Khofifah dan Risma Diharapkan Bertarung di Pilgub Jatim
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan Menteri Sosial Tri Rismaharini menjadi sosok yang paling diharapkan untuk bertarung dalam kontestasi Pilgub Jatim mendatang menurut kalangan responden lembaga survei.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·5 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pemilihan Gubernur Jawa Timur masih 2-3 tahun lagi dan saat ini dalam masa pandemi Covid-19. Namun, narasi kontestasi mulai muncul. Sejumlah sosok diprediksi bahkan diharapkan bertarung, terutama Khofifah Indar Parawansa dan Tri Rismaharini.
Demikian hasil survei Perilaku Memilih Masyarakat Jatim terhadap Pemilu 2024 oleh The Republic Institute secara virtual di Surabaya, Jatim, Minggu (10/10/2021). Penilikan terhadap 1.225 responden pemilik hak pilih pada Pemilu 2019. Survei dilakukan di 38 kabupaten/kota kurun 1-13 September 2021 dengan metode multistage random sampling dengan margin of error plus minus 2,8.
Dari survei, sejumlah politikus atau sosok potensial untuk berkompetisi dalam Pilgub Jatim antara lain Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Wali Kota Pasuruan Syaifullah Yusuf, Wagub Jatim Emil Elestianto Dardak, dan Ketua DPD La Nyalla Mattalitti. Khofifah mendapat popularitas tertinggi dengan 97,8 persen disusul Risma (89,4 persen), Syaifullah (87,4 persen), Emil (83,8 persen), dan La Nyalla (50,7 persen).
Menurut peneliti utama Republic Institute, Sufyanto, nama-nama itu yang kuat dalam persepsi responden yang diharapkan bertarung dalam Pilgub Jatim. Para tokoh tadi juga sudah dipersepsikan terkenal di kalangan warga Jatim sehingga mendapat impresi yang positif. Nama-nama lain juga muncul, tetapi popularitas sementara belum sekuat Khofifah, Risma, Syaifullah, Emil, dan La Nyalla. Nama-nama potensial lainnya ialah Djarot Saiful Hidayat (mantan Gubernur DKI Jakarta), Bambang Dwi Hartono (mantan Wali Kota Surabaya), Sahat Simanjuntak dan Sarmuji (Golkar Jatim), Thoriqul Haq (Bupati Lumajang), Nur Arifin (Bupati Trenggalek), Badrut Tamam (Bupati Pamekasan), Ony Anwar (Bupati Ngawi), dan Kusnadi (Ketua DPRD Jatim).
Menurut Sufyanto, popularitas didapat terutama karena jabatan dan ketokohan. Khofifah adalah Ketua Umum Muslimat, organisasi perempuan Nahdlatul Ulama. Syaifullah pernah dua periode menjabat Wagub Jatim. Risma mantan Wali Kota Surabaya dua periode yang dianggap sukses. Emil mantan Bupati Trenggalek dan kini Pelaksana Tugas Ketua Demokrat Jatim. La Nyalla pernah menjabat Ketua Umum Kadin Jatim dan sebagai Ketua DPD cukup rajin turun ke daerah pemilihan Jatim dalam kapasitas kerjanya memimpin lembaga tersebut.
Selain itu, para tokoh utama tadi juga aktif menggunakan media sosial sehingga paparannya menjangkau luas publik atau warga Jatim. Nama-nama itulah juga yang muncul dalam pembicaraan di tingkat masyarakat jika ditanyakan tentang sosok yang diharapkan bertarung di Pilgub Jatim.
Namun, jika Pilgub Jatim digelar hari ini, menurut responden, Khofifah lebih berpeluang dipilih dengan mendapat elektabilitas 38,1 persen. Berikutnya Risma (23,9 persen), Syaifullah (11,8 persen), dan Emil (6 persen). Elektabilitas La Nyalla hanya 0,1 persen sehingga mengindikasikan sulitnya mantan Ketua Umum PSSI ini untuk bertarung di Pilgub Jatim.
Sufyanto mengatakan, keunggulan Khofifah sementara ini karena masih menjabat Gubernur Jatim serta dukungan tetap kuat dari kader Muslimat. Di Jatim, gerakan Muslimat amat luar biasa sehingga cukup menjamin kekuatan politik Khofifah. ”Responden survei juga menempatkan gubernur sebagai yang teratas dalam indikator kepuasan kinerja dengan 82,8 persen disusul bupati/wali kota (80,4 persen),” katanya.
Adapun pilihan terhadap Risma terutama jejak kinerja yang baik selama memimpin Surabaya dan saat ini cukup baik sebagai Menteri Sosial. Risma dianggap sosok yang tetap jawatimuran atau suroboyoan dengan ketegasan dan kecenderungan marah terhadap kinerja bawahan atau aparaturnya. Sifat marah-marahnya tidak ditandai sebagai kelemahan, tetapi sesuatu yang positif, seperti wujud ketegasan agar kinerja aparaturnya lebih baik terhadap masyarakat.
”Khofifah dan Risma bisa dikatakan merupakan sosok yang diharapkan oleh responden untuk bertarung di Pilgub Jatim,” kata Sufyanto,
Jika ditelisik lebih jauh, keterpilihan Khofifah didukung oleh organisasi massa di bawah NU (40 persen), Muhammadiyah (35 persen), ormas Islam (33,3 persen), Kristen (15,7 persen), Hindu (15,2 persen), dan Buddha (14,3 persen). Selain itu, dukungan dari partai politik, yakni PPP (51 persen), PKB (47,9 persen), Golkar (47 persen), PAN (45 persen), Nasdem (43 persen), dan Demokrat (40,9 persen). Koalisi inilah yang memenangkan Khofifah-Emil atas Syaifullah-Puti Guntur Soekarno.
Dukungan terhadap Risma dari kalangan ormas yakni NU (23 persen), Muhammadiyah (55 persen), ormas Islam (30 persen), Kristen (30 persen), Hindu (33 persen), dan Buddha (71 persen). Dukungan dari partai politik yakni PDI-P (40,5 persen), PAN (65 persen), PPP (51 persen), Nasdem (27,5 persen), Golkar (20,5 persen), Demokrat (18 persen), dan PKB (15 persen).
Beberapa waktu lalu, Khofifah sempat ditanya tentang beberapa survei yang memasukkan namanya untuk kontestasi Pilgub Jatim. Namun, Khofifah belum mau memberikan komentar karena ingin terus berkonsentrasi dalam pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Situasi yang serupa diutarakan oleh Risma ketika ditanya tentang Pilgub Jatim.
Kandidat doktor pada Universitas Gdansk, Polandia, Fatekul Mujib, sebagai pembahas hasil survei Republic Institute mengatakan, popularitas, likeability, dan elektabilitas seseorang bisa meningkat atau turun bergantung pada ketokohan dan aktivitas selama mengemban amanah jabatan. Selain itu, pandangan positif bisa didapat ketika aktivtas di media sosial juga mendapat impresi positif.
Menurut Fatekul, calon-calon potensial terutama Khofifah dan Risma memiliki akun media sosial dengan pengikut yang banyak. Kehidupan kedua sosok ini kini telah menjadi pantauan dan diikuti bukan sekadar oleh warga Jatim, melainkan warga dunia. Dalam konteks Pilgub Jatim nantinya, Khofifah dan Risma harus bisa melihat kekuatan media sosial sebagai sarana untuk merebut hati para pemilih. ”Amat mungkin dan potensial para pemilih melihat media sosial guna mencari rekam jejak sosok sebagai pegangan untuk memilih,” katanya.