Geopark Meratus Berpotensi Dikembangkan untuk Ekowisata
Geopark Nasional Pegunungan Meratus di Kalimantan Selatan sangat berpotensi dikembangkan untuk ekowisata. Pengembangan ekowisata itu juga menjadi salah satu upaya konservasi alam untuk menyelamatkan spesies yang ada.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARBARU, KOMPAS — Geopark Nasional Pegunungan Meratus di Kalimantan Selatan sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai ekowisata. Pengembangan ekowisata itu juga menjadi salah satu upaya konservasi alam berkelanjutan Pegunungan Meratus.
Potensi taman bumi atau Geopark Nasional Pegunungan Meratus sebagai ekowisata dibahas dalam webinar bertema ”Pengembangan Ekowisata Berbasis Konservasi Alam Geopark Meratus” yang digelar daring dan luring di Banjarbaru, Senin (4/10/2021) sore.
Sekretaris Daerah Kalimantan Selatan Roy Rizali Anwar mengatakan, Pegunungan Meratus memiliki hamparan ofiolit tertua di Indonesia, bahkan tertua di dunia. Ofiolit adalah batuan dari kerak samudra yang terangkat karena proses tumbukan lempeng jutaan tahun lalu. Pegunungan ini diperkirakan terbentuk sekitar 150 sampai 200 juta tahun yang lalu dari benturan antara lempeng Australia dan lempeng Asia akibat proses tektonik.
”Pegunungan Meratus memiliki banyak ragam di atasnya, seperti bebatuan, flora dan fauna, serta ragam budaya. Karena itu, kami mengembangkan geosite-geosite dan juga desa-desa wisata di dalam Geopark Pegunungan Meratus,” kata Roy.
Pemerintah Provinsi Kalsel menyurvei Geopark Pegunungan Meratus sejak 2018. Kemudian, pada Februari 2019 dilakukan deklarasi Geopark Nasional Pegunungan Meratus di Kiram Park, Desa Kiram, Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar.
Menurut Roy, Geopark Pegunungan Meratus terdiri atas 36 geosite yang tersebar di 11 kabupaten/kota. Pada 2020 sudah dilakukan pengembangan di tiga lokasi geosite utama yang berada di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Adam.
Pengembangan Geopark Pegunungan Meratus dilakukan oleh beberapa satuan kerja perangkat daerah Pemprov Kalsel, di antaranya Dinas Pariwisata, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, Dinas Kehutanan, serta Dinas Komunikasi dan Informatika. Selain itu, ada juga Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Dinas Pendidikan, Dinas Perhubungan, serta Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa.
”Rencananya pada 2022 akan dilakukan pembangunan pusat informasi Geopark Pegunungan Meratus serta pengajuan Geopark Pegunungan Meratus sebagai UNESCO Global Geoparks,” kata Roy.
Berkelanjutan
Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Kissinger mengatakan, ekowisata merupakan upaya konservasi alam dalam perspektif pemanfaatan berkelanjutan. Dalam hal ini, aspek konservasi sangat penting dan ditekankan.
”Yang mau dijual tidak hanya pemandangan alam, tetapi juga keterampilan, pendidikan, pengetahuan, pengalaman, dan segala hal non-material sehingga ekowisata ini sangat aman dari aspek lingkungan,” katanya.
Menurut Kissinger, ekowisata dalam implementasinya lebih bersifat ilmiah sehingga dapat membangun generasi yang berpendidikan. ”Kalau ingin berkelanjutan, ekowisata harus mengedepankan unsur inovatif. Jangan sekadar jual pemandangan alam,” ujarnya.
Guru Besar ULM, yang pernah menjabat Menteri Lingkungan Hidup, Gusti Muhammad Hatta mengatakan, konsep ekowisata sangat bagus untuk Geopark Pegunungan Meratus. Tidak hanya menawarkan keindahan alam, flora, dan fauna, konsep itu mengedepankan upaya konservasi.
”Di Kalsel, ada ribuan spesies flora ataupun fauna. Sayangnya, banyak yang belum teridentifikasi. Karena itu, upaya konservasi sangat diperlukan untuk menyelamatkan spesies yang ada di Kalsel,” katanya.