Langgar Prosedur Keselamatan, Nakhoda Kapal Pengayoman IV Tersangka
Nakhoda Kapal Pengayoman IV jadi tersangka atas terbaliknya kapal ini. Sejumlah prosedur keselamatan diduga dilanggar.
Oleh
Megandika Wicaksono
·3 menit baca
CILACAP, KOMPAS — Nakhoda Kapal Pengayoman IV, SA (55), ditetapkan sebagai tersangka pada kasus terbaliknya kapal ini sehingga menyebabkan dua orang tewas. Pemeriksaan kelayakan kapal dan kepatuhan melaksanakan standar keselamatan jadi prioritas supaya musibah ini tidak terulang kembali.
”Hasil penyelidikan, nakhoda sudah beberapa kali diingatkan berkaitan dengan kondisi kapal, standar prosedur yang harus dipenuhi, tetapi mohon maaf yang bersangkutan tetap bersikeras melakukan kegiatan-kegiatan untuk berlayar,” kata Kepala Kepolisian Resor Cilacap Ajun Komisaris Besar Eko Widiantoro di Cilacap, Jawa Tengah, Jumat (8/10/2021).
Eko menyampaikan, nakhoda ini telah menjalankan kapal tersebut sejak 2012. Ada pelanggaran lain yang dilakukan nakhoda, yaitu tidak dilengkapinya kapal dengan pelampung.
”Dari segi keselamatan, sebenarnya semua alat transportasi harus memenuhi standar keselamatan. Namun, dalam hal ini, dia (nakhoda) tidak menyediakan pelampung yang harus ada di kapal sehingga saat terjadi kecelakaan, masyarakat yang menumpang kapal tersebut juga tidak bisa menyelamatkan diri,” ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya (Kompas.id, 17/9/2021), Kapal Pengayoman IV terbalik di Perairan Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jumat (17/9/2021) pagi. Kapal terbalik di jarak sekitar 1,8 kilometer dari arah dermaga Wijaya Pura, diduga akibat angin kencang dan arus kuat. Kapal yang didatangkan pada tahun 2012 ini mengangkut dua unit truk tronton bermuatan pasir untuk pembangunan lapas. Dua orang tewas dalam kecelakaan ini.
Menurut Eko, prosedur standar lain yang dilanggar adalah saat nakhoda akan berangkat ke tujuan. Ia tidak melakukan pengecekan terhadap kelayakan kondisi kapal. ”Kemudian, izin berlayar juga tidak dimiliki atau tidak dilaporkan kepada syahbandar,” ujarnya.
Eko menyampaikan, penyebab terbaliknya kapal ini adalah tidak adanya uji kelayakan dan kemudian membawa beban yang berat, yaitu dua truk bermuatan material pasir. Selain itu, terbaliknya kapal juga disebabkan arus yang deras.
Dia menjelaskan, seharusnya kapal ini diuji kelayakannya untuk beroperasi, tetapi tidak dilakukan. ”Sehingga dengan beban yang begitu berat dan kena arus yang begitu besar sehingga oleng dan terbalik,” ujarnya.
Eko menambahkan, proses penyidikan kasus kapal ini sudah tahap I, artinya berkas sudah dikirimkan ke kejaksaan. Adapun jerat hukumnya adalah Pasal 359 KUHP dengan ancaman pidana penjara 5 tahun.
Kepala Lapas Besi Nusakambangan Ika P Nusantara menyampaikan, pihaknya mengapresiasi langkah kepolisian dalam menyelidiki dan menyidik kasus ini. ”Tentu kami, jajaran Lapas Nusakambangan, mendukung penuh penegakan hukum yang dilakukan,” katanya.
Ke depannya, lanjut Ika, pihaknya akan menegakkan disiplin terkait keselamatan penyeberangan menuju Nusakambangan. ”Peningkatan-peningkatan, antara lain, setiap menyeberang sekarang harus memakai pelampung sehingga keselamatan petugas menjadi hal yang terpenting. Kemudian, kapasitas kapal juga kami kurangi,” katanya.
Ika menambahkan, jajarannya membutuhkan kapal yang baru dan baik untuk mendukung penyeberangan petugas lapas dan para narapidana.