Lebih dari Rp 163 Miliar, Kerugian akibat Kebakaran Sumur Minyak Ilegal
Beban yang ditanggung untuk memulihkan lingkungan dari kebakaran akibat praktik ilegal pertambangan minyak di batas Jambi dan Sumsel bernilai besar. Peristiwa itu haruslah menjadi pelajaran berharga bagi negara.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·4 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Kecelakaan akibat praktik tambang minyak ilegal di perbatasan Jambi dan Sumatera Selatan telah berdampak meluas. Ahli lingkungan menaksir kerugian dan beban lingkungan yang ditanggung negara dari musibah itu lebih dari Rp 163 miliar.
Ahli kebakaran hutan dan lahan dari IPB University, Bambang Hero Saharjo, menghitungnya berdasarkan penilaian kerusakan melalui hasil pengamatan lapangan dan analisis laboratorium. Perhitungan beban biaya pemulihan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup akibat kebakaran hutan di areal sumur tambang ilegal wilayah Bajubang, Kabupaten Batanghari, Jambi, itu menimbulkan kerugian dan beban pemulihan minimal Rp 163,2 miliar. Itu belum termasuk jutaan ton karbon yang terlepas ke udara dari lubang tambang.
Hingga hari ke-16, kebakaran belum berhasil dipadamkan. Api dan asap masih terus membubung tinggi ke udara.
Menurut Bambang, seluruh penghitungan itu mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup akibat Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup.
Pemetaan aerial menunjukkan areal yang hangus terbakar akibat kebakaran sumur mencapai 10 hektar. Sementara areal yang terpapar minyak mentah serta dirambah pembukaan ribuan sumur tambang minyak liar sekitar 136 hektar. Hamparan luas itu dalam kondisi tercemar minyak.
Melihat luasnya dampak area terpapar minyak, Bambang mengklasifikasikan penghitungan ke dalam tujuh item, yakni kerusakan ekologis, kerusakan ekonomi, biaya pemulihan lahan, biaya menghidupkan fungsi ekologis yang hilang, biaya verifikasi sengketa lingkungan hidup, biaya revegetasi, serta biaya pengawasan pemulihan lingkungan.
Kerusakan ekologis mencakup 10 fungsi yang dirusak, mulai dari fungsi penyimpanan air, pengendalian erosi, pengurai limbah, keanekaragaman hayati, hingga sumber daya genetik. Hasil penghitungan kerusakan ekologis tersebut mencapai Rp 11,5 miliar. ”Kerusakan dari aktivitas ilegal ini meluas tidak semata ekonomisnya, tetapi juga dampak ekologisnya,” ujar Bambang, Senin (4/10/2021).
Selain kerusakan ekologis, ia juga menghitung kerusakan dari sisi ekonomi, yakni hilangnya umur pakai serta potensi keuntungan yang hilang akibat terjadinya kebakaran dalam hutan. Potensi keuntungan yang hilang akibat kebakaran dan paparan minyak diperkirakan Rp 114, 3 miliar.
Adapun beban biaya yang dibutuhkan untuk memulihkan lahan yang rusak, biaya menghidupkan fungsi ekologis yang hilang, hingga biaya verifikasi sengketa lingkungan hidup, revegetasi, dan pengawasan pemulihan lingkungan dihitung memakan Rp 37,4 miliar.
Penghitungan itu belum termasuk banyaknya karbon yang terlepas ke udara. Juga belum termasuk besarnya nilai minyak dan gas sebagai potensi pendapatan negara yang hilang akibat kebakaran sumur tambang minyak itu.
Sebagaimana diketahui, ledakan terjadi dari sumur tambang ilegal dalam areal konsesi PT Agronusa Alam Sejahtera, lebih dari dua pekan lalu. Ledakan itu diikuti kebakaran hutan dan tercemarnya sungai dan tanah akibat paparan minyak.
Hingga kini api masih membubung dari sumur minyak curian tersebut. Luapan minyak juga masih tampak menyelimuti permukaan sungai-sungai setempat. Pemadaman sumur oleh tim terpadu di bawah komando Kepolisian Daerah Jambi masih belum dapat dilakukan.
Bambang mengingatkan dampak lingkungan dan beban biaya yang harus ditanggung untuk memulihkan lingkungan dari sebuah peristiwa kebakaran terkait dengan aktivitas tambang ilegal sangatlah besar. Seharusnya ini menjadi pelajaran berharga bagi aparat penegak hukum untuk mencegah dan memberantas aktivitas itu. ”Dampaknya sangat besar. Jika sudah begini, siapa yang akan menanggungnya?” ucapnya.
Dampaknya sangat besar. Jika sudah begini, siapa yang akan menanggungnya? (Bambang Hero Saharjo)
Manajer Distrik PT Agronusa Alam Sejahtera, yang merupakan pemegang konsesi hutan tanaman industri di wilayah itu, Hengki Hermawan menceritakan ledakan dan kebakaran sumur tambang ilegal menghanguskan hutan dalam luas sekitar 10 hektar. Sementara areal yang dirambah para petambang ilegal sekitar 136 hektar.
Di dalam area itu telah dibuka ribuan sumur tambang minyak liar. Aktivitas ilegal tersebut mengganggu pengelolaan hutan oleh perusahaan itu.
Ribuan batang tanaman mati karena tercemar minyak dan terbakar. ”Padahal, seluruh tanaman sengon ini sudah kami budidayakan sejak enam tahun lalu,” ujar Hengki. Akibatnya, target untuk memanen kayu pada tahun depan kandas. Tanaman sengon merupakan bahan baku untuk usaha industri kayu pertukangan.
Senior Manager Relations Pertamina Subholding Upstream Regional Sumatera Yudy Nugraha mengatakan, timnya yang akan membantu pemadaman sumur masih mengalami sejumlah kendala. Akses jalan belum memadai. Kondisinya masih sulit dilalui kendaraan berbeban berat, seperti truk pemadam dan alat penyemenan (cementing unit).
Pihaknya masih meminta agar akses tersebut dipadatkan dan dikeraskan. Selain itu, pihaknya juga meminta dibuatkan embung tambahan untuk menampung air.