Pertanian sistem permakultur semakin diminati petani di Sumut. Produk-produk pangan sehat dan bergizi, seperti beras organik, telur ayam kampung, dan ikan mas alami, semakin banyak dihasilkan.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Pertanian sistem permakultur digencarkan di Sumatera Utara, khususnya di Kabupaten Serdang Bedagai. Sistem yang mengedepankan pangan sehat, bergizi, berkelanjutan, serta peduli terhadap bumi dan masa depan ini semakin diminati petani dengan lahan yang terbatas di desa.
”Produk pertanian dari sistem permakultur lebih berkualitas, bergizi, sehat, dan beragam. Sejumlah desa sudah mulai menghasilkan pangan sehat dengan sistem ini, seperti telur ayam kampung, padi organik, dan ikan mas alami,” kata Manajer Pengembangan Komunitas Yayasan Bina Keterampilan Desa (Bitra) Indonesia Berliana Siregar, Kamis (7/10/2021).
Sistem permakultur, kata Berliana, mengedepankan sejumlah etika, yakni peduli terhadap bumi, sesama, dan masa depan. Sistem ini mengembangkan nilai produksi bersama, kekhususan ruang dan waktu, pertemuan sosial dan alam, serta memastikan pangan dikelola secara berkelanjutan.
Yayasan Bitra Indonesia pun telah melakukan pendampingan di sejumlah desa di Sumut untuk menerapkan sejumlah komponen permakultur. Komponen itu, antara lain, padi organik, sayur dan rempah, ternak, pakan ternak, pupuk organik, pengelolaan sampah, dan pengembangan biogas.
Setiap desa pun membagi zonasi di wilayahnya untuk tujuan permakultur. Zona 1 sebagai tempat rumah, sumur, pompa air, dan limbah. Zona 2 untuk kebun rumah, apotek herbal, pohon buah, ternak kecil, sayur-sayuran, dan bunga.
Sementara, Zona 3 dialokasikan untuk ternak besar, kebun, padi, sayur, dan tumpang sari. Adapun zona 4 adalah sungai, rawa, bambu, aren, dan buah-buahan. ”Sistem ini lebih tahan terhadap perubahan iklim, lebih mandiri energi, membuat tanah lebih subur, dan meminimalkan pemborosan air,” kata Berliana.
Dia menjelaskan, sistem permakultur juga tidak terikat pada standardisasi dan sertifikasi. Sistem ini justru menciptakan keanekaragaman produk pangan. Setiap daerah pun akan menghasilkan produk unggulannya masing-masing. Hal ini juga menjaga keanekaragaman hayati yang ada di setiap daerah.
Jumino, petani yang juga Ketua Unit Penjamin Mutu Organis di Kabupaten Serdang Bedagai, mengatakan, pertanian sistem permakultur saat ini semakin disenangi petani di sejumlah desa. Sistem ini khususnya diminati petani dengan lahan yang kecil atau di bawah 5 rante (2.000 meter persegi).
Hal itu juga didorong sulitnya petani kecil mendapat pupuk bersubsidi dari pemerintah. ”Saat ini petani semakin banyak menanam padi secara organik, sayur organik, dan juga membuat biogas,” katanya.
Jumino, misalnya, saat ini menanam sayur organik untuk kebutuhan rumah tangga dan desanya. Kelompok mereka juga menanam padi organik, membuat pupuk organik, dan pestisida organik.
”Saya juga membuat biogas untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Saat ini saya tidak lagi membeli elpiji karena semua kebutuhann bisa dipenuhi dari biogas,” kata Jumino.
Biogas yang dibuat Jumino menggunakan sumber gas dari kotoran sapi miliknya. Limbah biogas itu juga dimanfaatkan untuk pupuk cair dan zat pengatur tumbuh tanaman.
Penyuluh di Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Pemerintah Provinsi Sumut, Rismauli Basa Gultom, mengatakan, pertanian organik bisa membantu peningkatan produktivitas dan kualitas tanaman pangan di Sumut. Saat ini Sumut sudah swasembada beras, jagung, dan cabai merah.
Akan tetapi, Sumut masih defisit untuk bawang merah, bawang putih, dan kedelai. Berbagai upaya, seperti penambahan luas tanam, pengembangan sentra produksi, pemenuhan sarana produksi, dan peningkatan sumber daya manusia, terus dilakukan untuk meningkatkan produksi.