Geliat Surabaya Dukung UMKM dengan Puspita dan E-Peken
Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah di Kota Surabaya terus diberi perhatian dan dukungan melalui pinjaman modal berbunga lunak serta pendampingan agar pendapatan meningkat.
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 membuat Pemerintah Kota Surabaya berinovasi meningkatkan perekonomian sektor usaha mikro, kecil, dan menengah, salah satunya melalui pinjaman modal dan fasilitas market place atau lokapasar baru. Adapun program pinjaman berbunga lunak dikucurkan PT Bank Perkreditan Rakyat Surya Artha Utama sebagai BUMD milik Pemkot Surabaya.
Selain mendapat pinjaman, pelaku UMKM juga diberi pendampingan dari instansi pemkot agar mereka lebih kreatif dan inovatif. Pelaku usaha yang relatif tangguh di kala krisis juga diberi pelatihan manajemen dan pemasaran yang sekarang banyak dilakukan secara daring.
Pinjaman modal diberikan melalui Program UMKM Surabaya Pasti Tangguh (Puspita) dengan bunga 3 persen setahun. Pemberian pinjaman modal usaha ini, menurut Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, Kamis (7/10/2021), supaya UMKM yang kesulitan modal selama pandemi Covid-19 bisa kembali ditopang menjalankan bisnisnya.
Melalui pendampingan, harapannya UMKM bertahan dan memperoleh untung, bukan merugi karena kurangnya pemahaman pengelolaan keuangan. ”Pemkot Surabaya tak hanya memantau pergerakan pendapatan UMKM, jangan sampai modal usaha digunakan untuk keperluan lain,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Utama PT BPR Surya Artha Utama Renny Wulandari menjelaskan, sebagai salah satu BUMD milik pemkot, pihaknya juga berkomitmen mendukung pemerintah dalam upaya pemulihan ekonomi masyarakat. Fokus utama Puspita adalah membantu UMKM. Program yang diluncurkan pada 31 Mei 2021 itu saat ini sudah menggelontorkan dana sebesar Rp 1 miliar kepada 419 pelaku UMKM di Surabaya.
Pihaknya bakal terus memprioritaskan program untuk menyasar para pelaku UMKM di Surabaya hingga 2022. Untuk itu, Puspita telah menyiapkan total pinjaman modal Rp 2 miliar. Program tersebut ditargetkan terserap seluruhnya pada akhir 2021.
Aplikasi E-Peken
Kepala Dinas Perdagangan Kota Surabaya Wiwiek Widayati mengatakan, sejak 1 Juli 2021, cara lain pemkot mendongkrak omzet pemilik toko kelontong adalah dengan meluncurkan aplikasi E-Peken atau Pemberdayaan dan Ketahanan Ekonomi Nang Suroboyo. Aplikasi ini mempermudah transaksi antara pembeli, pedagang kelontong, koperasi, dan UMKM di Kota Pahlawan.
Tahap awal penerapan aplikasi E-Peken adalah aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemkot Surabaya, baik untuk berbelanja kebutuhan dinas maupun pribadi. Saat ini, ASN yang bekerja di Pemkot Surabaya sekitar 13.000 orang, dengan 9.000 orang di antaranya berdomisili di Surabaya.
Proses pembayaran mirip seperti e-commerce lain.
Aplikasi E-peken sudah seperti e-commerce lain. Melalui aplikasi itu, pembeli bisa melihat harga dan jumlah ketersediaan produk yang diinginkan. Apabila produk yang ingin dibeli tidak ada, calon pembeli bisa menghubungi toko kelontong bersangkutan untuk nantinya menyediakan produk yang diinginkan. ”Kalau stoknya kosong, pembeli bisa memasukkan ke wishlist biar nanti disediakan oleh penjual,” tuturnya.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Fikser mengatakan, untuk pembayaran produk yang dibeli ASN di aplikasi E-Peken dapat menggunakan QRIS yang bekerja sama dengan Bank Jatim. Sementara untuk pengiriman produk ke pembeli, penjual dapat memilih mengantarkan sendiri atau menggunakan jasa pengiriman. ”Proses pembayaran mirip seperti e-commerce lain,” katanya.
Pada aplikasi E-Peken, selain toko kelontong, terdapat juga UMKM dan koperasi yang bergabung di dalamnya. Perangkat daerah Pemkot Surabaya dapat membeli makanan, minuman, dan aneka jajanan yang dijual UMKM untuk keperluan kegiatan. Bahkan, untuk menyamaratakan transaksi, nantinya ada kuota bagi perangkat daerah agar membeli di UMKM yang ditentukan.
Koperasi primer akan membawahkan satu toko kelontong dan dua koperasi sekolah di wilayah kecamatan. Fikser menyebut, fungsi koperasi primer adalah sebagai perantara antara koperasi sekolah, UMKM, dan toko kelontong dengan distributor. Misalnya, jika koperasi sekolah membutuhkan seragam sekolah, mereka dapat membeli dari koperasi primer. Begitu pula jika UMKM ingin membeli kebutuhan pokoknya.
”Ini sudah menjadi satu alur, misal UMKM butuh beras dan tepung, UMKM membeli di koperasi primer, sedangkan koperasi primer membeli barang dari distributor,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa untuk harga jual produk harus lebih murah atau minimal sama seperti harga pasar. Oleh sebab itu, disperindag akan rutin melakukan pengawasan dan mengontrol lonjakan harga di aplikasi. ”Harga harus lebih murah atau sama dengan harga pasar, nanti disperindag akan melakukan pengawasan,” ujarnya.
Hingga saat ini terdapat 150 toko kelontong yang sudah bergabung di E-Peken. Ke depannya, ditargetkan lebih 400 toko kelontong menjadi binaan Pemkot Surabaya. Namun, ia mengatakan bahwa saat ini jumlahnya belum merata di setiap kelurahan.