Banjir di Kabupaten Katingan meluas hingga ke wilayah hilir Sungai Katingan. Intensitas hujan yang tinggi dinilai masih jadi penyebab air sungai meluap hingga ke permukiman.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
KASONGAN, KOMPAS — Banjir di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, terus meluas. Air bahkan menggenangi Kasongan, ibu kota Katingan. Curah hujan tinggi dinilai masih menjadi penyebab banjir yang berkepanjangan.
Sebelumnya, terdapat 17 desa dari dua kecamatan di Kabupaten Katingan terendam banjir, yakni Kecamatan Kahayan Tengah dan Pulau Malan. Kini, dari data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Katingan, banjir meluas hingga Kecamatan Katingan Hilir dan Kecamatan Tewang Sanggalang Garing.
Mera (43), warga Kuluk Bali, Kecamatan Pulau Malan, mengungkapkan, air mulai merendam rumahnya sejak Senin (4/10/2021) malam. Air terus naik hingga masuk ke dalam rumah. ”Air merendam desa ini dan desa tetangga sudah dari semalam,” ujarnya di Kasongan, Rabu (6/10/2021).
Mera dan keluarganya tidak mengungsi lantaran percaya air akan jauh lebih cepat surut karena intensitas hujan mulai berkurang. ”Sudah biasa setiap tahun ini, semoga banjir sekarang tidak seperti bulan lalu,” ungkapnya.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Katingan Roby mengungkapkan, saat ini, banjir di Pulau Malan perlahan surut karena ketinggian air menurun. Namun, air kiriman dari wilayah Pulau Malan dan kecamatan lain di bagian utara atau hulu Sungai Katingan mulai masuk hingga ke Kasongan.
”Di beberapa wilayah di Kasongan, air sudah mulai merendam jalan besar (Trans-Kalimantan), tapi bisa jadi cepat surut kalau di hulu sudah tidak hujan,” kata Roby.
Roby memprediksi dalam dua sampai empat hari ke depan akan terjadi banjir di dua kecamatan lain di hilir Sungai Katingan, Tasik Payawan, dan Kampiang. ”Sampai saat ini, belum ada warga yang dievakuasi ataupun mengungsi ke rumah-rumah kerabat karena tinggi muka air itu belum separah bulan lalu,” ungkap Roby.
Menurut Roby, banjir kali ini terjadi lantaran banyak faktor. Cuaca ekstrem di wilayah hulu sungai menyebabkan sungai tak mampu menampung air dan kemudian merendam wilayah di sekitarnya.
Selain itu, ada beberapa faktor lain, seperti pertambahan jumlah penduduk yang memerlukan lahan atau kebun baru, serta pembangunan jalan, sarana, dan prasarana. Selain itu, ada juga faktor pertambangan masyarakat, perkebunan besar kelapa sawit, dan keberadaan perusahaan kayu.
”Ada juga pendangkalan sungai, tapi ini semua masih asumsi kami, belum ada kajian mendalam terkait hal itu,” ungkap Roby.
Roby akan membawa masalah-masalah tersebut dalam Rapat Koordinasi Pascabencana yang, menurut rencana, digelar pada 11 Oktober 2021. “Nanti akan terlihat masalah mana yang paling memengaruhi bencana ini,” katanya.
Prakirawan Stasiun Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kota Palangkaraya Alfandy menjelaskan, sebagian besar wilayah Kalteng masih dilanda hujan dengan intensias rendah hingga sedang. ”Tapi musim hujan akan mulai pada Oktober dasarian kedua nanti, jadi kami koordinasikan hal itu ke semua instansi, termasuk masyarakat,” kata Alfandy.
Banjir sudah melanda berbagai daerah di Kalteng sejak awal September. Setidaknya selama sebulan, lebih dari 40 persen wilayah di Kalteng, yang luasnya mencapai 15,3 juta hektar, direndam banjir dengan ketinggian beragam.
Data Badan Penanggulangan Bencana dan Kebakaran Kalteng menyebutkan, selama sebulan lebih terdapat 482 desa dan kelurahan direndam banjir dengan jumlah 74.163 rumah tangga atau 211.649 orang terdampak banjir. Sebanyak 1.164 orang mengungsi. Setidaknya terdapat 42.169 bangunan rumah dan fasilitas publik lain ikut terendam banjir.
”Potensi intensitas hujan meningkat itu ada, oleh karena itu warga diminta tetap waspada,” kata Alfandy.