunikasi Kasepuhan Ciptagelar, Yoyo Yogasmana, mengatakan, pihaknya tidak risau penggunaan teknologi akan mengubah adat dan tradisi. Sebab, pemakaian teknologi tetap dibatasi agar tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang sudah diwariskan leluhur.
”Yang mendasari penggunaan teknologi di Ciptagelar adalah dasar adat kudu bisa ngigelan zaman, tapi ulah kabawa ku zaman (harus bisa mengimbangi perkembangan zaman, tetapi jangan terbawa arus zaman). Jadi, tidak meninggalkan titipan adat yang dilakukan secara tradisi,” ujarnya dalam temu media Rural Information and Communication Technologies (ICT) Camp 2021 di Bandung, Jawa Barat, Selasa (12/10/2021).
ICT Camp 2021 dijadwalkan digelar pada 18-23 Oktober 2021. Acara ini akan diisi oleh sejumlah kegiatan, seperti seminar daring (webinar), sesi berbagi pengalaman penggunaan internet di desa, dan pertunjukan seni. Acara ini digagas beberapa organisasi, salah satunya Common Room.
Menurut Yoyo, internet sejauh ini sangat mendukung aktivitas masyarakat Ciptagelar. Selain dalam menyebarkan informasi, juga memudahkan warga membeli dan menjual barang secara daring.
Anak-anak muda sudah bisa belanja online secara COD (cash on delivery). Internet juga digunakan untuk tatanan mengedukasi karena bisa mengomunikasikan banyak orang,” ujarnya.
Akan tetapi, penggunaan teknologi tidak dilakukan di semua tempat dan setiap saat. Tujuannya untuk menjaga tradisi yang sudah dipesankan turun-temurun.
Mengikuti perkembangan teknologi sembari tetap menjaga tradisi merupakan wujud dari prinsip pancer pangawinan yang berarti memadukan dua sisi, seperti ilmu modern dan tradisi. Prinsip ini juga dipegang untuk mencapai keseimbangan hidup
”Terdapat beberapa ranah yang secara adat tidak boleh ada perangkat modern. Di dalam rumah, misalnya, meskipun sudah menggunakan listrik, ada satu bagian, yaitu padaringan (tempat menyimpan beras), tidak dipasang lampu (listrik), tetapi pakai cempor,” ujarnya.
Di luar rumah, saung lisung dan leuit (lumbung padi) juga tidak memakai lampu. Ketentuan yang diwariskan leluhur tersebut terus dijaga meskipun teknologi semakin berkembang.
Warga diminta berkomitmen menjaga tradisi itu. Yoyo mengatakan, pelanggar tradisi memang tidak akan dihukum oleh ketua adat dan petinggi kasepuhan.
”Hukumannya tidak datang dari subyek. Yang menghukum adalah dirinya sendiri (pelanggar) dan para leluhur, akan ’disentil’. Perangkat dan alatnya bisa rusak, orangnya (pelanggar) bisa sakit. Itu artinya kami sudah diingatkan,” katanya.
Yoyo mengatakan, mengikuti perkembangan teknologi sembari tetap menjaga tradisi merupakan wujud dari prinsip pancer pangawinan yang berarti memadukan dua sisi, seperti ilmu modern dan tradisi. Prinsip ini juga dipegang untuk mencapai keseimbangan hidup.
Direktur Common Room Gustaff H Iskandar mengatakan, ICT Camp 2021 akan mengonsolidasikan ide dan gagasan dalam penggunaan teknologi. ”Banyak aspek yang akan dibahas. Mulai dari internet di kawasan terpencil, internet berkelanjutan, pemanfaatan teknologi digital untuk pelayanan desa, hingga permberdayaan UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah).
”Ada berbagai pelatihan juga. Beberapa inovasi yang sudah berkembang di tempat lain akan ditampilkan. Teknologi IOT (internet of things) pertanian, misalnya, berkolaborasi dengan petani dari Pemalang (Jawa Tengah). Sementara penggunaan IOT bidang pertanian dengan sukarelawan dari Ambon (Maluku),” ucapnya.