Pelestarian Hutan Mangrove Bagian Penguatan Ekonomi Lokal
Presiden bersama Ibu Negara mengunjungi ekowisata mangrove di Tahura Ngurah Rai, Kota Denpasar, dalam kunjungannya di Bali, Jumat (8/10/2021). Konservasi hutan mangrove menjadi upaya mitigasi perubahan iklim global.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·5 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Presiden Joko Widodo bersama Ibu Negara Iriana Joko Widodo mengunjungi ekowisata hutan mangrove di kawasan Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Kota Denpasar, dalam kunjungannya di Bali, Jumat (8/10/2021). Presiden menyatakan, perbaikan dan pelestarian hutan mangrove dan ekosistemnya menjadi upaya mengantisipasi dan memitigasi dampak perubahan iklim dunia serta sekaligus menguatkan perekonomian masyarakat.
Pernyataan Joko Widodo dalam kunjungannya di hutan mangrove dalam kawasan Tahura Ngurah Rai, Bali, menurut staf Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan (PPI dan Karhutla) Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Komang Tri Wijaya (39), mencerminkan perhatian Presiden dan komitmen pemerintah terhadap isu lingkungan hidup.
”Kedatangan Beliau mengunjungi hutan mangrove ini juga menjadi semacam kampanye nasional untuk menjaga dan mengonservasi mangrove,” kata Tri Wijaya yang ditemui seusai acara kunjungan Presiden, Jumat (8/10/2021).
Tri Wijaya merupakan staf Balai PPI dan Karhutla yang memandu Presiden beserta rombongan dalam kegiatan kunjungan ekowisata hutan mangrove di kawasan Tahura Ngurah Rai, Jumat. Tri Wijaya mengaku bangga, baik secara pribadi maupun mewakili lembaganya, karena berkesempatan mendampingi dan memberikan penjelasan kepada Presiden mengenai keberadaan hutan mangrove dan Tahura Ngurah Rai.
Tri Wijaya menuturkan, Presiden bersama Ibu Negara berjalan kaki memasuki hutan mangrove sampai ke tengah hutan di dekat menara kayu (tower). Sepanjang perjalanan, Presiden mengajukan beberapa pertanyaan mengenai keberadaan dan kondisi hutan mangrove. ”Misalnya, apa saja jenis tanaman yang ada di hutan mangrove, bagaimana sejarah Tahura Ngurah Rai, dan bagaimana rehabilitasinya,” katanya.
Adapun Presiden bersama Ibu Negara dan rombongan, termasuk Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar bersama Wakil Menteri LHK Alue Dohong, dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, terlebih dahulu mengunjungi ekowisata hutan mangrove Tahura Ngurah Rai di wilayah Suwung Kauh, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, setibanya di Bali.
Setelah meninjau hutan mangrove itu, Presiden kemudian menghadiri pertemuan dan sekaligus memberikan pengarahan kepada jajaran forum komunikasi pimpinan daerah (Forkopimda) se-Provinsi Bali dari Kantor Gubernur Bali.
Seusai acara pertemuan dengan jajaran Forkopimda seluruh Bali, Presiden melanjutkan kegiatannya di Bali dengan meninjau fasilitas hotel di kawasan ITDC Nusa Dua yang disiapkan menjadi tempat penyelenggaraan acara terkait pertemuan forum ekonomi global, Konferensi Tingkat Tinggi G-20, pada 2022.
Direplikasi
Dalam siaran pers BPMI Sekretariat Presiden tentang kunjungan Presiden di Bali juga disebutkan, Presiden Joko Widodo berharap rehabilitasi ekosistem hutan mangrove dijalankan di kawasan-kawasan pesisir.
Pemerintah akan mereplikasi model rehabilitasi mangrove di Bali ini ke provinsi lain. (Joko Widodo)
Kawasan ekowisata hutan mangrove di Tahura Ngurah Rai, menurut Joko Widodo, dapat menjadi percontohan model rehabilitasi kawasan hutan mangrove yang dimanfaatkan sebagai sarana edukasi, pariwisata, dan penguatan perekonomian. ”Pemerintah akan mereplikasi model rehabilitasi mangrove di Bali ini ke provinsi lain,” katanya.
Presiden juga berharap rehabilitasi dan penanaman mangrove di kawasan pesisir pantai dapat memperbaiki kualitas lingkungan, baik lingkungan di pesisir maupun daerah pantai. Alasannya penanaman mangrove di pesisir pantai akan mengurangi dampak energi gelombang, melindungi pantai dari abrasi, dan menghambat intrusi air. Selain itu, rehabilitasi hutan mangrove akan berdampak pada meningkatnya perekonomian masyarakat yang bersumber dari produksi hasil kelautan.
”Kita harapkan ada peningkatan, baik dari produksi ikan maupun hasil laut lainnya. Utamanya kepiting yang cocok untuk mangrove ini,” kata Joko Widodo seperti dikutip dari siaran pers BPMI Sekretariat Presiden.
”Paling penting lagi adalah bisa meningkatkan pendapatan masyarakat,” ujarnya.
Lebih lanjut, Tri Wijaya menerangkan, hutan mangrove di kawasan Tahura Ngurah Rai memiliki 33 jenis tanaman mangrove. Hutan mangrove juga menjadi habitat beragam jenis hewan, termasuk 92 jenis burung. Rehabilitasi hutan mangrove, yang semula digunakan sebagai lahan tambak, sudah berjalan sejak 1992 dan penanaman mangrove terus dijalankan. Luas hutan Tahura Ngurah Rai mencapai 1.372 hektar. ”Kerapatannya sudah bagus,” kata Tri Wijaya.
Adapun luas keseluruhan hutan mangrove di Bali, berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mencapai 2.143,97 hektar.
Tri Wijaya menambahkan, pesan yang tersirat kedatangan dan pernyataan Presiden Joko Widodo adalah sebentuk apresiasi dan perhatian pemerintah terhadap upaya pelestarian dan konservasi hutan mangrove di Bali dan Indonesia. Bahkan, hutan mangrove di Bali itu akan dijadikan tempat yang ditunjukkan kepada para pemimpin negara yang menghadiri pertemuan forum ekonomi global, Konferensi Tingkat Tinggi G-20, pada 2022.
Dahulu, semasih hutan mangrove ini rusak, saya kesulitan mendapatkan ikan dan kepiting. (Wayan Sukarta)
Dalam siaran pers BPMI Sekretariat Presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan, keberhasilan konservasi hutan mangrove itu beriringan dengan alih usaha dari budidaya tambak menjadi sejumlah usaha lain yang berbasis ekosistem mangrove, misalnya, budidaya ikan tangkap, pengolahan produk mangrove nonkayu, serta pariwisata. Usaha itu menunjukkan pemulihan ekosistem mangrove dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lokal ataupun regional.
Nelayan di Desa Suwung Kauh, Kota Denpasar, I Wayan Sukarta (55), mengatakan, pemulihan kembali hutan mangrove di Suwung Kauh dan sekitarnya itu berdampak terhadap mata pencariannya sebagai nelayan penangkap ikan dan kepiting.
”Dahulu, semasih hutan mangrove ini rusak, saya kesulitan mendapatkan ikan dan kepiting,” kata Sukarta ketika ditemui di kawasan hutan mangrove Suwung Kauh, Jumat (8/10/2021). Kendati demikian, setelah hutan mangrove ini dipulihkan, kawasannya dijaga dan dibersihkan, dia lebih mudah menangkap ikan dan kepiting.
Jumat siang, Sukarta sedang mengikat beberapa kepiting bakau yang berhasil ditangkapnya di dalam hutan mangrove. Sukarta menyatakan, harga kepiting bakau mencapai Rp 80.000 per kilogram. ”Hasilnya tergantung air pasang dan surut. Tetapi saya masih bersyukur karena sejak hutan mangrove ini bersih, kepiting selalu ada,” ujarnya.