Situasi pandemi Covid-19 di Surabaya, Jawa Timur, bisa sampai pada tahap terkendali jika bisa dicapai kondisi tidak ada penambahan kasus warga terjangkit.
Oleh
AMBROSIUS HARTO, AGNES SWETTA PANDIA
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Situasi pandemi Covid-19 di Surabaya, Jawa Timur, tetap landai, bahkan cenderung terkendali. Di ibu kota Jawa Timur, hampir seluruh rukun tetangga atau RT berstatus zona hijau atau nihil kasus warga terjangkit Covid-19. Masih tersisa 10 RT zona kuning, dengan kasus warga terjangkit maksimal satu orang.
Menurut laman resmi https://lawancovid-19.surabaya.go.id/, Senin (11/10/2021), di Surabaya tercatat 10.388 RT zona hijau. Zona kuning tersisa 10 RT. Surabaya nihil RT zona merah atau ditemukan kasus warga terjangkit Covid-19 di atas satu orang di satuan permukiman tersebut. Dilihat dari penghitungan indikator pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berbasis wilayah kelurahan, seluruh atau 154 kelurahan di 31 kecamatan di Surabaya berada di zona hijau.
Kasus aktif atau jumlah pasien Covid-19 yang masih dirawat sampai dengan Senin petang ini tersisa 41 orang. Di Surabaya terdapat lebih dari 50 rumah sakit dan lebih dari 50 sarana penanganan pasien Covid-19. Jumlah kasus aktif terlalu kecil dibandingkan dengan ketersediaan dipan isolasi. Jumlah kasus aktif tidak terkonsentrasi di suatu kelurahan. Tiada kelurahan yang warganya terjangkit Covid-19 sampai lima orang. ”Masuk kategori zona hijau atau level 1 PPKM berbasis kelurahan,” kata Kepala Dinas Kesehatan Surabaya Febria Rachmanita.
Febria mengatakan, penilaian indikator PPKM berbasis kelurahan ditempuh dengan skema menghitung jumlah kasus konfirmasi kumulatif aktif per 100.000 penduduk. Suatu kelurahan masuk level 1 jika kurang dari 20 kasus aktif per 100.000 penduduk atau 1 kasus per 5.000 penduduk. Kasus aktif yang berjumlah 41 orang tersebar di 21 kecamatan sehingga ditarik ke level kecamatan pun indikator zona hijau dan level 1 masih memadai.
Menurut Febria, situasi yang tetap landai dan cenderung terkendali tetap harus diwaspadai dan diantisipasi agar perburukan tidak datang kembali. Satuan Tugas Penanganan Covid-19 akan terus giat dalam tes, telusur, tangani (3T) serta menyelesaikan vaksinasi meski situasi penularan sedang rendah. ”Pengetesan akan ditempuh secara agresif terhadap sasaran prioritas, yakni warga kategori suspek/probabel, kontak erat, dan pelaku perjalanan,” ujarnya.
Untuk penelusuran, satgas juga menempuh cara yang agresif, yakni melacak dan ”memaksa” sasaran yang dicurigai untuk pengetesan. Satgas berusaha konsisten melacak dan mengetes minimal 15 orang dari 1 kasus dalam rentang waktu maksimal 48 jam. Jika ada kasus warga terjangkit, tidak boleh lebih dari 24 jam, pasien harus dibawa dan mulai ditangani di tempat isolasi atau karantina terpusat. ”Kami berharap sampai sebulan mendatang bisa nihil penambahan kasus meski 3T tetap gencar,” kata Febria.
Sementara itu, dari laman resmi https://vaksin.kemkes.go.id/, situasi pandemi Covid-19 di Jatim secara umum tetap landai. Berdasarkan asesmen situasi sampai dengan Senin ini, mayoritas atau 32 kabupaten/kota di Jatim mendapat nilai 1 atau baik. Enam daerah dengan nilai 2 sehingga yang perlu didorong untuk perbaikan ialah Nganjuk, Kota Madiun, Tulungagung, Kota dan Kabupaten Malang, Lumajang, dan Kabupaten Probolinggo.
Kecuali Kota Madiun, perbaikan yang masih perlu ditempuh di lima daerah ada pada kategori kapasitas respons yang masih berstatus sedang. Jika kelima daerah bisa mendapat status memadai untuk kapasitas respons, nilai asesmen 1 bisa segera didapat. Adapun untuk Kota Madiun perlu perbaikan dalam indikator tingkat kematian dan transmisi komunitas yang masih bernilai 3 agar segera diusahakan turun ke 1.
Dihubungi secara terpisah, epidemiolog Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, mengatakan, capaian nilai asesmen situasi 1 harus dipertahankan dengan kinerja satgas. Asesmen situasi bersifat dinamis. Ketika ada kinerja yang kendur dalam tujuh indikator pengendalian tingkat kasus konfirmasi, pasien dirawat di RS, kematian, transmisi komunitas, pengetesan, penelusuran, penanganan, dan kapasitas respons, asesmen situasi bisa memburuk.
”Dalam konteks kebijakan PPKM dari Kementerian Dalam Negeri, penurunan level bukan sekadar melihat dari asesmen situasi, melainkan cakupan vaksinasi,” kata Windhu. Surabaya, contohnya, sudah nyaris sempurna dalam pengendalian Covid-19 sesuai indikator Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri. Namun, kebijakan PPKM di Surabaya masih di level 3 karena kekurangan cakupan vaksinasi dalam konteks aglomerasi atau megakawasan Gerbangkertasusila (Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Lamongan).
Dari seluruh aspek penilaian penanganan pandemi Covid-19, Surabaya layak mendapat level 1 kebijakan PPKM. Namun, Surabaya tidak dinilai sendiri, tetapi dalam satu kesatuan Gerbangkertasusila. Jika ingin kebijakan level 3 turun ke level 2, Surabaya perlu memacu vaksinasi yang masih kurang di Bangkalan, Gresik, dan Mojokerto. Menurut Windhu, situasi yang landai di Surabaya membuat satgas bisa mendorong dan kolaborasi untuk percepatan dan perluasan cakupan vaksinasi di Gerbangkertasusila sehingga nantinya bisa mendapat penurunan kebijakan PPKM dari level 3.